(78) Pulang Ke Kedai

1.3K 152 34
                                    

Vote dulu baru komen ya 😘✨
_____________________________________

Sebelumnya cuaca sudah mendung. Tapi, sekarang sudah hujan. Bersamaan keluarnya kaki kami semua dari rumah Mamah, hujan juga ikut turun. Seolah semesta memahami betapa pedihnya perasaan kami.

Tidak peduli derasnya rintik hujan yang membasahi tubuh, kami tetap berjalan memasuki mobil. Mobil yang terpisah antara aku, Bunda, Mas Axel, dengan Yanda. Yanda datang dengan membawa mobilnya sendiri.

"Rei, pulang ya ke rumah.." mohon Yanda menggenggam tanganku.

Aku melirik ke arah Bunda. Bunda menampilkan aura tidak bersahabat.

"Maaf, Yanda. Aku belum bisa pulang ke rumah. Yanda pulang saja, ya? Hati-hati di jalan," ujarku melanjutkan langkah menuju mobil.

Bunda sudah lebih dulu masuk ke mobil. Bunda duduk di kursi depan sebelah Mas Axel. Usai menutup pintu mobil, aku mengecek ponselku yang berdering.

Ternyata, pegawaiku yang menghubungiku terus menerus.

"Siapa, Rei?" tanya Mas Axel.

"Pegawaiku, Mas."

"Ada apa? Ada masalah?"

"Enggak, kok. Hanya mengabari kalau habis belanja kebutuhan kedai."

Selesai aku menjawab Mas Axel. Ban mobil melesat meninggalkan halaman rumah Mamah. Rumah yang penuh kenangan. Aku kembali sedih menyaksikan sekali lagi untuk terakhir kalinya memandangi bangunan rumah Mamah.

Tes

Tes

Setetes air mata merembes dari sudut mataku. Aku menyekanya. Sejahat apapun Mamah, tetap saja aku teringat kebaikannya. Terlebih Kak Lucas.

Kalau tidak ada Kak Lucas, tidak mungkin aku masih bisa bernafas sekarang. Kalau Mamah tidak merawatku, aku mungkin masih menjadi orang yang depresi bahkan bisa gila.

Kalau saja Mamah tidak terlibat dengan masa lalu keluargaku. Aku pasti tidak akan pernah kecewa dengannya.

Aku memejamkan mataku sejenak, meresapi kesedihan yang muncul di benakku. Kami bertiga berdiam diri, fokus dengan pemikiran masing-masing. Mas Axel yang sibuk memegang kendali stir mobil. Bunda yang mengarahkan wajahnya ke jendela kaca mobil. Pandangan Bunda meredup dan kosong. Terlalu banyak beban yang menggantung di pundaknya hari ini.

Tidak butuh waktu lama karena jalanan tidak sedang padat, kami sampai di halaman kedai. Bersyukur kami disuguhi pemandangan pengunjung yang mondar-mandir memakai payungnya masuk keluar kedai.

"Asyik, rame banget kedaiku, Bun!" pekikku riang gembira.

"Iya, rame banget ya, Rei. Bunda senang lihatnya," ujar Bunda dengan nada datar. Wajahnya juga tak kalah datar.

Kami turun dari mobil. Tidak memakai payung, kami menerobos hujan dengan sedikit berlari. Mendorong pintu kedai untuk bisa masuk. Para pegawaiku tercengang mendapati penampilan kami yang jauh dari kata rapi dan fresh. Sangat berantakan, aku tahu itu.

"Ya ampun, Mbak! Kok, basah kuyup begini, sih," perhatian pegawaiku.

"Hehehehe.. Hujan-hujanan dikit, enggak papa lah ya, Bun?" aku melemparkan cengiran kepada Bunda.

Bunda membalas cengiranku dengan senyuman manisnya, "iya, tadi Reina minta ditemani main air, Mbak. Maklum dia kayak anak kecil."

Mas Axel tidak tahan untuk tidak tertawa, "namanya juga bos kecil."

Pegawaiku tertular tertawa. Kami tertawa bersama. Padahal, kami sebenarnya hanya berpura-pura membangun image baik-baik saja. Tidak dengan hati. Hati kami hancur berkeping-keping. Terutama Bunda.

[END] Apa Salahku Bun? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang