4.

1.9K 134 0
                                        

"Intan!"

Intan refleks menarik rem sepedanya saat ada yang memanggilnya dari belakang. Menoleh ke belakang-- ternyata temannya yang sedang lari pagi. "Apa?"

"Buru-buru banget, mau kemana sih? Oh! Jangan-jangan setelah merantau di kota orang, tanpa sepengetahuan gue, ternyata lu lagi sibuk mencalonkan diri jadi Bupati ya!?" tanya Wahyu penuh curiga.

"Tebakan lu salah besar karena gue sama sekali nggak tertarik buat masuk ke dalam dunia Politik."

"Chk! Kalau bener juga gue dukung, lagian kerja di dunia Politik nggak terlalu rendah kok, yang ada bagus! Denger ya, kalau lu mau nyoba hal baru atau hal yang nggak lu suka atau hal yang belum lu kuasai itu bagus.. artinya, lu berani untuk meng-upgrade diri!"

"Bodoamat! Gue tetep nggak tertarik mau sebagus atau seburuk apapun karena apa? Karena masalah hidup gue aja gue pusing, gimana sama masalah negara, bisa-bisa mati muda gue! Lebih baik.. lu aja yang kerja disana, lumayan buat tambah-tambah list orang dalam di hidup gue."

"Gue sih mau aja tapi dengan satu syarat. Kakak lu harus mau nikah sama gue, setelah itu gue akan berusaha buat kerja di tempat idaman dan kebanggaan orang tua, mertua sama istri tentunya."

"Halal, itu penting."

"Semua pekerjaan itu dihalalkan cuma cara kerjanya yang terkadang berbeda."

"Sama aja! Males ah ngobrol sama lu, nggak ada habisnya, capek gue! Sekarang gue mau pergi, karena lu, gue jadi telat mau ketemu sama calon suami gue."

"Gayanya.. pacar aja nggak punya gimana sama calon suami? Ngelawak lu!"

"Berisik."

***

Akbar terlihat seperti tidak ingin di ganggu---duduk, berdiri, duduk, lalu berdiri lagi, Pak Rete sebagai pemilik rumah jadi ikut khawatir melihat hal tersebut. Bagaimana tidak, orang yang sedang mereka tunggu kedatangannya belum juga sampai, Akbar sudah sangat bosan sekaligus kesal karena terus menunggu!

Intan berhenti lalu turun dari sepedanya, tidak lupa menstandarnya, diam sejenak untuk menghela napas pajang kemudian menghampiri rumah Pak Rete.

Akbar langsung beranjak, lalu bersedekap dada, tidak lupa dengan tatapannya yang sangat tajam pada Intan, siap menerkam. "Lambat dan saya tidak suka hal itu. Ingat, waktu adalah uang dan setiap waktu yang saya keluarkan sangatlah berharga, tapi gara-gara kamu, jadi terbuang sia-sia!"

"Kenapa nggak janjian dulu dari kemarin 'kan kemarin kita ketemu, mana ngabarinnya pagi banget pas gue lagi tidur, gue nggak ada persiapan jadi wajar aja gue datang telat."

"Jadi orang jangan malas, buang kebiasaan buruk kamu itu, bangun pagi itu bagus terutama untuk kesehatan."

Pak Rete hanya bisa diam saja saat melihat sepasang manusia sedang berdebat, terlihat tidak ada yang ingin mengalah. Dia hanya bisa berharap dan berdo'a, agar perdebatan mereka cepat selesai.

Intan hanya menganguk. Bukan berarti dia kalah tapi sedang malas untuk adu mulut apalagi karena masalah sepele, membuang-buang waktu saja. "Rencana hari ini?"

"Saya mau jalan-jalan."

Intan mengernyit bingug. "Terus hubungannya sama gue apa? Lu mau jalan-jalan ya jalan aja kenapa harus bilang ke gue? Gue 'kan bukan istri lu---Oh! Lu mau minta uang?"

"Kamu lupa? Kalau begitu saya ingatkan lagi, kamu itu sekarang jadi tour guide saya selama disini dan kamu sendiri sudah menyetujui hal tersebut, paham?"

AKBAR INTAN |End & Proses Revisi|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang