22.

743 67 1
                                    

"Dubai, semua tanggung jawab aku ada disana tapi kalau kamu tetap memilih untuk tinggal disini, aku akan tetap memaksa kamu untuk tinggal disana,"


Intan menghempaskan tangan yang sedari tadi menggenggam tangannya, melipat tangan di depan dada seraya menatap suaminya itu kesal, "Tapi aku nggak mau tinggal disana!"

"Kenapa?"

Intan berdecak sebal, "Aku takut tinggal disana---terlalu asing untuk aku,"

"Suatu saat nanti kamu pasti akan terbiasa, kamu hanya butuh waktu... karena mau bagaimanapun kita harus tetap tinggal disana, kamu lupa semua tanggung jawab aku termasuk pekerjaan ada disana?"

"Kerja jauh 'kan bisa?"

"Nggak semua pekerjaan bisa selesai lewat virtual, pasti ada saat dimana aku harus turun tangan secara langsung," Akbar tersenyum tipis lalu mengusap lembut rambutnya, "Aku harap kamu mengerti.."

"Aku nggak janji,"

Mereka berdua memang sudah menikah minggu lalu secara tertutup, kalian pasti terkejut? Intan saja masih tidak percaya!

Ingat, saat Sera dan Dikying berkunjung ke unit apartemennya begitu mendadak?

Flashback On

"Intan, ada yang ingin aku sampaikan, ini penting."

Intan yang sedang asik makan masakan Sera langsung diam, tidak tau kenapa perasaannya mendadak tidak enak. "Apa?"

"Akbar ingin menikah dengan kamu."

"Kakak jangan dengarkan dia, jangan mudah percaya padanya, dia pria aneh, sombong, narsis!"

"Aku serius, keluarganya bahkan sudah meminta restu ke kampung bertemu Ibu dan Bapak. Kamu pasti terkejut, saat diberi tahu oleh Ibu, akupun terkejut karena ini semua begitu mendadak.. tapi mau bagaimana lagi, sudah terjadi, tujuan aku datang kesini bukan sekedar untuk mengganggu kamu melainkan menyampaikan pesan dari Ibu dan Bapak yang sedang menunggu keputusan kamu sekarang."

Intan langsung diam beberapa saat. "Kakak jangan bohong."

"Untuk apa bohong? Akbar sudah lancang kepada kamu, melewati batas maka dari itu, dia ingin bertanggung jawab atas perbuatannya, itu alasan mereka mendadak melamar kamu. Seharusnya kamu bersyukur karena dia mau bertanggung jawab tapi kalaupun tidak, tidak akan aku biarkan dia hidup tenang."

Intan langsung tersedak karena makanannya salah masuk.

Apa pria itu gila?!

Intan segera masuk ke kamar, mengambil handphonenya kemudian menelpon seseorang. Cukup lama mereka adu mulut lewat telpon. Intan tidak habis pikir, kesal sekali!


"Kita sudah melakukan dosa besar, kita sudah berzina, maka dari itu aku ingin mempertanggung jawabkan perbuatan kita."

"T-tapi kan kita cuma kiss, nggak lebih! Lagipula.. kiss hal yang normal kan?" Intan agak pelan saat mengucapkan yang terakhir, dia juga ragu.

"Tetep saja, itu dosa."

"Tapi nggak gini juga.. ck!"

"Lalu gimana?"

"Sialan." Intan langsung menutup telpon secara sepihak. Kesal sekali rasanya sampai dirinya ingin marah dan menangis secara bersamaan.

Flashback Off

Itu alasan mereka menikah. Menurutnya, itu konyol.

Tapi saat mengingat perjuangan Akbar untuk mencoba mendekatinya, menarik perhatiannya dengan segala cara, itu cukup membuatnya yakin untuk menerima Akbar, terkadang ada sedikit rasa penyesalan ketika sedang kesal. Sorry..

Setelah menikah, untuk sementara mereka tinggal di apartemen dekat kampus dan tepat hari ini adalah waktunya mereka untuk pergi dan tinggal di Dubai.


"Sayang, kita sudah sampai." ucap Akbar sambil membangunkan Intan yang tertidur saat dalam perjalanan dari bandara menuju rumah mereka.

Beberapa pengawal berlari mendekat lalu membuka pintu mobil bagian penumpang. Intan segera keluar sambil tersenyum tipis. "Terima kasih,"

Mobil yang membawa mereka langsung pergi menuju garasi.

Melihat pintu masuk sudah terdapat beberapa pelayan dan pengawal yang menunggu untuk menyambut kedatangan mereka, membuat nyali Intan turun seketika, dia menjadi tidak percaya diri.

Akbar langsung menggenggam tangannya lembut lalu menariknya pelan untuk ikut masuk ke dalam rumah."Jangan takut, ada aku."

Sebuah mobil terlihat memasuki halaman rumah. Irgi keluar lalu segera membuka pintu bagian penumpang. "Keluar sekarang."

Pintan menghela napas kasar, "Lu nggak liat? Gimana gue mau keluar kalau tangan gue diiket gini, sialan!"

Irgi langsung melepaskan ikatan tersebut. Pintan sendiri langsung melihat keadaan tangannya sambil menganga ketika melihat banyak sekali bekas ikatan pada kedua tangan dan kaki.

"Belum bisa keluar juga?" Tanya Irgi

Pintan segera keluar dari mobil kemudian mengikuti kemana pria itu pergi.

Intan sendiri bingung kenapa sedari tadi mereka belum juga pergi ke kamar, dia ingin beristirahat setelah melewati perjalanan yang cukup melelahkan tapi Akbar memintanya untuk menunggu sebentar disini bersama para pelayan di ruang tamu.

"Sekarang kamu tidak perlu khawatir kalau kamu ingin berinteraksi dengan mereka, karena mereka semua sudah mengerti dan fasih berbicara Bahasa Indonesia,"

"Untuk apa?"

"Agar kamu nyaman dan tidak khawatir selama tinggal disini,"

"Akbar, itu semua nggak perlu karena cepat atau lambat mau tidak mau, aku harus bisa memahami dan berbicara bahasa kamu---aku akan belajar sedikit-sedikit. "

"Belajar juga perlu dan masalah mereka keberatan atau merasa terbebani apa tidak, kamu tidak perlu khawatir karena mereka sendiri mendapat bayaran yang sesuai,"

"Kalau boleh tau mereka belajar berapa hari?"

"3 hari,"

Intan refleks melotot. "Ap-"

"Terkejutnya nanti, karena masih ada kejutan yang belum kamu lihat,"

Intan mulai khawatir, dia sempat protes mengenai luas rumah yang berhasil membuatnya kelelahan dan tanpa pikir panjang langsung memberi saran untuk membangun pangkalan ojek di dalam rumah dan ternyata Akbar tidak keberatan!

Mustahil rasanya tapi suaminya ini terkadang nekat.

Pintan terdiam saat menatap bangunan rumah yang ada di depannya saat ini. Selama ini, dia hanya melihat rumah-rumah besar seperti sekarang ini secara virtual. Kalaupun pernah liat, rumah ini yang paling besar yang dia liat saat ini.

"Ini yang punya rumah sekaya apa? Rumah gede, mobil bagus banyak lagi, terus punya pelayan sama bodyguard, gila.."

"Kamu bisa diam?" ucap Irgi dingin.

Pintan yang mendengar hal tersebut hanya bisa menyumpahi pria yang berjalan di depannya saat ini.

Jujur saja, dari tadi Pintan mencoba untuk tetap tenang saat dibawa pergi oleh pria itu, takut jika dia akan di jual atau sesuatu yang akan mengancam jiwa dan raganya.

"Pintan?"

AKBAR INTAN |End & Proses Revisi|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang