Gara.
Gue gak tahu apa yang terjadi saat Dean tiba-tiba berlari menghampiri gue yang sedang berdiskusi dengan Kenzo dan para pemain lain dilokasi yang berada tepat diluar villa. Gue gak akan percaya kalau sekarang Bayu yang sedang menghampiri gue. Tapi ini Dean, bukan Bayu.
"Aureen... berantem sama Clarissa, Gar," ucapnya membuat gue langsung berdiri dan meninggalkan semua orang.
Bisa gue dengar semuanya tampak riuh melihat ke arah kamar yang gue tahu, itu tempat Aureen tidur, karena malam kemarin gue mengantarnya sampai depan kamar. Saat gue melihat Arkan yang sedang memeluk Clarissa, gue meminta penjelasan atasnya.
"Ada apa rame-rame disini? Bubar!" pinta gue teriak. Gue gak tahu semenjak kapan gue tiba-tiba emosi.
Teriakkan gue itu membuat semuanya langsung keluar dari kamar ini. Membuat Arkan juga melihat ke arah gue kaget. Dari pandangannya, dia seperti ingin menjelaskan sesuatu. Namun gak gue indahkan karena bukan dia yang gue cari.
"Aureen mana?" tanya gue gusar kepada Clarissa. Cewek itu masih memeluk Arkan erat. "DIMANA AUREEN!" bentak gue kepada Clarissa keras.
Kalau orang mengenal gue dengan sebutan Sutradara yang tegas, itu berarti fakta. Tapi kalau orang lain menyebut gue pemarah, itu karena gue sudah tidak tahan dengan situasinya.
Saat gue mendengar suara Bayu yang menghampiri sambil berlari, dia mendekat ke arah gue. "Didalem, Aureen didalem," katanya menunjuk toilet.
Gue pun menggedor toilet yang ternyata terdengar suara keran berbunyi. Butuh beberapa menit saat Aureen keluar dengan wajah datarnya. Ia terlihat memasang wajah biasa, namun... dimata gue, dia sedang menyembunyikan sesuatu.
"Lo gak apa-apa?" bisik gue memegang kedua bahunya.
Aureen dengan segala diamnya itu belom melihat ke arah gue. Tatapannya tertuju ke Clarissa yang masih memeluk Arkan. "Dia yang mulai Mas.." bisiknya kepada gue. Matanya berkaca-kaca menyiratkan kemarahan. Gue benar-benar benci melihat Aureen seperti ini.
"Reen?" panggil Bayu disebelah gue.
Sebelum Aureen benar-benar menjawab Bayu, gue membawa tangan gue untuk menghapus air mata Aureen lalu mengusap kedua pipinya yang memerah. Setelahnya gue membiarkan Aureen untuk berbincang dengan Bayu.
Persetan dia cewek atau bukan, karena sekarang gue menarik Clarissa menjauh dari kamar. Bisa gue dengar suara Arkan yang menyusul kita.
Clarissa menghempaskan tangannya saat gue mengajak dia ke halaman belakang yang sepi. "Lepas Gara!" teriaknya frustasi.
Gue membalikkan arah, menghembuskan nafas pelan... karena yang jadi lawan gue sekarang adalah cewek. "Lo.. ada masalah apa sama Aureen?" tanya gue.
"Dia yang mulai Gar!" teriak Clarissa lagi.
"Jujur atau gue pulangin lo ke Jakarta!" Tegas gue.
Karena Clarissa, memang harus diperlakukan seperti ini. Agar menuruti apa yang kita minta.
"Dia narik baju gue Gara, gue gak bohong!"
"Gue gak peduli ini salah siapa!" bentak gue sekali lagi dengan menghela nafas sebentar.
"Tapi gue tanya, lo, punya masalah apa sama Aureen?!" lanjut gue terbata, sesungguhnya gue udah gak kuat harus meladeni Clarissa yang seperti ini. Pasalnya ini bukan pertama kali Clarissa kayak gini disetiap projek. Dia pasti aja selalu bikin masalah.
Saat suara Arkan terdengar, gue mendengus kesal. Karena Clarissa sekarang menghampiri Arkan. Dia cari pembelaan, seperti biasa.
"Gar..." sapaan Arkan tidak gue dengar karena gue sudah memutuskan meninggalkan keduanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Reen
Fiksi Remaja(SELESAI) Tentang kehidupan manusia di muka bumi beserta kenangan manis pahitnya. [Hunrene Lokal] ©asreeysi, 2020.