17. Cahaya Kehidupan Kecil

4.8K 589 146
                                    

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto

Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata

Tubuhnya bergetar ketakutan, keringat dingin bercucuran dari dahi dan sekujur tubuhnya, kedua lengannya yang dicekal membuatnya tak bisa bergerak banyak untuk meronta, sesekali ia berusaha, tapi kedua perawat itu makin menguatkan cengkraman pada lengannya. "Kumohon..., Lepaskan aku... Jangan bunuh bayiku....." Rintihannya mengemis belas kasihan diabaikan, dua perawat itu nampak menatap dingin pada tirai putih tertutup di hadapan mereka.

"Jadi ini pasiennya...." Hinata berjengit ketakutan, tirai putih itu terbuka bersama nampaknya seorang berjas putih yang menakutkan, matanya bagai ular dengan surai panjang lurus yang mengerikan. Hinata bahkan bingung dokter yang ada di hadapannya ini berjenis kelamin lelaki atau wanita.

Hinata menggeleng kuat, dokter yang ia ketahui bernama Orochimaru itu berjalan mendekat padanya, dan rasa takut itu semakin menjadi, tangan dokter itu terulur menyentuh bagian bawah perutnya yang terasa keras.

"Jadi sudah berapa bulan?" Tanya si dokter pelan, suaranya benar-benar menusuk. Tubuh Hinata menegang seketika, rasa keram pada bagian bawah perutnya semakin menjadi ketika telapak tangan Orochimaru menempel pada perutnya.

Hinata menggeleng ketakutan. Lidahnya kini keluh, bahkan untuk berteriak meminta pertolongan. "Kumohon jangan..." Ia merintih ketakutan.

"Hei... Jangan takut...." Orochimaru membelai puncak kepalanya lembut. "Perutmu nampak kencang, kami tidak bisa mengkuretase mu jika kau dalam keadaan stress kau bisa mati...."

"Aku tidak mau... Hiks... Kumohon jangan..." Kepala Hinata tertunduk, ia mulai merasa pening, pandangannya memburam.

"Baringkan dia..." Ujar dokter itu seraya berjalan menuju mejanya.

"Jangan..." Hinata masih meracau kendati kesadarannya menipis, tubuh lemah tak berdayanya mulai dibaringkan di meja operasi.

Orochimaru mendekat pada meja operasi, dengan membawa alat tensimeter. Setelah memompa lengan Hinata dengan alat itu ia mendesah pelan. "Kita tunggu sampai tekanan darahnya turun. Dia bisa pendarahan hebat jika kita melakukannya sekarang."

Sementara itu, kesadaran Hinata mulai menipis, rasa lelah yang menjadi gejala di awal kehamilannya dan juga berbagai tekanan yang ia terima dari Naruto membuat kesadarannya pelan-pelan hilang.

...

"Hanabi, bagaimana kau bisa tak tahu keberadaan Kakakmu!" Suara bentakan Hiashi menggema di rumah tradisional itu. Ayah dari tiga orang anak itu naik pitam ketika mendapati Puteri kesayangannya tidak berada di rumah.

"Aku tidak tahu Tou-sama, dia keluar tanpa pamit padaku, dan kenapa kau terus memarahi aku. Aku juga anakmu...." Bulir-bulir air mata mulai membasahi pipinya. Hanabi menyeka kasar air matanya yang menetes. Biasanya anak bungsu lah yang akan mendapat perlakuan istimewa dan dimanja, tadi ia tidak merasakan itu, kakak dan ayahnya selalu saja memanjakan kakak perempuannya.

Hanabi berlari masuk kedalam kamarnya, meninggalkan Hiashi, Neji dan Tenten di ruang serba guna keluarga mereka.

"Sepertinya aku sudah keterlaluan." Sesal Hiashi seraya menunduk.

RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang