(83) Usaha Perjuangan Yanda

1.2K 117 37
                                    

Selalu menanamkan mindset yang positif di otak, terkadang membuatku bodoh. Menjadi orang yang terlalu baik, malah mengundang orang jahat untuk menghancurkan kita dengan gampangnya. Memang, aku tidak akan pernah letih untuk berusaha menjadi manusia yang baik. Sebisa mungkin aku akan berbuat baik.

Namun, kali ini aku akan mencoba menguranginya. Tidak bagus juga selalu mengutamakan kebahagiaan orang lain ketimbang menyenangkan diri sendiri yang juga butuh hiburan.

Aku menyipitkan mataku menilik sekantong tas kertas yang berisikan kemeja. Ya, kemeja pria yang ukurannya dewasa. Tampaknya berwarna abu-abu cerah. 

"Mah!" panggilku agak berlari ke arah Mamah.

Mamah menoleh kaget, "Ana!"

Mamah rupanya masih memanggilku Ana. Mamah masih mengganggapku sebagai anaknya.

"Mamah ke sini sama siapa?" aku bertanya ketika sudah berdiri di dekat Mamah.

"Mamah sendirian, An. Kalau kamu sama siapa?"

"Oh, iya Mah aku sama Mas Axel," aku sedikit mendesah lega.

"Lha iya? Dimana Axel?"

"Itu lagi antri, Mah," jawabku sambil menunjuk Mas Axel yang sedang berdiri di barisan antrian.

"Mamah kangen sama kamu, An. Rumah kembali sepi, Lucas juga jadi pendiam sekarang," curahan hati Mamah membuat secuil hatiku ikut tercubit.

Mengingat Kak Lucas aku menjadi sedih. Aku teringat dengan uluran tangannya yang menyelamatkanku dari sungai dulu.

"Aku juga kangen, Mah. Apa lagi sama Kak Lucas, kangen banget," jujurku.

Mamah mendaratkan tangannya di pundakku. Aku merasakan usapan tangan Mamah.

"Pintu rumah selalu terbuka buat kamu, An. Kapanpun kamu mau ke rumah, silahkan," harap Mamah.

"Iya, Mah. Kapan-kapan aku main lagi ke rumah, deh."

"Axel kayaknya udah selesai, An. Kamu mau langsung pulang atau pergi lagi?" ujar Mamah sambil menatap Mas Axel.

Arah pandangku juga mengikuti Mamah ke arah Mas Axel berdiri. Mas Axel sudah selesai nampaknya, dia berjalan menghampiriku.

"Ehm.. Nggak tahu, Mah. Aku ikut Mas Axel aja. Mamah buru-buru mau pulang, ya?"

"Nggak, kok. Mamah masih mau muter-muter aja. Kebetulan tadi keinget Lucas, jadinya mampir beliin baju buat dia," Mamah menjelaskannya dengan mengangkat tas kertas berisikan kemeja. Seakan Mamah tahu apa yang dari tadi ada di pikiranku.

Huft, aku mendesah lega mendengarnya. Akhirnya, aku bisa bernapas dengan lancar. Aku kira.. Ah, tidak-tidak. Hubungan mereka sudah berakhir. Batinku tetap saja tidak bisa berpikir positif.

"Wah, Kak Lucas pasti senang, Mah. Dia kan orangnya malas beli baju," aku menutupi kecurigaanku.

Mamah tersenyum, dan aku merasakan sebuah tangan melingkar di pundakku yang kuyakini adalah Mas Axel. Siapa lagi?

"Halo, Bu Letizia," sapa Mas Axel.

"Apa kabar, Xel?"

"Baik, Bu. Kalau Ibu dan Lucas bagaimana?" tanya balik Mas Axel.

"Saya baik, Xel. Keadaan Lucas jauh lebih baik, kemarin sudah kontrol dokter bilang sedikit lagi bersabar, kakinya pasti akan bisa membaik."

"Semoga Lucas segera bisa pulih ya, Bu. Ibu ke sini sendiri atau bareng teman, Bu?"

Setelah mendoakan, aku merasa Mas Axel juga ikut bertanya karena curiga.

"Saya sendiri aja, Xel. Niatnya tadi cuma mampir, tapi kepikiran beliin baju Lucas," Mamah kembali menjelaskan bahwa kemeja yang dia beli untuk Kak Lucas.

[END] Apa Salahku Bun? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang