Gara.
"Durasi berapa menit lagi?" tanya gue.
"20," jawab Dean.
"Ok."
"Rolling....action!"
"CUT! Ulang!" Belom sepuluh menit, gue sudah menginterupsi lagi.
"Gar... itu udah ngulang berapa kali... udah jam tiga subuh ini," ucap Dean menginterupsi balik.
Gue tidak mendengar usulan Dean saat terus menerus meng-cut adegan yang padahal gak jelek-jelek amat tapi gue dengan segala ke-perfeksionis-an gue mengganggu kelancaran syuting adegan hari terakhir ini.
"Ekspresinya keluarin!" teriak gue saat melihat Jasmine, lawan main Kenzo yang sekarang malah gak bisa mengeluarkan air matanya.
"Kasih obat mata dia Jeng," teriak gue pada Ajeng sang sekretaris.
"Mas... udah subuh Mas... lagian kalau gak jadi penutupan hari ini gak apa-apa kok santai..." Ajeng juga sekarang ikut menginterupsi, membuat gue jadi kesal.
Lama sekali gue diam, lalu saat memutuskan untuk break sepuluh menit, dan kembali lagi sampai syuting projek luar ini berakhir di tiga bulan dengan banyak dramanya, semua bertepuk tangan riuh.
Lalu setelahnya, seperti reward untuk seluruh Team Projek Luar Stuma, kita akan pesta di villa sebagai rasa syukur bahwa syuting sudah selesai.
"Mana hp gue?" tanya Dean saat gue sedang membereskan baju ke tas.
Beda dengan yang lain, gue dan Dean tidak mengikuti pesta itu full, hanya satu jam setelahnya pergi ke kamar.
"Pinjem. Pelit banget lo perasaan," kata gue pada Dean.
Dean menghela nafas. Dia menatap gue datar. "Lo kenapa sih Gar?"
"Apa?" tanya gue.
Gue sekarang sedang membuka ponsel Dean dan memasukkan uname dan juga password di kolom instagram untuk login.
Dean tidak menjawab. Dia hanya sesekali menggelengkan kepalanya melihat gue. Karena dia tahu, apa yang selanjutnya akan gue lakukan.
Iya.
Gue akan mabok, sendirian, sambil mainin hp Dean sampe nanti ketiduran.
Tolong siapapun katakan gue brengsek.
Gue bangsat.
Gue anjing.
Gue tolol karena disetiap harinya gue selalu memikirkan penyesalan gue tentang kejadian dua bulan lalu saat heboh-hebohnya tragedi Aureen dan Clarissa.
Satu minggu setelah dirawat, saat itu Aureen dijemput oleh Grisha dan Sania. Bahkan... dia tidak pamit dengan gue. Boro-boro. Lihat ke arah gue aja enggak.
Saat itu gue kalut. Gue hanya bisa menitipkan Aureen pada Grisha, yang saat itu pun menatap gue marah. Entah marah karena apa, gue pun gak mengerti dengan situasinya.
Bahkan Bayu aja... saat itu tidak melihat ke arah gue. Dia hanya fokus dengan kerjaan terakhirnya dan pulang keesokkan harinya.
Dua bulan berlalu begitu sangat cepat, terlampau cepat karena gue merasakan hidup seperti Gara yang dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reen
Teen Fiction(SELESAI) Tentang kehidupan manusia di muka bumi beserta kenangan manis pahitnya. [Hunrene Lokal] ©asreeysi, 2020.