Bagian XII

1.4K 248 58
                                    

Gara.

Kayaknya gue kesurupan. Adalah pikiran gue saat semenjak selesai pertengkaran dengan Ena dipagi hari. Saat gue sampai dikantor mendapati Arkan sedang ngobrol berdua di parkiran dengan Clarissa, gue gak memperdulikan itu. Gue gak tahu mereka lagi ngapain, karena saat gue sudah berdiri tegak di lift, Clarissa tidak mengikuti Arkan, dia pergi meninggalkan parkiran.

Saat itu, gue gak tahu apa yang membuat pikiran gue kalut. Karena saat rapat, gue terus menerus mengingat kejadian Arkan berciuman dengan Clarissa. Iya. Kampret banget si anjing. Udah dia puas sama Grisha yang katanya saat Aureen gak ada dia berduaan terus di apartment, terus dia juga dapet dari Clarissa.

Enggak. Tenang aja, gue gak syirik. Gila aja lo. Gue gini-gini gak suka plinplan alias punya dua kemungkinan antara milih cewek ini dan cewek itu seperti Arkan.

Gimana sih... selama dua puluh enam tahun hidup aja, gue jarang pacaran, mentok-mentok paling lama dua bulan. Udah. Beres. Gak ada apa-apa lagi. Dari dulu gue emang selalu sibuk dengan diri gue dan keluarga. Apalagi sekarang, udah masuk ke kerjaan, hidup gue jadi bertambah menjadi selalu mengutamakan kerjaan.

Gue sangat sadar saat bagaimana mengajak Aureen untuk ke rumah. Benar-benar sadar tanpa haluan apapun. Mungkin, mungkin semenjak dia yang gak mau lagi membicarakan Om Tama kemarin, gue tiba-tiba jadi peka. Bukan lagi sekedar ingin tahu mengenai Aureen dan Raka... bahkan gue baru ngeuh, kalau gue mengajak ke tempat sate yang kata Kinan itu langganannya Aureen dan siapa? Mantannya?

Sekarang, gue bahkan mulai gak peduli. Entah itu Raka siapanya Aureen. Entah itu Aureen dengan panggilan Jejenya. Karena bagi gue, dia adalah Aureen, yang sangat membuat gue penasaran tiap melihatnya.

Mungkin juga karena gue tidak terbiasa untuk mencampuri urusan orang lain. Apalagi urusan seorang cewek. Itu bukan tipe gue, lagian dari dulu keseharian gue pun mengurusi cewek-cewek gue dirumah. Iya, maksudnya Mami, Kak Ira, dan Ena. Jadinya saat gue mencoba untuk peduli ke yang lain, gue jadi aneh sendiri.

Atau mungkin, karena gue sekarang sudah tahu.

Raka adalah mantannya Aureen yang meninggal, dan tempat sate itu... langganannya mereka.

Keesokan harinya gue mendapati Bayu yang misuh-misuh, dia sedang diruangan Dean yang tepat disebelah ruangan gue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keesokan harinya gue mendapati Bayu yang misuh-misuh, dia sedang diruangan Dean yang tepat disebelah ruangan gue. Katanya ada beberapa yang gak sinkron sama adegan kemarin waktu reading script. Saat gue baru mau beranjak ke luar ruangan, pintu gue itu sudah terbuka gamblang, menampilkan sosok Arkan yang satu hari kemarin membuat gue muak.

"Ngapain lo?" tanya gue datar.

Arkan menutup pintunya dan menghampiri gue dengan lesu. "Bagi rokok," katanya tanpa tahu malu.

Anjing.

Gue belom menyodorkan rokok aja ni cowok satu udah ngambil.

"Sorry Gar, gue kemarin gak professional," katanya. Gue menatap dia diam, karena gue tahu betul Arkan gimana, dia bukan orang yang tidak professional apalagi saat rapat projek besar seperti kemarin. "Nyokap gue sakit Gar," jelas Arkan lagi.

ReenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang