17.

918 66 0
                                    

Plak!

Irgi dan Ahmad langsung menunduk saat melihat kejadian tersebut, itu pasti sangat sakit, ingin membantu tapi membantu apa? Mereka berdua juga tidak bisa berbuat apa-apa selain diam karena itu yang paling aman untuk mereka, jangan ikut campur disaat-saat seperti ini atau tidak, mereka akan ikut mendapatkan masalah.

Salawiyah mencengkram kuat kerah kemaja Akbar tapi Akbar sendiri diam saja---tidak memberontak, "Karena perbuatan kamu itu, perusahaan Ayah yang jadi sasarannya!"

"Saham perusahaan langsung anjlok, para investor dan penyuntik dana membatalkan kerja sama, itu semua karena kamu!"

"Apa untungnya sih buat kamu menyadap pembicaraan mereka, huh? Tidak ada 'kan? Tidak ada!" Salawiyah melepaskan cengkramannya begitu kasar lalu berkacak pinggang, Akbar sendiri merapihkan kerahnya yang sedikit longgar.


"Sekarang apa yang akan kamu lakukan lagi? Ayah ingin tau."

"Aku tidak tau," ucap Akbar

Salawiyah langsung menatap Akbar penuh tanya, apa putranya ini lupa gadis yang disukai dia itu siapa?

"Kamu ini bagaimana, orang yang kamu sukai itu sudah pasti selalu diawasi dan dijaga. Apalagi kesan pertama kamu sama dia nggak baik. Maka dari itu, kamu harus buat rencana awal dulu, jangan langsung dilakukan tanpa ada persiapan!"

"Tentang kejadian kemarin---itu semua sama sekali tidak direncanakan, aku melihatnya secara tidak sengaja jadi karena aku penasaran, akhirnya aku memutuskan untuk mengawasi mereka dari kejauhan, lalu aku terpikirkan sesuatu kemudian meminta Irgi untuk membeli alat penyadap suara agar aku bisa tau apa yang sedang mereka bicarakan, itu saja" ucap Akbar menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi agar Ayahnya itu berhenti untuk terus menyalahkan dirinya.

Salawiyah kembali duduk di tempatnya, menatap Akbar begitu mengintimidasi, "Lalu kenapa kamu menyadap pembicaraan mereka?"

"Aku hanya ingin tau apa yang sedang mereka bicarakan, siapa tau dari sana aku bisa mendapatkan informasi lebih dalam tentang mereka,"

Salawiyah mengusap wajahnya pelan, "Coba saja kamu hanya mengawasi mereka, pasti tidak akan seperti ini. Kamu harus tau, Chen itu memiliki alat yang sangat sensitif dengan benda yang berbau mata-mata itupun dari jarak dekat, alat penyadap kamu itu pasti terlalu dekat sampai terdeteksi oleh alatnya,"

"Tapi benda itu sangat kecil, bahkan sulit terlihat" timpal Akbar

Salawiyah langsung menoleh pada Irgi, Irgi yang merasa diperhatikan seketika gugup."Irgi? Kau mendapatkan alat tersebut dari mana karena tidak mungkin 'kan kau selalu membawanya kemanapun kau pergi?"

Irgi langsung mendongak, "Saya mendapatkan benda tersebut dari sebuah situs online shop rahasia, Tuan"

"Berapa harganya dan merk apa?"

"Sekitar ratusan juta dengan merk bernama Less, Tuan"

Salawiyah kembali mengusap pelan wajahnya, "Pantas saja, sudah jaraknya terlalu dekat ditambah kau membeli barang buatan perusahaannya sendiri, itu sudah pasti akan semakin mempermudah untuknya mengetahui keberadaan barang tersebut,"

Akbar terlihat bingung

"Alat penyadap kalian itu diproduksi oleh perusahaan milik saudari dari gadis yang kau sukai itu. Mau itu kecil, besar, sedang, kalau jaraknya cukup dekat dengan alat pendeteksi.. percuma saja apalagi kedua alat tersebut di produksi oleh satu perusahaan,"

"Sera?"

"Iya,"


"Ayah, aku sangat berharap agar kau bersedia untuk membantuku... bantu aku untuk bisa mendapatkanya, aku mohon..."


***

Acara 2 hari yang lalu dari siang sampai sore sangatlah menyenangkan, banyak ilmu dan pengetahuan baru yang tidak mungkin dia dapatkan dari sekolah. Intan bahkan sangat berharap acara seperti kemarin terulang lagi, jika ternyata benar terjadi---ada banyak yang akan dia tanyakan segala informasi tentang mereka termasuk pekerjaanya.

"Apa benar kau menyukai Kak Sera?"

Deg!

"Itu tidak mungkin,"

Intan tertawa dalam hati, ternyata masalah perasaan pria itu tidak pandai berbohong, jelas-jelas saat acara kemarin pria itu terus mencuri pandang pada saudara perempuannya bahkan sesekali salah tingkah hanya karena hal sepele.

"Apa kau yakin?"

"Iya,"

"Baiklah kalau kau tetap tidak mau mengatakan yang sebenarnya tentang perasaanmu itu, aku akan bertanya yang lain saja yaitu tentangmu,"

"Apa ada masalah?"

"Aku ingin tidak ada rahasia lagi diantara kita,"

Dikying terdiam beberapa saat.

"Aku hanya ingin agar kau mau menjelaskan siapa dirimu sebenarnya tanpa harus aku tanya satu persatu, itu sangat membuang-buang banyak waktu jadi kamu to the point saja jelaskan siapa dirimu yang sebenarnya termasuk pekerjaan kamu yang sebenarnya,"

"Kenapa tidak kamu tanyakan sendiri saja pada saudaramu semua tentangku, dia pasti lebih tau dari diriku sendiri,"

"Aku ingin mendengarnya langsung darimu,"

"Tidak semudah itu, harus ada izin khusus dari pimpinan untuk mengatakan identitas kami yang sebenarnya pada orang lain,"

"Kak Sera?"

"Iya,"

"Kakak pasti tidak akan memberi izin walaupun aku adalah adiknya sendiri,"

"Apa salahnya coba dulu,"

"Sudah lupakan" ucap Intan terdengar sedang kesal.

"Apa kamu marah?"

"Sedikit,"

"Jangan, tolong maafkan aku,"

Intan tersenyum saat mendengarnya, pria itu terdengar sangat bersalah padahal 'kan dia baik baik saja.

"Bujuklah aku agar aku tidak marah lagi,"

"Aku tidak pandai melakukannya,"

Intan menghela napas, "Pantas saja Kak Sera lebih memilih pria lain dibandingkan dirimu, kau sangat membosankan---sangat tidak romantis,"

"Karena aku tidak punya pengalaman dalam dunia percintaan,"

"Itu mustahil,"

"Aku tidak bohong,"

"Kau pria normal 'kan?"

"Ada apa?" Dikying balik bertanya

"Dengar ya, kau itu masuk dalam kriteria pria tampan dan masalah uang aku yakin kau juga tidak kalah, dua point yang cukup penting itu sudah kau dapatkan jadi mustahil jika ada wanita yang berani menolakmu,"

"Aku yang menolak mereka, bukan mereka,"

"Karena?"

"Tidak menarik,"

"Bagaimana mungkin, aku yakin dari sekian banyaknya wanita yang mendekatimu pasti ada satu atau lebih yang sudah berhasil menarik perhatianmu,"

"Ada,"

"Siapa?"

"Saudara kamu."

"Apa?"

Dikying langsung keluar dari mobil lalu membukakan pintu untuknya, "Kita sudah sampai, masuklah lalu kunci pintu, jangan lupa makan lalu tidurlah, selamat beristirahat, "

"Apa---"

"Selamat malam," Dikying langsung masuk kembali ke dalam mobil lalu melaju meninggalkan parkiran gedung apartement.

"Dia mencoba menghindar,"

AKBAR INTAN |End & Proses Revisi|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang