Bagian XXXIV

1.1K 238 388
                                    

Gara.

Malam ini, yang gue kira gue akan sendirian lalu tiba-tiba datangnya Kenzo.

Lalu setelah itu... yang gak pernah gue duga, adanya Dean yang datang menghampiri gue duluan.

Lo tahu?

Dean yang selama ini gue kenal dekat saja rasanya masih kurang untuk tahu semua tentang dia.

Dean adalah manusia dengan kesempurnaannya sampe-sampe susah untuk lo jelaskan bagaimana sempurnanya dia.

Dan Dean, yang jika lo ingin mengenalnya atau sekedar mengetahui lebih dalam tentangnya... lo akan susah.

Susah untuk menggapai apa yang lo mau tahu tentang dia.

Susah untuk bahkan sekedar mencari tahu, sebenarnya Dean ini inginnya apa? Orangnya seperti apa?

Karena dia setidak terbuka itu kepada orang lain.

"Sumpah... aku gak tahu Yan, gak tahu kenapa Dimas tiba-tiba kayak gini... aku gak.. tahu..." suara tangis itu menggelegar tepat diruangan ini, membuat gue yang melihatnya bahkan tak tega, karena ini sudah keberapa kali cewek itu berucap dan terisak, namun tetap, Dean tidak memperdulikannya.

"Lo kan... lo yang suruh si Dimas buat bantuin lo?"

"Dimas yang mau... aku gak pernah nyuruh Yan," cewek itu bahkan sudah tersungkur, seolah memohon kepada Dean yang duduk disebelah gue.

Beberapa kali gue lihat Dean yang menghisap rokoknya frustasi lalu ia buang putungnya ke lantai dan menginjaknya tanpa memperdulikan ada cewek yang lagi duduk tersungkur dibawahnya itu.

Padahal ini kita lagi ada di kediamannya Mba Maya –cewek yang katanya mantan Dimas itu, yang berulang kali menjelaskan, berulang kali meminta maaf, namun tidak digubris oleh Dean.

Dia seolah tidak peduli keberadaan kita dimana, karena dia seolah hanya ingin mendapatkan sebuah jawaban.

Setelah dirasa memang tidak ada jawaban dari Maya, gue dan Dean memutuskan untuk memakai polisi dan terjun langsung ke lokasi dimana Dimas kecelakaan.

Bahkan... serpihan kaca mobilnya saja masih membekas di aspal.

Ada beberapa goresan seperti mobil yang mengerem mendadak disana.

"Yan," panggil gue saat malam selanjutnya gue dan dia diam di lokasi tempat ini lagi. Kita tidak pulang. Kita hanya diam di mobil gue, menunggu hari selanjutnya lalu melihat bagaimana beberapa polisi yang sedang rapat dengan beberapa warga sekitar saksi yang melihat kejadian minggu lalu.

"Paan," jawabnya jutek.

"Gue boleh tanya?"

"Apa,"

"Kemarin lo bilang Mba Maya minta bantuan Dimas, kalau gue boleh tahu—" kata gue ini terpotong saat Dean menghela nafas kasar dan mengerlingkan matanya.

"Suaminya kambuh,"

"Suami siapa?"

"Maya." Bahkan Dean tidak memakai embel-embel Mba seperti gue untuk memanggil cewek itu.

"Suaminya dimana?"

"Mana gue tahu," jawabnya lagi membuat gue mengingat-ingat kalau memang kemarin di rumahnya berasa kosong. "Di rehab kali, atau udah masuk RSJ?" lanjutnya tiba-tiba.

ReenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang