(50) Pria Aneh

2K 155 13
                                    

Harapan apalagi ? Setelah semua yang kurangkai malam ini hancur berkeping-keping.

Mengemudikan mobil dengan gerlingan air mata yang berjatuhan membasahi baju.

Seolah buta dengan kondisi jalan. Lubang yang ada di depanpun aku trabas.
Tak peduli jika aku sampai terhentak ke atas saat roda mobilku melewati lubang yang lumayan dalam dengan kecepatan kencang.

Berhenti menangispun aku tidak bisa.

Ingatan bocah kecil yang tampan sedang digandeng dua pasangan yang berbahagia menghancurkan moodku yang sudah kuatur baik. Bocah kecil itu. Menjungkalkan harapan yang telah kubuat ke dasar jurang. Bocah kecil hasil buah cinta dari dua orang yang saling mencintai. 

Aku kira dia mencintaiku.

Kenyataannya, akulah yang terlalu sibuk merangkai mimpi-mimpi bisa membangun keluarga kecil bersamanya. Dia hanya menganggapku sebagai bayangan dari orang yang dicintainya.

Jangan terlalu berharap! 

Hiks Hiks Hiks. Aku menangis terisak-isak dengan badan yang terus bergetar. 

Mengingatnya membuat hatiku remuk. Aku yang kesal semakin menginjak pedal gas dengan kuat.

Awalnya aku tidak menyadari kalau pada saat persimpangan tiba-tiba ada mobil yang juga melaju tak kalah kencangnya. Sorot lampu dari kejauhan menyadarkanku kalau aku sedang dalam bahaya.

Hatiku menjadi gusar bukan main mengetahui maut sebentar lagi menghapiriku. Kendaraan yang melaju dengan amat kencang semakin mendekatiku. 

Kala mobil itu sudah teramat dekat dengan posisiku, aku langsung menginjak gas mobil dengan sekuat tenaga menghindari maut yang akan menjemputku. Keringat dingin sebesar biji jagung sudah mengucur keluar dari pori-pori. 

Aku belum siap mati!

Citttttttt

Aku membanting stir dengan tak tahu arah berusaha menghindar dari lajuan kendaraan yang hampir menabrakku! Jantungku melompat-lompat ingin keluar dari organ dalam tubuhku. Nafasku memburu sampai-sampai aku bernafas dari hidung dan juga mulut. Mulutku ternganga lebar berusaha menghisap dalam-dalam oksigen sebanyak-banyaknya. 

Duniaku berhenti berputar.

Nyawaku mendadak hilang. Aku tidak tahu dan tidak sadar apa yang telah terjadi.

Aku memejamkan mata, hatiku berdoa dalam diam.

Semoga aku baik-baik saja.
Semoga aku masih hidup.

Hanya itulah yang ada di pikiranku. Otakku buntu tidak bisa berpikir.

Aku takut membuka mataku, karena bila membuka mata bayang-bayang saat aku hanyut di sungai kala itu membuat nyaliku ciut.

Trauma yang sudah bisa kulupakan. Sekarang, aku mengalaminya lagi. Layaknya keledai bodoh yang mengulangi kesalahannya tidak cuma sekali. Itulah aku. Aku yang amat bodoh, pikiranku seperti hanya sejengkal saja tidak bisa memahami kalau tindakan bodoh yang kulakukan tidak hanya menyiksa diriku, tapi mendatangkan malaikat maut yang barangkali siap menjemputku paksa. 

Masih dengan mata terpejam memeluk stir mobil, aku menggeser tubuhku dan dengan gemetaran aku membuka kelopak mataku. Aku sangat takut, bila ruhku sudah melayang di akhirat. 

Merapalkan doa dengan kepala yang sedikit berat, mataku sedikit buram karena ada kunang-kunang yang berterbangan indah menghiasi penglihatanku. Aku mencoba menetralkan jantungku yang masih berdetak dengan kencang akibat syok yang kualami. Rasanya aku kehilangan jiwaku sementara ini. Aku merasa diriku sekarang bukanlah Luciana yang kuat. Namun, aku kembali menjadi Reina yang lemah karena terjebak bayang-bayang masa lalu. 

[END] Apa Salahku Bun? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang