Bagian XVI

1.3K 240 97
                                    

Gara.

Tanpa gue sadari, sebulan lamanya mengenal Aureen cukup membuat hari-hari gue lebih berwarna. Nyet, alay banget. Tapi sumpah. Biasanya pikiran gue hanya fokus pada Mami, lalu kerjaan. Tapi sekarang enggak. Apalagi waktu gue mendapati Aureen sudah membuka dirinya untuk gue.

Di setiap malam, selalu ada yang menanyakan apakah gue sudah sampai dirumah atau belom. Apakah gue sudah tidur atau belom. Atau sekedar menanyakan hari gue gimana.

Selama dua puluh enam tahun hidup di dunia. Gue gak pernah ada yang nanyain, Gar, hidup lo hari ini gimana?

Gak. Gak pernah satu orang pun ada yang bertanya seperti itu, disaat hari pertama gue tiba dengan Team gue dilokasi, malam harinya Aureen bertanya, "Mas, hari ini gimana? Baik-baik aja?"

Tuhan. Tolong kalau ada masjid didekat sini, tolong biarin gue teriak di toa masjidnya, karena sumpah. Rasanya gue pengen nyamperin dan meluk cewek itu sekarang. Gemes banget nanyain hari gue gimana? Gak tahu apa ya gue jadi senyum-senyum najis kayak anak SMA gini tiap mikirin dia?

"Lo gila?" sapaan hangat dari seorang Dean di keesokan paginya. Gue yang masih setengah dialam bawah sadar ini menatap Dean malas.

"Hari apa nih?" tanya gue.

Dean mengernyit melihat gue. "Selasa, ngapa lo tanya-tanya hari?"

Kalau dia bukan Dean mungkin jawaban gue bisa nyeleweng, maksudnya si Dean kalau nanya emang suka gak basa-basi dan ujungnya bikin gue kesel.

"Besok lama banget," kata gue bangun.

Dean mengernyit lagi, dia seperti menunggu kalimat gue selanjutnya. "Emang kenapa?"

"Enggak sih, kok gue kayak sepi gitu gak ada si Bayu?"

Dean terbatuk kali ini, menatap dengan wajahnya yang datar. "Lo nungguin Bayu apa partnernya?"

Apaan... enak aja Aureen dipanggil partner Bayu?!

Gue tidak menjawab perkataannya yang ngeselin dan membuat Dean hanya tersenyum miring saat menyadari Arkan datang menghampiri.

Gue tahu betul bagaimana Arkan yang pagi ini sudah datang ke kamar gue dan Dean. Dia bahkan masih berwajah kusut karena baru bangun tidur. "Bagi rokok," katanya padahal tangannya sudah menggapai rokok gue dimeja.

Kalau mengira Dean gak ngerokok, tentu salah. Dia juga perokok. Buktinya sekarang dia sudah membuka jendela kamar dan ikut menyalakan rokok pertamanya dipagi hari.

"Hahhh, anjing, gue kebiasaan banget tiap pagi liat notif." Tiba-tiba Arkan bersuara, membuat gue dan Dean yang tadinya sedang asyik ngerokok ngeliat dia. "Gue suka lupa kalau udah jadi mantan Grisha," lanjutnya.

"Kan," ucap Dean meninterupsi.

"Paan," jawab Arkan.

"Lo tahu gak sih... toxic relationship yang lagi gempar-gemparnya sekarang?" tanya Dean tiba-tiba. Tadinya, gue pun gak berniat untuk mendengarkan, tapi karena Dean sepertinya sedang ingin mengeluarkan pendapatnya, gue jadi peduli dan memutuskan untuk menunggu Dean melanjutkan perkataannya. "Elo dan Grisha, maupun Clarissa kayak gitu," jawabnya dalam satu tarikan nafas.

"Gue gak ngerti," ucap gue.

"Gue gak ngomong sama lo," kata Dean. Sialan si bajingan ini.

ReenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang