(35) Hadiah Penyesalan - Bunda POV

4.9K 246 16
                                    

Happy reading!
Salam dari Bunda Rain ❤️
-----------------

"Sayang, kamu mau makan apa nak?
"Tidak usah Bun, nanti Bunda jatuh miskin kalau harus membelikanku makan."

Terkejut dengan jawaban Reina yang tidak biasanya menjawab dengan nada sarkartis. Lamunanku membuyar, ternyata aku hanya berawang-awang saja memikirkan sedang berbicara pada Reina. Aku mengusir khayalanku. Khayalan bisa terjadi akibat kecemasan yang berlebihan. Dan kini aku sedang merasakan lebih dari kecemasan. Aku takut kehilangan lebih tepatnya.

Katakan aku sudah gila. Dalam lubuk hatiku aku benar-benar merindukan puteri kecilku yang manis. 

Tepat sekali hari ini Tuhan menghukumku atas perbuatan bejatku selama ini. 

Tuhan menghukumku tanpa ampun. Karma datang bertubi-tubi menghampiriku. 

Hancur sudah. Tidak ada lagi kebahagiaan. Yang ada hanya pesakitan. Penyesalan tak berujung melihat seorang gadis yang tengah tertidur dengan damainya di atas ranjang rumah sakit. Menyoroti alat bantu pernapasan dan alat penopang kehidupan lain yang terpasang di tubuhnya. Sesaat melihat alat-alat yang menempel di tubuh mungilnya, membuatku semakin terisak. 

Hiks hiks hiks hiks

Puteriku sedang dipinjam Tuhan. Tuhan membawa puteriku sejenak dari muka bumi ini. 

"Reina...Bangun...." Panggilku lirih dengan menatap wajahnya yang kusadari sangat tirus, dan jangan lupakan kantung mata yang dibawahnya terdapat cekungan hitam. 

Dadaku sesak. Aku tidak bisa menahan kesesakan yang menyergap relung jantungku. Membekap mulutku sendiri karena sudah tidak bisa berkata-kata apalagi. 

"Reina bangunlah sayang...." Bisikku dengan tatapan kosong memandang ranjang di hadapanku yang menjadi saksi kisah puteriku bisa terbaring lemah. 

Dari yang merasa tidak sabar untuk menemuinya, berubah menjadi sirna ketika menemukan keberadaan orang yang baru-baru ini muncul dalam pikiranku. Memejamkan mata mengingat kapan terakhir kali bisa bertatap muka dengannya secara langsung. Ternyata, sudah hampir seminggu yang lalu, dan itupun aku memarahinya. 

Tangisku semakin pecah menyadari kekejamanku kemarin, bodohnya diriku! Rain sangat bodoh! Aku sadar, kalau aku tidak pantas disebut sebagai ibu! Disaat aku diberi kesempatan oleh Tuhan untuk membelainya dengan kasih sayang, tanpa dosa aku malah menyiksanya dengan cacian makian sumpah serapah. Disaat aku diberi kesempatan untuk merengkuh tubuh mungilnya, tetapi yang kulakukan memukulnya berkali-kali hingga menimbulkan bekas. 

Sudah terlambat untuk menyesal. Aku memastikan kalau nanti puteriku sudah sadar, ia pasti akan sangat membenciku. Mana ada anak yang tidak merasa kecewa jika ia pergi dari rumah tetapi orang tuanya sama sekali peduli dengannya? Bahkan, aku sama sekali tidak berusaha untuk menghubunginya. Aku terlampau sibuk dengan urusan pribadiku. 

Lihatlah, sekarang Tuhan sedang menghukumku. 
Ucapanku saat membentaknya mendadak terngiang-ngiang di telingaku.  

"Kau anak sialan!"
"Kamu anak yang tidak diharapkan!" 
"Anak sialan!"

Arrgggghhhhhhh
Tak tahan kata sialan menghantui ragaku, aku menarik rambutku dengan kuat!

"Reiii---" Ucapku lirih seraya tanganku mengusap-usap kaca penyekat ruangan Reina, seolah membayangkan aku sedang mengusap rambut Reina dari jauh. Aku sudah gila! Gila karena penyesalan! 

"Sayang bangun--lah"
Tak henti-hentinya aku mengucapkan kata bangun padanya. Padahal jelas sekali ia tidak mungkin menyadarinya. Katakanlah kelakuanku kini sudah selayaknya orang gila yang berbicara sendiri. 

[END] Apa Salahku Bun? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang