Bagian XLIX

1.5K 207 183
                                    

Aureen.

"Maybe we've got it all wrong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maybe we've got it all wrong. Maybe the right person isn't the one who agrees with everything that we say or tell us tiny white lies to make us feel better about ourselves, but rather – the right person is the one who is brutally honest and raw." –CW

Sejak kecil, gue adalah seorang Aureen yang hidup dengan segala kelebihan.

Gue makan tinggal makan.

Gue tidur tinggal tidur.

Gue sekolah tinggal sekolah.

Gue selalu hidup berkecukupan.

Tapi kenapa gue selalu merasa ada yang kurang?

Kenapa bisa-bisanya gue selalu merasa sendirian di saat semua kebutuhan gue tercukupi dengan baik?

Kenapa bisa-bisanya gue selalu merasa sedih setiap orang lain pulang sekolah dengan tawa candanya lalu berlarian untuk sekedar kejar-kejaran?

Apa karena mereka gak main dengan gue?

Atau karena mereka punya sandaran dan teman yang banyak dan itu... yang membuat gue sedih?

Padahal gue gak tahu gimana mereka. Gue hanya men-judge by the cover karena mereka yang selalu tertawa itu tanpa tahu mungkin mereka kalau mau beli mainan harus nabung dulu.

Mungkin mereka gak bisa selalu ke mall dan restaurant hanya karena gabut seperti gue.

Mungkin mereka perlu bekerja dengan keras hanya untuk beli buku LKS dan buku paket.

Karena yang gue tahu... tidak semua orang bisa seberuntung gue. Tidak semua orang yang pulang sekolah dengan canda tawanya itu bisa membeli paket lengkap buku ensiklopedia tentang dinosaurus dan tentang alam.

Boro-boro itu... untuk beli buku LKS dan buku paket pun mereka perlu waktu untuk bilang ke orang tuanya di saat hari pertama sekolah, buku gue sudah lengkap dan tersusun rapi dengan plastik bukunya yang sudah dipakaikan oleh Ibu.

Gue ini kenapa... kok gue gak bersyukur punya hidup berkecukupan?

Gue ini... gak harus merengek untuk membeli mainan baru.

Gak harus nangis-nangis dan belajar all over night untuk gue masuk ranking 3 besar di sekolah.

Gue jarang se-berjuang itu sejak dulu.

Gue hanya Aureen dengan segala bentuk kecukupan yang gue miliki.

Gak kayak orang-orang yang kadang kalau minta sesuatu harus ada perjuangannya dulu baru mereka bisa mendapatkan sesuatu itu.

Dan ketika gue tidak merasa sedih lagi, gue baru sadar kalau ternyata bukan sesuatu seperti barang, atau benda mati apapun itu yang gue inginkan seperti mereka.

ReenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang