Haruskah? (Tahap Revisi)

10 1 0
                                    

Holla Hello Sobat! Gimana kabarnya wkwk. Semoga chapter ini menjadi chapter terpuncak ya!
Happy reading❤

♡♡♡

Esok harinya...

Delora merasa aneh dengan hari ini, aneh dengan tatapan semua murid yang ditujukan kepadanya. Hari ini juga hari tersedih baginya, ada dua masalah yang menimpanya, karena kejadian kemarin dan kembalinya guru sejarah ke Yogyakarta. Delora merasa sendiri, bahkan Letta yang biasanya datang langsung menemuinya, kini tidak lagi. Letta sama seperti murid lain, menjauh darinya dan lebih memilih duduk bersama Erli.

Delora tak bisa marah, ia tak punya hak. Jikalau Letta memang sudah bosan berteman dengannya dan lebih percaya semua gosip itu, baiklah Delora akan terima. Namun kali ini tidak, Delora menemukan sebuah selebaran yang ditempel di setiap bangku kelas terutama bangkunya. Setelah membaca selebaran itu, perasaan Delora tidak bisa disembunyikan lagi. Ia menangis, yah ia tau kenapa semua orang menjauhinya.

Melihat kerapuhan Delora, membuat Erli tersenyum puas. Ia menghampiri Delora dengan senyuman meremehkan. "Ah sedih ya, sedih semua orang udah tau rahasia lo?! Sedih semua orang jauhin lo?! Gak usah muna deh jadi orang. Lo tuh gak jauh beda sama kakak lo itu, si Priza. Sukanya nyakitin orang lain. Sini biar gue yang baca isi selebaran itu."

Erli merampas dengan kasar selebaran yang Delora pegang. Lalu dengan senang hati ia membacakannya, "Delora anak pembawa sial! Keluarganya bangkrut gara-gara dia! Delora murid beasiswa! Gak mampu bayar uang gedung dan sop sekolah! Delora perusak hubungan orang plus suka nusuk sahabatnya sendiri dari belakang! Itu sebabnya Stefi koma di rumah sakit dan Evi sakit hati! Delora penderita leukemia?! What! Oho jadi banyak banget yah rahasia lo.

"Jadi gimana guys, masih mau temenan sama pembawa sial ini?! Letta aja udah menjauh dengan mudah. Kalian mending jauh-jauh deh sebelum kena imbasnya. Gue aja gak sudi duduk di samping dia, apalagi temenan." Setelah mengatakan itu semua, Erli kembali ke tempat duduknya.

Tak ada belaan dari orang lain maupun diri Delora sendiri. Mereka benar-benar percaya isi selebaran itu, walaupun ada kebenarannya sedikit. Mereka memang sudah buta dan tuli, tidak tau yang benar mana tapi langsung menghakimi. Bahkan mereka kini sudah mencaci Delora secara tersirat dan tersurat. Sifat manusia, selalu menghakimi seseorang dari sesuatu yang belum jelas.

Barulah saat seorang guru masuk kelas, mereka diam dan sibuk dengan urusannya masing-masing.

♡♡♡

"Maaf Ham, kami sudah berusaha semaksimal mungkin tetapi Tuhan lebih menyayanginya. Yang sabar ya, saya pergi dulu."

Tubuh Grissham jatuh, ia tidak menyangka Stefi akan pergi begitu saja. Ia menyesal, karena kejadian kemarin Stefi harus kritis dan akhirnya hal ini terjadi. Stefi pergi selama-lamanya.

Flashback On

"Ham! Stefi pingsan di kelas! Cepet lo ke sana."

Tanpa pikir panjang lagi, Grissham berlari ke kelas Social 1 lalu membawa tubuh Stefi menuju ambulan yang sudah datang. Selama di ambulan, Grissham selalu menggenggam tangan Stefi dengan erat. Ia takut sekali jika hal ini terjadi. Namun saat tangan itu bersentuhan dengan tangannya, rasanya sudah berbeda. Tidak hangat lagi, kini sudah sedikit dingin. Begitu juga dengan kulit Stefi yang sedikit memucat. Walaupun selang oksigen sudah bertengger, Grissham tidak merasakan bahwa Stefi benar-benar masih ada.

DELORA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang