Pintan sangat bosan, sedari tadi hanya duduk di sofa ruang tamu sambil menonton televisi yang sangat membuatnya pusing karena tidak tau apa yang sedang mereka bicarakan???
Pintan kembali melirik beberapa makanan yang di antar oleh pelayan dapur untuknya makan siang tapi sudah beberapa jam belum dia sentuh juga.
Dia terlalu takut untuk memakannya.
Pintan menyentuh daging tersebut dengan garpu, "Oalah daging tapi ini daging apaan besar banget?" jujur ini pertama kalinya dia melihat daging sebesar ini, bahkan ukurannya jauh lebih besar darinya!
Apa jangan-jangan daging titan?
Pintan jadi sedih, "Hey kamu, malang sekali sudah mati lalu di masak tapi tidak di makan, aku turut bersedih sekaligus minta maaf soalnya aku takut buat makan kamu,"
"Gue berharap lu nggak jadi gila selama hidup disini," ucap Intan lalu ikut duduk di sofa yang kosong.
"Astagfirullah!"
Intan berdecak malas saat melihat respon temannya itu yang terlalu berlebihan, memilih bergerak mengambil garfu lalu memakan daging tersebut yang ternyata sudah dingin.
"Sendiri?"
"Berdua cuma dia pergi lagi ke kantor karena mendadak ada meeting sama klien penting katanya,"
Pintan mengangguk paham, kemudian memperhatikan Intan yang terlihat sangat menikmati daging tersebut, "Enak?"
"Lah lu belum nyoba?"
Pintan menggeleng.
"Gue terlalu takut buat makan itu daging,"
"Ini halal kok bukan daging babi,"
"Iya gue juga tau tapi ya tetep aja gue takut liat ukuran itu daging jauh lebih gede dari gue,"
"Lemah, lagian ini daging nggak akan balik makan lu,"
"Tetep aja gue takut,"
"Jadi lu belum makan dari tadi siang?"
Pintan mengangguk pelan.
"Kenapa lu nggak minta buat ganti menu makanan ke pelayan?"
"Gue nggak enak buat minta ganti makanan ke mereka, gue terlalu takut nanti mereka berpikiran bahwa gue nggak menghargai masakan mereka padahal 'kan gue emang nggak suka, nggak cocok sama lidah gue, apalagi yang punya kuasa disini itu lu bukan gue jadi gue takut nanti mereka berpikiran bahwa gue terlalu seenaknya sama mereka padahal 'kan gue sama mereka juga nggak beda jauh, sama-sama kerja disini,"
"Udah selesai ngomongnya?"
Pintan mengangguk lagi.
"Ini makan, hasil buatan ibu mertua gue sama gue tadi siang, gue udah makan tadi di mobil dan rasanya enak bahkan gue habis satu, gue yakin lu bakal suka soalnya ini makanan manis dan gue tau lu suka makanan manis,"
Pintan menatap makanan tersebut penuh minat apalagi melihat banyaknya taburan gula putih halusnya sangat banyak, "Terima kasih," tanpa pikir panjang langsung memakannya satu-persatu dan rasanya... cukup familiar.
"Gue tau lu bosen 'kan seharian di dalem rumah terus? Maka dari itu sekarang kita harus jalan-jalan untuk mencari udara segar sekaligus cuci mata,"
KAMU SEDANG MEMBACA
AKBAR INTAN |End & Proses Revisi|
Ficción GeneralAkbar tidak menyangka gadis desa yang ia sukai ternyata mempunyai latar belakang yang mampu membuatnya ragu untuk memiliki gadis tersebut. Bagaimana tidak, saudara perempuan gadis tersebut adalah seorang pemimpin salah satu kelompok mafia yang cukup...