(23) Permintaan Reina

3.1K 190 19
                                    

Happy Reading

--------------------------------------------------------

Yeah, badanku yang tadinya lengket sekarang sudah berasa segar kembali.  Suster memperlakukanku dengan baik, bahkan menganggapku sebagai anaknya.

Saat ini,  aku sudah berganti kostum memakai gaun shabhy chicks yang diberikan oleh Om Alex.  Benar-benar sempurna. Gaun ini melekat dengan pas di tubuhku,  membentuk lekuk badanku yang mungil ini. Tergantikan dengan kesan lebih agak berisi. Pita yang melingkar indah di pinggangku,  menampilkan unsur feminim. Aku suka sekali, gaun ini mewakili seleraku. Sederhana,  tetapi terlihat elegan bagi sang pemakainya. Cantik. Aku tersenyum lebar memandangi diriku dari pantulan kaca yang berada di kamar mandi.  Sangat sempurna. Apakah ini diriku? Seakan tahu dan mengerti ukuranku,  sampai bisa pas seperti ini.  Bahkan, aku masih tidak percaya jika aku bisa berpenampilan seperti ini,  penampilan feminim yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan olehku. Ditambah, aku saja tidak pernah dibelikan baju oleh Bundaku, baju yang kupakai adalah hasil dari pemberian sahabatku, Renata atau aku yang membelinya sendiri dari sisa uang jajanku.  Sedih sekali memang. Tak usah pedulikan itu, yang jelas sekarang hatiku sangat senang. 

Tanganku membenarkan letak poniku,  menyentuh kepalaku agar rambutku tertata dengan rapi. Penampilan badan sudah cantik, maka mahkota rambut juga harus tertata apik,  supaya bisa sempurna. Menutupi kondisiku yang sebenarnya menampakkan raut kelelahan khas orang sedang sakit. 

Perfect! Aku menatap diriku sendiri dengan perasaan kagum.

Oke,  sudah cukup.  Sudah oke, pikirku saat meneliti kembali penampilanku dari ujung rambut hingga sebatas dengkul. 

Aku keluar dari kamar mandi dengan sebelah tangan yang mendorong tiang infus. Aku harus berhati-hati,  agar infusnya tidak terlepas dari tanganku,  bisa gawat nanti malah darah yang akan terucur keluar.

Sesudah melangkah keluar dari kamar mandi,  baru beberapa langkah aku mau mendekati kasurku. 

Hatiku mengembang, senyum langsung terukir di bibirku. Tak bisa kutahan, aku terus tersenyum manis.  Perasaanku sangat bahagia,  tidak sabar menantikan Om Axel yang tengah memandangku yang sudah memakai gaun pemberiannya.  Aku ingin tahu,  bagaimana ya ekspresinya? Apa katanya nanti? Baik,  aku tunggu saja.  Aku terus berjalan mendekati kasur.

Ceklek

Pintu sudah terbuka dengan sendirinya,  nah itu dia Om Axel dengan sejuta pesonanya melangkah dengan gagah mendekati posisiku yang masih berdiri sambil memegang tiang infus.  Aku membalikkan badanku dan menoleh ke arah Om Axel dengan senyuman dan cengiran.  Aku terkejap,  benar kan kalau ia sedang memandangku,  matanya tidak bisa berhenti memandangiku dari atas hingga ke bawah. Aduh,  aku takut bila aku ternyata tidak pantas untuk memakai gaun ini,  jangan bilang aku malah semakin jelek.  Bagaimana ini?  Aku tidak bisa menebak raut wajahnya,  karena tidak ada senyuman atau ekspresi lain. Aku berhasil memecahkan keheningan yang melanda antara aku dengannya dengan tanganku yang meletakkan tiang infus kembali di tempat semula,  dan aku mendudukkan diriku di atas kasur.

"Hai Om Axel." Sapaku dengan nada gembira sambil menatap wajahnya.

Eh, dia terkejut. Aku bisa menangkap keterkejutannya karena badannya sedikit bergerak saat aku menyapanya dengan lumayan berisik.

"Halo Sayang.  Kamu cantik sekali!  Om sampai pangling loh lihat kamu,  tadi Om kira salah masuk kamar hahahahaa....." Sapanya yang diiringi dengan candaan yang malah membuat pipiku menghangat.

Please,  jangan sampai Om Axel mengira yang tidak-tidak saat melihat pipiku yang sudah memerah ini. Aku yang merasa malu, menundukkan kepalaku agar ia tak bisa melihat aku terkesima dengan ucapannya.  Yah,  walaupun mungkin hanya candaan belaka?  Tapi,  hatiku bergetar saat mendengarnya.  Entahlah,  akupun tidak mengerti.

[END] Apa Salahku Bun? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang