Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
Hinata mengigit bibir bawahnya, menahan rasa takut di dalam hatinya, suasana ruang sederhana serbaguna di kediaman Hyuuga malam ini nampak begitu hening setelah ia menyampaikan keputusan dari dewan kampus mengenai dirinya. Kepalanya yang tertunduk pelan-pelan terangkat, melirik sekitarnya untuk memahami satu persatu ekspresi yang ditunjukkan oleh anggota keluarganya.Suara hembusan Hiashi yang menghela nafas akhirnya memecahkan keheningan. "Mengapa kau baru memberi tahu kami jika ada pemeriksaan itu."
Kepala indigonya kembali menunduk, lengkungan terukir dari bibir peachnya. "Maaf..." Satu kata lirih keluar dari mulut mungilnya.
Hinata telah siap jika ia akan diusir, atau ditampar. Semua sudah menjadi resikonya, lagi pula ia memang pantas mendapatkannya mengingat semua ini buah dari kekeras kepalaannya yang mengabaikan nasihat keluarganya untuk tidak mendekat dengan pria itu, setelah kejadian pemukulan Neji yang mengakibatkan Sakura tertabrak bus.
"Mau bagaimana lagi," kini suara Neji yang mendominasi. "Mau diberitahu lebih awalpun hasilnya akan tetap sama, setidaknya Hinata masih bisa kuliah dengan dukungan penuh dari donatur..." Neji tersenyum tipis, Hinata melihat itu dari lirikannya.
Ia berganti melirik pada sang ayah, di luar dugaan, seperti Neji, Hiashi pun menampilkan senyum tulusnya. "Kau benar Neji, untuk apa meributkan hal yang telah lewat... Lagi pula dengan Hinata pindah ke kelas malam ia akan lebih banyak memiliki waktu untuk menemaniku...."
Tenten dan Hanabi menghela nafas lega, suasana mencair seketika, sama seperti air mata Hinata yang telah siap menetes.
"Kau jangan senang dulu Hinata, sesekali bantulah aku di kantin..." Tenten membuka suara riangnya menambah kehangatan ruang sederhana itu.
"Ya aku pikir dengan begitu, aku tak perlu mencari pegawai untuk membantu Tenten." Timpal Neji, sambil terkekeh pelan.
"Dasar Neji-nii pelit..." Ejek Hanabi yang dibalas oleh usakan pada surai cokelat si adik bungsu.
Gelak tawa kembali menggema di rumah sederhana itu, sesuai dengan janji Hiashi dan Neji, bahwa mereka akan menghadapi semua masalah bersama-sama. Mereka tak akan pernah membiarkan Hinata sendirian dalam masa-masa tersulitnya.
...
Sakura tersenyum miris menatap ponselnya yang tergeletak di atas ranjang queen size-nya, hari sudah menunjukkan pukul tujuh tujuh malam, dan biasanya Sasuke akan melakukan video call bersamanya, mengingat perbedaan waktu di Belanda, di mana Sasuke baru saja terbangun dari tidurnya di negeri kincir angin itu.
Tangan putihnya meraih benda persegi itu dan menatap pada layarnya, beberapa pesan masuk, dan hampir rata-rata adalah dari Naruto yang menanyakan keadaannya. Ia menatap malas, memang ia tak pernah langsung membalas pesan dari Naruto, biasanya ia mendiamkannya sekitar dua atau tiga jam, jahat memang, berbanding terbalik dengan Naruto yang selalu dengan cepat menanggapi pesannya.
Cinta memang tak dapat dipaksakan, Sakura menghela nafas berat, ia sudah berulang kali mencoba membuka hatinya untuk Naruto, namun hasilnya nihil. 'Maafkan aku Naruto, aku tak pernah bisa memberikan hatiku untukmu...'
...
Dua pekan sudah berlalu sejak Hinata dipindahkan ke kelas khusus karyawan oleh pihak kampus, dan dua pekan pula Naruto tak lagi bisa mencuri pandang untuk setidaknya mengetahui kabar Hinata. Pagi itu ia melintas di depan kantin Neji, hampir satu bulan, ia tak melihat tempat yang menjadi sumber nafkah keluarga yang ia hancurkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenge
FanfictionHinata berharap semua ini adalah mimpi, ia ingin segera terjaga, namun semua hal yang ia alami adalah kenyataan... Ia sedang mengandung, ya... Ia sedang mengandung benih dari pria yang paling ia cintai Namun ia dicampakkan, pria itu sama sekali tak...