Bagian XIX

1.4K 249 118
                                    

Aureen.

Sebenarnya bukan tanpa sebab kenapa gue malam-malam memutuskan untuk tidur dimobilnya Gara. Well, belom apa-apa, baru saja gue selesai evaluasi dengan para pemain dan Bayu, gue mendapati Clarissa melihat ke arah gue dengan sebegitu tidak enaknya. 

Tahu gak sih... kayak diliatin bahwa lo tuh... najis?

Sejak pertengkaran dengannya tadi pagi, gue jadi jarang bicara pada siapa-siapa kecuali Bayu. Tentu, dia adalah partner gue satu-satunya diprojek sekarang.

Tapi saat gue merasakan bahwa gue gak sendirian. Gue juga sekarang punya seseorang yang habis ngerokok itu duduk disebelah gue sambil berwajah datar. "Udah?" tanyanya.

Gara. Bukanlah seseorang yang akan bertanya apakah gue baik-baik saja atau tidak. Tapi entah sejak kapan, dengan keberadaannya saja sudah membuat gue membaik.

Gue mengangguk sembari menutup laptop yang sudah selesai dipakai, lalu menyimpannya dibelakang sembari membawa bantal yang sekarang sudah gue peluk.

Gue melihat Gara yang menutup telefonnya, bahkan terlihat jelas di ponselnya bahwa dia habis telefon Maminya.

Lucu juga mengingat orang-orang mengenali Gara sebagai Sutradara dan Ketua Team Stuma yang tegas, padahal dia ini sebenarnya hanya anak bungsu yang selalu mengkhawatirkan keluarganya.

Gue bahkan gak pernah membayangkan kalau seseorang yang sekarang menggapai tangan gue itu adalah seorang Sagara Gauri Pratama. "Kenapa liat-liat?" tanyanya.

Gue mengangkat kedua bahu gue acuh lalu membenarkan letak duduk gue menjadi menyamping –menyebabkan gue dan dia sekarang berhadapan. "Mas Gara katanya ngantuk," ucap gue.

"Emang."

"Trus?"

"Ya gimana gue mau ngantuk lo nya liatin gitu," ucapnya jujur. Rasanya gue ingin tersenyum, tapi enggak. Mending ditahan. Soalnya semakin kenal Gara, semakin juga tahu kalau dia ini ada sisi jahilnya juga. "Kenapa mau tidur dimobil?" tanyanya.

Gue terpejam sebentar dan membuka mata lagi sebelum menjelaskan. "Soalnya lagi gak mau baku hantam," jawab gue asal.

Jawaban gue itu dibalas dengan tawa renyah Gara. "Sekarang Aureen berubah jadi tukang berantem ya?" katanya bercanda.

Gue hanya mengedikkan bahu acuh dan merapatkan tangan gue kepada tangannya yang besar. "Mas Gara tahu gak?" tanya gue.

Gara mengangkat alisnya tanda menunggu gue bicara, "Gue sekarang udah gak banding-bandingin lagi Mas Gara... sama Raka," jujur gue.

Dia tersenyum kecil dengan mata yang menatap gue. "Emang dia ganteng juga ya kayak gue?"

"Emang Mas Gara ganteng?" 

"Idih, gak akan tuh cewek-cewek disana ngantri kalau guenya gak ganteng."

"Tapi gue enggak," jawab gue usil. Emangnya dia doang yang bisa?

"Emang sekarang lagi gak ngantri?" tanyanya.

"Emang sekarang ada cewek selain gue yang deket sama Mas Gara?" jawab gue langsung.

"Oh... Aureen ini lagi deket sama Mas Gara gitu?"

Skakmat. Mau bagaimanapun keusilan gue, ternyata dia selalu menang. Buktinya sekarang gue gak menjawab dan menatapnya kesal.

ReenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang