(2)

12.2K 717 44
                                    

Baru saja aku ingin bangun dari ranjangku, belum sempat berlari ke arah kamar mandi.

Tiba-tiba saja

Brakkkkkk

"heh anak pemalas!  Bangun kamu!  Pulang kok enak-enakan tidur hah?!? Cepet bangun!  Bersihkan rumah!  Pel sampai bersih!" bentak bundaku sambil memelototiku.

Seketika rasanya aku tidak bisa berpikir, duniaku berhenti mendengar setiap bentakan dari bunda. Tetapi,  aku cepat sadar diri dan langsung menjawab

"Iya Bun,  aku akan bersihkan rumah sampai bersih." Jawabku dengan kepala menunduk, aku terlalu takut untuk melihat muka bundaku saat ini.

Tidak ada ucapan terimakasih, tolong,  maaf. Aku malah mendapat cacian kembali

"Cepat!  Kamu ini hanya sekolah! Emangnya sekolah itu capek?!? Gak kan?!? Cepatlah sana!  Awas kalau ada kotoran yang tertinggal di lantai.  Aku akan hukum kamu! Dasar anak banyak alasan! Sekolah saja capek!  Sana pergi! Malas liat kamu!" Cacian demi cacian bunda lontarkan kembali , rasanya seperti ada pedang menghunus dadaku. 

Nyeri. Sakit sekali.  Tapi aku bisa apa? Aku hanya seorang anak yang tidak bisa memilih siapa orang yang akan melahirkanku, bukan?

Agggghhhhhgh,  lebih baik aku harus mengerjakan pekerjaan rumah dahulu dengan cepat. 

Aku berjalan dengan sigap keluar kamarku, mencari keberadaan sapu.

Tap, tap, tap akhirnya kumenemukan sapu. Kugenggam sapu tersebut,  dan aku memulai menyapu lantai dari arah belakang rumah dilanjutkan sampai dengan teras rumah. Bayangkan,  rumahku tergolong luas,  2lantai bukanlah rumah yang kecil. Tetapi,  aku harus mengerjakan semua pekerjaan seorang diri.

Setelah lantai satu bagian rumahku telah bersih kusapu,  kulanjutkan dengan menyapu bagian lantai dua rumah. Dengan hati-hati ku naiki tangga, dan segera kusapu lantai serta ruangan. Kukerjakan semuanya dengan ikhlas, tanpa berpikir lainnya.  Aku berharap semoga tidak ada kotoran atau debu yang tertinggal di sudut ruangan. Aku takut, sungguh aku takut mendengar makian bundaku. 

Saat aku ingin masuk membersihkan kamar bunda,  aku melihat bunda tertidur pulas. Ah,  tenangnya.  Aku melihat wajah bunda yang sedang terlelap dengan damai.  Cantik. Bundaku memang sangat cantik,  parasnya yang ayu, hidung mancung,  bulu mata lentik alami, bibir mungil, mata yang tidak tergolong sipit. Sempurna, itulah kata yang dapat aku gambarkan tentang bundaku.  Sekelebat bayangan tentang cacian bunda terhadapku tadi tiba-tiba terlintas dalam otakku.  Buru-buru kubersihkan kamar bundaku dengan perlahan tapi pasti.  Kulakukan dengan penuh perasaan, perlahan, takut jika aku menimbulkan suara yang dapat menganggu tidur bundaku. Bisa-bisa nanti aku dimarahin kan?

Seusai memastikan bahwa kamar bunda sudah bersih,  aku bergegas menuju kamar mandi. Huftttt,  sungguh lelah,  kamar mandi di rumahku ada 3 yang didukung dengan ukuran yang lumayan besar. 

Kumasuki kamar mandi pertama,  lalu ku tuang sabun pembersih lantai ke setiap sudutnya,  dengan penuh kekuatan kusikat, kugosok lantai tersebut dengan sikat khusus lantai kamar mandi, setelah dirasa sudah bersih aku segera membilas lantai agar tidak licin,  dan kotoran yang menempel bisa hilang.

Haahhh... Akhirnya aku berhasil menyelesaikan pekerjaan rumah, membersihkan segala sudut rumah dengan waktu 2jam.  Waktu yang cukup lama,  mengingat rumahku lumayan besar,  jadi aku tidak bisa menyelesaikannya dengan waktu singkat saja. 

Pegal. Itulah yang aku rasakan setiap selesai menyelesaikan pekerjaan di rumah,  tapi aku tidak boleh mengeluh. Aku harus kuat ! Apabila aku lemah,  bunda nantinya akan semakin bertindak kasar kepadaku,  bahkan lebih parah dari ini.  Aku tidak ingin kejadian beberapa hari yang lalu menimpaku lagi. 

Begitu sulit melihat bundaku tersenyum saat di rumah, apalagi tersenyum kepadaku. Mustahil. Aku sadar,  aku hanyalah anak yang tidak diinginkan oleh bundaku.

Bundaku sering mengatakan bahwa aku anak sialan. Anak sialan. Kata itulah yang terkadang menghantui otakku.  Memangnya seberapa sialannya diriku untuk kehidupan bunda?

Bunda....  Aku ingin sekali saja,  mendengar ucapan yang bunda lontarkan untukku itu sebuah perintah untuk menyuruhku makan, istirahat,  bukan ucapan perintah yang disertai makian.  Apakah bunda tau seberapa nyeri dadaku?

__________________________________

Mohon bantuan votenya ya man-teman,  mohon maaf masih pemula 😁
Yuk vote yaaaa,  terima kasih
Karena vote dari kalian buat aku jadi semangat loh

Selamat membaca 😀

Selamat membaca 😀

[END] Apa Salahku Bun? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang