Perpisahan memang bukan hal yang diinginkan bagi setiap manusia, melepas kepergian seseorang adalah suatu hal yang cukup sulit. Namun keadaan yang memaksa akan hal itu terjadi, kita harus apa? Jawabannya adalah melepaskan dan merelakan, melupakan? T...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🌻
Jam sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi, tapi Gaiska masih saja bergulung di dalam selimut hangatnya itu, matanya seolah-olah enggan untuk terbuka. Hani terus saja mengetuk pintu kamar Gaiska untuk membangunkan putra tunggalnya itu.
"Gaiskaaaa baangunn!" teriak Hani dari luar kamar sembari mengetuk-ngetuk pintu.
"5 menit lagi Ma," jawabnya dengan suara khas orang bangun tidur dan tanpa membuka mata sedikitpun.
"Nanti kamu telat Ka, ini udah jam 6 loh!"
Mendengar seruan dari Hani, Gaiska langsung membuka matanya dan beranjak untuk membuka pintu. Setelah pintu terbuka, Gaiska langsung memeluk erat tubuh Hani.
"Iih lepas dong, kamu belum mandi," ucap Hani dan melonggarkan pelukannya.
"Makasih ya, Ma." Alis Hani saling bertaut, heran mendengar penuturan anaknya.
"Lebay! Udah ah sana mandi, siap-siap, terus sarapan."
"Siaap Ibu Negara," kata Gaiska sambil memberikan hormat kepada Hani.
"Oh iya, sebenernya ini masih jam setengah enam, sih." Hani tersenyum jahil melihat ekspresi putranya yang melihat dirinya dengan tatapan memincing.
Merasa kesal dengan ulah Hani, Gaiska kembali masuk ke kamarnya dan menutup pintu, meninggalkan Hani yang masih berdiri di depan pintu sembari tertawa dengan puas melihat tingkah anak laki-lakinya.
Selesai sarapan, Gaiska langsung berangkat ke sekolah. Sebelumnya, Gaiska harus menjemput Tania dahulu.
"Tumben, kamu jam segini baru jemput aku," ucap Tania seraya meraih helm yang diberikan oleh Gaiska.
"Telat bangun tadi."
"Ooh gitu, udah yuk berangkat."
Sesampainya di sekolah, Gaiska memarkirkan motornya di tempat biasa. Tumben sekali teman-temannya tidak nongkrong di parkiran, biasanya mereka akan menunggu Gaiska datang.
"Tumben banget temen-temen kamu duluan," kata Tania.
"Biarin aja, yuk aku anter kamu ke kelas."
"Yuk!"
Mereka berjalan beriringan sambil bergandengan tangan. Banyak pasang mata yang iri karena melihat mereka, sebab di mata para siswa-siswi SMAN 5 mereka berdua adalah pasangan yang sangat serasi sekali, yang perempuan cantik dan yang laki-laki ganteng.
"Duh, Kak Gaiska ganteng banget parah!"
"Kak Gaiska, boleh dong aku jadi pacar kedua Kakak!"