21. Cahaya Itu Kini Telah Sirnah

6.4K 661 301
                                    

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto

Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata

"Tou-sama, bukankah semalam...." Hinata meletakkan sendok keramiknya. Raut wajahnya begitu mengiba pada sang ayah.

"Bahkan ayahnya sendiri sudah tidak mengharapkannya." Hiashi menyesap teh hijaunya tenang. "Hinata kau lihat bagaimana dia menghina keluarga kita?"

"Tou-sama... Hinata akan tetap melahirkan bayi ini." Tanpa keraguan Hinata mengutarakan keputusannya, mutiara lavendernya menunduk, menatap pada mangkuk sup yang telah kosong itu.

"Jangan pikirkan dirimu sendiri, Hinata." Hiashi memalingkan wajah ke samping, ia mengatur nafas menahan emosi. Ingatannya masih jelas bagaimana penghinaan Naruto pada dirinya. "Kau punya seorang adik perempuan, kau tak ingin dia terkucilkan, atau bahkan tak ada pria yang menikahinya karena ia memiliki kakak perempuan yang hamil di luar nikah."

"Tou-sama..." Hati Hinata merasa tercubit, bagaimana bisa bila perlindungan terakhir yang ia harapkan malah menentangnya.

"Tak ada pilihan Hinata." Neji angkat bicara. "Bukan hanya Hanabi, pikirkan baik-baik tentang anak itu." Lirikan mata Neji tertuju pada perut rata Hinata, "kau ingin dia tumbuh menjadi anak terkucilkan dengan sebutan anak haram...."

"Neji-nii.....!" Hinata naik pitam ia berdiri dari kursi, hatinya sakit saat darah dagingnya disebut sebagai anak haram. "Dia tidak bersalah..." Tangannya menyentuh perut berisi janinnya. "Aku lah yang bersalah, dan aku akan mempertanggung jawabkannya... Aku akan melahirkan anak ini...."

"Tutup mulutmu, dan berhenti bicara soal tanggung jawab!" Hiashi meninggikan bicaranya. "Tahu apa kau soal tanggung jawab?! Jika tanggung jawabmu sebagai anak tak kau penuhi. Aku selalu menuruti dan mendengarkanmu, Hinata, tapi kau malah melempar kotoran di wajahku!"

"Tou-sama...." Hinata memutari meja makan, berjalan mendekat pada sang ayah. "Maafkan aku....."

"Kau tak ingin mempermalukan ayahmu ini, nak...?"

Hinata tak kuasa melihat lelehan air mata sang Ayah. Ia terdiam.

"Kau bersedia melakukannya....?"

Dengan sangat menyesal, Hinata akhirnya mengambil keputusan, ia mengangguk pelan, dan disambut oleh pelukan Hiashi. Dengan perasaan yang hancur tangan Hinata menyentuh sekilas perutnya yang masih rata itu. 'Maafkan Okaa-chan...'

"Sekarang ganti pakaianmu, kita akan ke rumah sakit terbaik di Tokyo, dan melakukannya dengan metode paling aman untukmu, hingga kau tidak akan kesakitan...."

...

Hinata melepaskan kaos oblongnya di depan cermin, meraih blouse bermotif bunga Peony, yang tergantung di dalam lemari. Namun pandangannya teralih pada perut ratanya, di dalam sana ada gumpalan darah yang bergelung nyaman, darah dagingnya, bagian dari dalam dirinya.

Ingatannya menerawang satu hari sebelum kematian sang ibu, bersamaan dengan kelahiran Hanabi.

"Apa Okaa-sama merasakan sakit...?"

RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang