"Chen?"
"..."
"Chen!"
Chen langsung sadar, astaga.. ternyata itu tidak nyata tapi hanya fantasi liarnya saja!
Bagaimana bisa dirinya punya khayalan seperti itu disaat-saat seperti ini? Dia seperti pria kurang belaian saja!
Tapi itu benar, dia memang masih perjaka. Memang sulit di percaya disaat dirinya sudah sangat siap untuk berumah tangga, umur dan financial mendukung. Bagaimana dengan pasangan? Itu tidak masalah, tinggal pilih saja secara random, tapi kalau dengan seseorang yang berhasil menarik perhatiannya, itu yang susah. Susah karena sudah bersuami. Memang seharusnya jangan berharap banyak pada wanita yang sudah bersuami tapi sampai sekarang.. dia masih berharap.
"Chen, kau kenapa? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu? Katakan saja padaku tidak papa, aku siap mendengarkan. Apa itu masalah pekerjaan atau.. wanita?"
Chen menghela napas. "Aku baik-baik saja, mungkin karena sedang banyak pekerjaan jadi kurang fokus."
"Syukurlah kalau tidak papa. Jadi, apa yang ingin kau katakan padaku tadi? Apa ada masalah dengan markas?"
"Bukan, tapi ini tentang adikmu yang dibawa pergi tadi siang oleh seorang pria dewasa asal Dubai. Ternyata, pria tersebut adalah putra tunggal Salawiyah, rekan kerja kita."
"Bagus."
"Apa?"
***
Rumah yang sangat besar dan mewah, halaman yang sangat luas, pagar yang menjulang tinggi seperti pagar rumah jenderal tapi ini lebih tinggi lagi, dan jangan lupakan pilar-pilar penyangganya yang sangat-sangat tinggi dan besar.
Di salah satu kamar, dari jendelanya terlihat ada seorang gadis yang terlihat sangat pasrah menatap keluar jendela. Jelas sekali bahwa gadis tersebut sangat tertekan berada di dalam sana.
Bagaimana tidak, saat terbangun, Intan sudah ada di sebuah kamar yang sangat mewah bersama seorang pria berbahaya, jadi harus dia hindari mulai sekarang tapi takdir berkata lain, sekarang mereka dipersatukan dalam satu ruangan.
"Sudah puas?" tanya Akbar, karena tak mendapat respon balik---langsung beranjak dari ranjang kemudian menghampiri Intan yang sedang sibuk menatap ke luar jendela.
"Jangan mengabaikan saya..." ucap Akbar begitu lirih, Intan berdecak sebal lalu mencoba melepaskan pelukan pada perutnya tapi bukannya lepas, yang ada semakin erat.
"Biarkan seperti ini sebentar saja, saya mohon." Intan menggeleng, dia tidak mau posisi seperti ini, terlalu intim untuk mereka yang tidak punya hubungan apapun!
Intan terus berusaha untuk melepaskan pelukan dan keluar dari posisi ini, walaupun pada akhirnya tetap tidak bisa mau sekeras apapun itu tetap saja tidak bisa!
Sumpah, gue stress padahal baru sehari gue ada disini.. nggak bisa, ini nggak bisa, gue harus pulang gimanapun caranya!
"LEPAS BRENGSEK!" ucap Intan dengan nada yang sangat tinggi sampai-sampai Akbar dan para pelayan di luar kamar terkejut mendengarnya. Kamar sekelas kedap suara saja sampai terdengar apalagi orang yang satu ruangan?
Akbar menghela napas beberapa kali, emosinya hampir saja meledak jika saja dia tidak ingat bahwa orang yang barusan berteriak kencang sampai membuat telinganya sakit adalah pujaan hatinya, mungkin sudah habis. Akbar memilih melepaskan pelukan kemudian menjauh untuk menjaga jarak tapi tidak sampai keluar dari kamar, dia hanya takut emosinya mendadak lepas nanti.
Intan sendiri langsung diam. Dia sendiri tidak menyangka bahwa suaranya bisa sekencang itu!
"Intan."

KAMU SEDANG MEMBACA
AKBAR INTAN |End & Proses Revisi|
General FictionAkbar tidak menyangka gadis desa yang ia sukai ternyata mempunyai latar belakang yang mampu membuatnya ragu untuk memiliki gadis tersebut. Bagaimana tidak, saudara perempuan gadis tersebut adalah seorang pemimpin salah satu kelompok mafia yang cukup...