Bagian XXXVIII

1.3K 226 303
                                    

Gara.

"Saya kecewa dengan kamu Gara," ucap seorang lelaki paruh baya kisaran umur 50an itu. Namanya Pak Ari. Direktur SE Entertainment yang sekarang duduk dihadapan gue... dan Kenzo.

Iya. Cowok brengsek itu pun ada disini.

"Saya kelepasan Pak."

"Saya gak mau tahu alesan kalian berantem kayak gitu, sampe-sampe membuat seluruh karyawan seisi gedung jadi gaduh seperti tadi," ucapnya memotong ucapan gue.

"Salah saya Pak," ucap Kenzo.

"Saya gak bicara dengan kamu Kenzo." Bantahnya langsung sambil melihat ke arah gue lurus. "Kamu jangan mentang-mentang udah jadi CEO, bisa seenaknya kayak gini Gara?" katanya lagi melanjutkan membuat gue menatapnya lurus.

Gue diam, karena memang gue salah kan?

Gue bukan tipe yang akan membantah, bila memang kesalahannya ada pada gue.

"Kamu gak masuk satu minggu ini, Saya masih mentoleransi kamu, tapi ini... sudah satu minggu gak masuk dan apa?" tanyanya sarkas lalu membuat pergerakan menjadi duduk tegak karena sedari tadi dia menyender di kursi kebesarannya.

"Saya salah," ucap gue akhirnya.

"Memang kan?" tanyanya dengan nada sarkas lagi membuat gue diam.

"Kamu masih hargain saya sebagai Direktur?" lanjutnya membuat gue yang tadinya menunduk langsung menatapnya lagi, melihat raut wajah Pak Ari yang tidak bersahabat itu.

"Gara. Saya kasih kamu kesempatan buat benerin Stuma yang lagi turun itu. Saya gak mau ikut campur apapun masalah ini dan itu, yang penting bagi saya, Stuma kembali lagi reputasinya ke awal."

"Baik Pak," jawab gue patuh.

"Saya kasih waktu 2 bulan, kalau projek Jogja gagal, kamu Saya pecat."

Perkataan Pak Ari itu membuat gue menatapnya lurus. Menghela nafas lalu mengangguk pasrah dan meninggalkan ruangannya dengan bahu gue yang terasa berat.

Iya... berat banget rasanya untuk gue barang melangkah ke pintu lift dan kembali ke kantor Stuma dibawah.

Sekarang bahkan gak satu dua orang yang menatap gue, hampir semuanya, seolah gue adalah makhluk paling aneh yang lagi jalan sempoyongan di kantor SE ini.

Gue tidak mengindahkan semua itu, apalagi tatapan Kenzo yang tadi sempat gue lihat.

Gak tahu dia ngeliatin gue gimana, gue gak pinter baca ekspresi.

Tapi saat gue masuk ke lift lalu membalikan arah menatap Kenzo yang menatap gue dari jauh sana, cowok itu tampak frustasi.

Gak tahu dia frustasi karena apa.

Karena yang gue tahu, gue pun begitu.

"Gar?" panggil seseorang saat gue tiba di kantor Stuma, di lantai team gue, dengan tatapan banyak orang yang menatap gue.

"Aureen mana?" tanya gue kepada Bayu yang barusan menyapa.

"Di ruangan lo," jawabnya membuat gue mengangguk dan melanjutkan jalan ke ruangan, mencari sosok itu.

Mencari Aureen.

Mencari sosok yang selalu bisa membuat gue tenang.

"Mas Gara..." panggilnya saat melihat gue masuk ke ruangan.

ReenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang