32.

539 42 0
                                    

Puk!

Peng langsung menatap Chen tajam karena sudah melempar wajahnya dengan kacang. "Kau---"

"Dia bertanya serius,"

"Akupun menjawabnya dengan serius!"

Puk!

Peng melotot saat Chen kembali melemparnya dengan kacang!

"Kau---"

"Ada apa ini? Sangat berisik!" Caca bergabung lagi dengan mereka setelah selesai mengobrol dan melepas rindu dengan adiknya, Intan.

"Tidak ada jalan keluar?" Akbar bertanya lagi dan berharap jawaban kali ini benar.

Caca langsung duduk di sofa kemudian memakan kacang persis sekali yang Chen lakukan sedari tadi. "Kami akan membawanya pergi mungkin,"

"Kalian sudah bosan hidup? M-maksudnya itu 'kan bom dan katanya kalian akan membawanya pergi dan... waktu yang tersisa sedikit lagi, saat meledak tentu saja kalian akan ikut... meledak?"

"B-bagaimana kalau aku panggilkan helikopter, bawa benda itu kemudian jatuhkan di perairan?"

"Tetap saja tidak akan meninggalkan rasa penasaran orang-orang saat mendengar ledakannya, yang ditakutkan adalah mereka akan mengira itu adalah meteor yang jatuh lalu beritanya menjadi besar sampai naik ke pemerintah,"

"Aku akan bantu dengan menutup mulut mereka dengan uang bagaimana?"

Caca menghela napas. Kembali berdiri lalu berjalan mendekati box yang sedang di peluk... "Apa dia lebih menarik dibandingkan perempuan-perempuan sexy di luar sana untung kau ajak---"

"Berisik!"

Peng sangat kesal.

"Baiklah kami akan pergi dan barang tersebut juga akan ikut pergi bersama kami,"

Caca kembali menghampiri sang adik yang sedari tadi hanya memperhatikan mereka dari jauh. Menghela napas panjang.
"Kakak akan kasih tau kamu sebuah rahasia yang selama ini kakak sembunyikan yaitu... kamu sudah punya keponakan, kamu paham 'kan apa maksud kakak?"

Caca tersenyum tipis, "Baiklah sepertinya sudah cukup... selamat tinggal,"

...

Beberapa tahun kemudian...

"Ayah-ayah!"

Akbar yang sedang fokus bekerja dengan laptop tidak merasa terganggu dengan putranya yang terus menarik lengan bajunya.

"Apa?"

"Main-main!"

"Itu 'kan lagi main..."

"Ayah main!"

"Ayah lagi kerja jadi nggak bisa main maaf ya,"

Anak kecil tersebut langsung melepaskan lengan baju sang ayah, mundur sedikit untuk memberi jarak. "Ayah kelja buat beli mainan?"

Akbar menutup laptopnya, beralih menatap ke samping dimana sang putra menunduk dengan tangan terus memainkan sebuah robot. Itu salah satu alasan dia bekerja keras, untuk memenuhi setiap kebutuhan sang anak juga istrinya.

AKBAR INTAN |End & Proses Revisi|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang