(62) Sikap Dingin Lucas

1.4K 109 68
                                    

Aku melalui hari-hariku dengan senang hati. Senyum selalu terbit membuat wajahku kian bersinar.  Berbeda dengan Kak Lucas, tampaknya dia belakangan ini murung. Tak biasanya dia bersikap lesu. Biasanya dia iseng menjahiliku. 

Kenapa dengan Kak Lucas?  Aku malah rindu dengan kejahilannya. Hatiku bersuara karena merasa asing dengan sikapnya. 

Aku menatapnya bingung sekarang.

Dia memang duduk memangku laptop di balkon kamarnya. Laptopnya menyala terlihat dari pancaran sinar layarnya. Tapi, ada satu hal lain yang membuatnya nampak berbeda. Dia menatap laptop dengan pandangannya kosong. 

Ada apa dengannya? 

Pelan-pelan aku mendekatinya, aku berjalan dengan kaki berjinjit takut menimbulkan suara yang menganggu. Saat aku telah berada di dekatnya, dia sama sekali tidak terusik dengan kehadiranku. Biasanya, dia dengan sikapnya yang jahil langsung akan menangkapku membawaku ke pelukannya. 

Namun, sekarang? Berbanding terbalik. Aku dapat merasakan pandangannya amat-amat kosong. Sekosong gelas kopi yang sudah tandas tak bersisa. 

"Kak?" aku memanggilnya dengan pelan. 

Dia tidak bergerak sedikitpun dari posisinya. 

"Kak Lucas?" panggilku untuk kedua kalinya. 

Dia masih diam. Sama sekali seperti tidak merasakan keberadaanku. 

Dia aneh. Batinku sangat yakin menyikapi tingkahnya. Aku yang merasa dia teramat aneh, mengguncangkan bahunya pelan, "kok diem aja, Kak?" 

Alhasil, dia yang sedari tadi diam mulai menimbulkan reaksi. Tubuhnya sedikit bergetar karena terkejut. Malah dia menarikku untuk duduk di pangkuannya. Terlebih dahulu dia menyingkirkan laptopnya, dan meletakkannya di atas meja sebelah kursi. Aku juga ikut kaget, karena aku sudah berada di pangkuannya.

Namun, aku bisa merasakan aura yang berbeda. Dia bukan Kak Lucas yang kukenal. Malam ini, dia seperti orang lain. Orang yang sedang melamun karena putus cinta.

"Ana, kok enggak bilang kalau udah pulang?" 

"Aku panggil Kak Lucas loh dari sore, aku kira Kakak emang tidur. Makanya, aku enggak berani masuk ke kamar Kak Lucas, takut ganggu." 

"Kakak enggak dengar. Benar, tadi Kakak emang ketiduran waktu pulang." 

"Enggak papa, Kak. Aku tau Kakak capek." 

Dia menempelkan dagunya di atas puncak kepalaku, dan mengelus rambutku. Tanganku mengelus dadanya yang berdetak. Aku sangat nyaman berada di dekatnya. Debaran jantungnya bergemuruh dengan kencang. Aku bisa merasakannya. Lain halnya denganku, jantungku berdetak normal berada di dekatnya. Tidak seperti waktu berdekatan dengan Om Axel. 

Suasana berubah menjadi hening, hanya terdengar suara angin yang berhembus menggoyangkan ranting pohon. Aku menghela nafasku, dan beriktikad untuk membuka obrolan. 

"Kakak kok diem aja? Kakak mikir apa?" 

"Yah, banyak yang Kakak pikirin." 

"Apa ada masalah?" 

"Ada."

"Masalah apa, kak?"

"Kamu enggak perlu tahu. Biar Kakak yang selesaikan nanti." 

"Hmm...Oke. Semoga cepat selesai, Kak." 

"Makasih, An." 

Tumben. Biasanya dia akan bertukar cerita ketika pulang bekerja. Ada saja ceritanya. Mulai dari kelakuan aneh rekan kerjanya, pasiennya yang tergila-gila padanya, hingga bahkan parahnya ada pasien perempuannya yang selalu mengejarnya. Semua hal kecil yang terjadipun dia selalu membagikan kisahnya untukku. 

[END] Apa Salahku Bun? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang