Bagian XXXI

1.4K 242 322
                                    

Aureen.

Recovering is important, but it is not permanent.

Healing is essential, because it lasts forever.

Kalau orang tanya, lo pilih mana diantara recovering dan healing?

Maka gue akan jawab yang kedua, iya... healing.

Recovering means that you are still trying to be someone you used to be, while healing means that you are stepping into someone entirely new.

Saat merasakan bagaimana sosok Gara yang memeluk gue tanpa hentinya, mendengar suara tangisnya yang selalu ngilu jika didengar, merasakan bagaimana hangat tubuhnya setiap dia berangsur untuk memeluk gue lebih erat, rasanya semua kesakitan gue ini hancur melebur.

Gue tidak ingin menyembuhkan diri hanya karena luka lagi rasanya, gue hanya ingin sembuh total. Sembuh dan menjadi sosok Aureen yang baru. Bukan sosok Aureen yang sembuh dari sakitnya selama ini tapi masih hidup dengan kenangan lamanya.

Sembuh untuk bisa hidup... dengan sosok Gara yang bisa gue rasakan bagaimana dia yang membutuhkan gue dari tatapannya yang menghangat.

Bagaimana tubuhnya yang selalu merespon, bagaimana dia yang diam dan tak berkutik disaat gue fikir dia sudah selesai dengan tangisannya.

Karena gue fikir... selama ini, gue butuh seseorang, tanpa tahu kalau mungkin gue pun dibutuhkan oleh orang lain.

"Kok diem?" tanya gue mengingat sekarang Gara malah diam, sambil kepalanya masih setia diatas bahu gue.

"Pegel," jawabnya parau.

"Iya... sama," jawab gue.

Kali ini Gara melepaskan tubuhnya untuk menjauh dari gue. Menatap langsung ke kedua mata gue lalu berucap, "Kok gue nangis?"

Gue diam, menatap balik gimana tatapan Gara yang memang selalu mengintimidasi itu.

"Emang gak boleh nangis ya?" tanya gue dengan menggapai pipi kanannya yang merah lalu mengusapnya sebentar.

"Masa cowok nangis," dia kini menegakkan tubuh sembari melepaskan pelukannya dan membenarkan jaketnya yang kusut karena daritadi peluk-pelukin gue.

"Bayi cowok juga kan nangis waktu lahir, justru kalau gak nangis nanti bahaya?"

"Gue kan udah gede bukan bayi," jawabnya membuat gue tersenyum kecil.

"Kok Aureen... nangis?" tanyanya tiba-tiba.

Gue diam sambil merasakan pipi gue yang memang basah karena ikut menangis barusan. "Bayi cewek juga nangis waktu lahir, jadi... gue juga gak apa-apa kalau nangis... kayaknya..." ucap gue dengan tarikan nafas beberapa kali mengingat orang didepan gue ini kalau liatin gak nyantai.

Suka bikin hati gak karuan.

Huhu tajem banget tatapannya.

"Waktu itu juga lo ikut nangis waktu gue nangis," jawabnya yang gak pernah gue duga.

Gue menahan senyum gue ini saat melihat bagaimana wajah Gara yang mulai berangsur santai.

Ini... Ketua Stuma yang tegas udah nangis kedua kalinya dihadapan gue loh?

Sampai-sampai tanpa tahu, membuat hati gue berangsur menghangat menatapnya.

"Wajar kok nangis, semua manusia juga berhak buat nangis," kata gue membuat Gara diam menatap kedua mata gue ini lurus.

ReenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang