Bagian XIV

1.4K 260 111
                                    

Gara.

"Mas Gara... boleh meluk gak?" tanyanya.

Kenapa sih harus izin? Batin gue meronta.

Gue gak mengindahkan keadaan kita yang sempit seperti ini. Di mobil, malam hari, dengan dinginnya AC yang menjadi saksi permintaan Aureen barusan.

Tanpa babibu, gue menarik kedua lengannya untuk gue letakkan dikedua sisi bahu gue. Lalu gue melingkarkan tangan tepat dibawah lengan Aureen yang memeluk gue erat.

Gue fikir meluk seseorang gak senyaman ini. Karena nyatanya selain Mami, gak ada lagi cewek yang bikin gue nyaman untuk meluk. Gak pernah gue meluk duluan cewek lain selain Aureen kayak gini.

Rambutnya harum banget, lebih harum dari parfum Aureen yang biasa mencuat dihidung gue. Beberapa kali pun gue hisap rambutnya sampai-sampai gue gak sadar bahwa sudah beberapa kali juga mengeratkan pelukan ini hingga badan Aureen terhuyung ke arah gue.

Gue suka Reen.

Gue suka meluk lo. Suka banget.

Dua minggu ini gue dan dia jarang bertemu, hanya sesekali bertukar kabar di chat, mengingat gue juga harus ke Bogor untuk satu minggu, dan minggu lainnya gue banyak rapat dengan leluhur di SE Entertainment.

Gue terkaget saat selesai rapat diluar, kantin perusahaan begitu sesak dan ramai.

Gue fikir acara labrak-labrakkan ala cewek cuman ada di drama korea yang sering ditonton Mami. Tapi ternyata enggak.

Dan... PLAK!

"Aureen!" refleks gue saat melihat Aureen menampar Clarissa.

Gue melangkah maju dan menarik Clarissa saat tahu cewek itu ingin membalas. Gue sangat tahu masalahnya apa disini. Karena kemarin pun Arkan mabok habis-habisan. Memangnya kalau bukan gara-gara Grisha kenapa Arkan sampai segitunya?

"Lo... lo kenapa sih Sa? Udah gue bilang bukan salah Aureen kan?!" bentak Arkan saat gue, Clarissa, Arkan, Dean, dan Pak Dimas ada diruangan CEO Stuma itu.

Clarissa tampak berwajah marah, dia sesekali menghapus air matanya kasar. "Dia yang nampar gue Kan, bukan gue!" teriak Clarissa histeris.

Gue gak peduli dengan keadaan Clarissa sekarang saat Bayu berlarian menghampiri. Dia berkata maaf dan katanya dia sudah menegur Aureen dan Kinan. Loh kenapa ada Kinan?

            "Boleh meluk gak, Reen?" tanya gue saat tangan gue masih bertengger manis dilengannya yang luka sehabis mendengarkan penjelasan Aureen yang untungnya, membuat gue tenang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Boleh meluk gak, Reen?" tanya gue saat tangan gue masih bertengger manis dilengannya yang luka sehabis mendengarkan penjelasan Aureen yang untungnya, membuat gue tenang. Karena gue pun gak mungkin percaya kalau Aureen duluan yang nampar Clarissa tanpa alasan.

Aureen diam. Kali ini dia bukan Aureen yang gue kenal. Persis seperti Ena yang dulu. Benar-benar definisi dejavu. Karena setiap hari ekspresi Ena juga dulu gitu... bingung, takut, kadang marah... gue gak ngerti.

ReenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang