Perpisahan memang bukan hal yang diinginkan bagi setiap manusia, melepas kepergian seseorang adalah suatu hal yang cukup sulit. Namun keadaan yang memaksa akan hal itu terjadi, kita harus apa? Jawabannya adalah melepaskan dan merelakan, melupakan? T...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🌻
Minggu pagi yang cerah, matahari tidak malu-malu menampakkan wujudnya. Saat ini, jam baru menunjukkan pukul tujuh lewat delapan menit, biasanya Leoni masih berada di alam bawah sadarnya, namun siapa sangka, sekarang ia sudah rapi entah akan pergi kemana anak itu.
Leoni mengambil tas salempang juga mengambil sendal jepit miliknya, menutup pintu serta menguncinya lalu ia menuruni tangga dan menghampiri Farah dan Arya.
"Watsap bro and sist, selamat pagi." Leoni mendudukkan tubuhnya pada kursi meja makan, menaruh sendal serta tas di atasnya, berdampingan dengan piring. Ayahnya yang tengah mengerjakan sesuatu di laptop pun menyudahi aktifitasnya itu karena kehadiran sang anak.
"Pagi," jawab Arya dan Farah berbarengan.
"Mau kemana kamu? Tumben masih pagi udah rapi," tanya Farah sembari menyajikan sarapan yang beliau buat.
"Main Bu ke rumah Celine, sama si Dindin," katanya, sambil menyendokkan nasi ke piring.
"Dindin? Laki-laki?" Tanya Arya penasaran, sebab ia tak tau siapa itu Dindin.
"Itu loh Ayah, tetangga sebelah kita."
"Diana maksud kamu?" Tanya Farah memastikan.
"Betul betul betul."
"Nama orang kamu ubah-ubah," ujar Arya.
"Gak papa biar keren, udah ah Leoni mau berangkat dulu." Ia berdiri mencium tangan kedua orang tuanya, lalu mengambil sendal dan tas yang masih tergeletak di atas meja makan.
"Nggak dihabisin sarapannya?" tanya Farah.
"Nggak, Bu. Udah kenyang."
"Ya udah, hati-hati dijalan ya Nak, bilang Diana bawa motornya pelan-pelan aja," perintah Farah.
"Iya, assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam." Lalu Leoni segera menghampiri Diana di rumahnya.
"Naaa," panggil Leoni dari luar rumah Diana.
"Iya." Pintu terbuka menampilkan sosok Diana yang sudah rapi, sembari mengeluarkan motornya.
"Gantian kek lo yang bawa motor nih!" kata Diana dengan nada kesal namun sebetulnya ia hanya bercanda.
"Oke, tujuannya ke rahmatullah ya, mari kita coba," ucap Leoni hendak mengambil alih menyetir motor.
"Heh! Jangan ngadi-ngadi, gue masih muda, masih kelas sebelas, masih belum cantik, masih jomblo, masih banyak dosa. Kalo mau mati, duluan aja jangan ajak-ajak gue ya, Le."