(10)

5.1K 320 10
                                    

Berat sekali membuka kelopak mataku, seperti ada sesuatu yang menahannya agar aku tetap memejamkan mata. Tapi, namaku merasa terpanggil. 

Rei Rei Rei 

Perlahan kucoba buka kelopak mataku, seketika rasa pusing menyerang kepalaku. Tanganku tak kuasa untuk menopang kepalaku agar bisa terangkat dan bangun dari kasur. Hal pertama yang kulihat adalah rak obat-obatan yang menggantung, menandakan aku sekarang berada di ruang uks. Bau khas uks tercium, merasuk dalam hidungku. 

Otakku berpikir, mengapa aku bisa tertidur di uks ya ? Ini kan masih jam 9 pagi. 

"Rein, gila lo yaa, kan tadi gue udah bilangin mendingan lo tidur aja di uks. hmmmm" 

Suara Renata memecah keheningan. Aku baru ingat, ternyata tadi aku baru saja pingsan saat sedang berdiri di tengah lapangan. Selalu saja Renata akan kesal kepadaku apabila menemukanku dalam keadaan sakit. Karena, ia pasti sudah mewanti-wantiku agar aku mengikuti sarannya untuk istirahat saja. Tetapi, aku selalu menolak, tidak mengindahkan sarannya. 

"Maaf Ren, hehehehehe aku baru bangun udah kamu marahin aja. Sakit tau kepalaku." Balasku dengan tangan memegang kepalaku yang sakit ini. 

"Kebiasaan lo! Capek gue ngasih taaunya Rei. Btw lo pasti kenapa kan di rumah, gue tau pasti lo ada masalah yang berat sampe-sampe lo ga sarapan hmmmm." Suara tinggi Renata mengisi ruangan. 

"Kamu tau aja Ren, ya begitu deh. Kamu pasti ngerti lah." Sahutku dengan malas.

"Ceritain dong Rein, gue kepo deh, lo kenapa lagi sih. Hmmm, tapi gue ngerti sih pasti sekarang lo ga mau cerita kan. Sans, ntar aja kalo lo dah siap lo bebas cerita ke gue, mau main ke rumah gue pokoknya pintu rumah terbuka buat lo yaaa!" Pinta Renata dengan tangan sambil memegang bahuku. 

"Iya bawel, nanti aku ceritain deh. Ya ampun aku tu pusing, ada teh anget ga Ren???" 

"Janji dulu! Baru gue ambilin teh angetnya hmmm." 

Jari kelingking Renata telah mengarah ke tanganku, menandakan aku harus menautkan juga tanda berjanji akan menceritakan masalah yang sedang kualami. 

Kutautkan jari kelingking dengan kelingkingnya. Bahwa aku akan menceritakan yang sesungguhnya. 

"Nah gitu dongggg, bentar ya gue ambilin dulu tehnya." 

Aku beruntung memiliki sahabat seperti Renata, hanya ia yang peduli padaku. Seolah ia bertindak seperti saudara kandungku sendiri, yang menyayangiku, melindungiku, walaupun suara berisiknya selalu memenuhi gendang telingaku, tingkahnya yang hiper, blak-blakan. Aku bersyukur mengenal Renata. 

Sembari menunggu Renata, aku memposisikan diriku duduk di tepi kasur. Mengecek suhu badanku dengan termometer yang telah disediakan khusus untuk siswa yang sakit. Kutempelkan termometer tersebut ke lubang kupingku sebentar, dan menantikan berapa suhu tubuhku. Tit. Bunyi tanda selesai akhir pengecekan suhu. Kupandangi layar termometer dan telah tertera angka "37" derajat. Hmm, pantas saja rasanya sedikit panas menjalar di tubuhku. 

Kuletakkan kembali termometer tadi ke dalam rak obat-obatan sebelah kasur. Tak lupa kututup kembali raknya, supaya alat lainnya tetap bersih. 

Nah, itu dia, dari depan pintu terlihat Renata telah tiba dengan tangan membawa secangkir teh hangat untukku. 

"Nih Ren, udah gue bawain teh anget sesuai permintaan lo. Diminum ya sampe habis." Perintahnya kepadaku dengan menyodorkan cangkir teh.

"Iya bawel, aku minum dulu, makasih yaaaaaaaa sahabat terbaikkkk, cinta deh." Balasku dengan nada gembira.

"Alay lo, sans ajaaa sama gue lah. Udah sana diminum, terus istirahat. Eh btw, gue males loh balik ke kelas hhahhahahaha." Sarkasnya, dengan disertai kekehan.

"Astaga Ren, balik sana ke kelas, kan hari ini ada pelajaran matematika. Aku ga papa sendirian di sini." 

"Eh kaya ga kenal gue aja lo, males gue tau. Mendingan gue di sinilah jagain lo wkwkwk." Jawabnya dengan santai.

"Yeeeee, terserah deh." 

Kami memang terkadang bosan mengikuti pelajaran di kelas, tetapi Renata lah yang berjiwa bar-bar, kadang ia suka ijin ke uks padahal ia tidak sakit. Ia malas. Ckckckckc, parah memang. 

Waktu menunjukkan pukul 11 siang, masih lama jam pulang sekolah. Kumanfaatkan kekosongan waktuku yang seharusnya untuk istirahat tetapi kujadikan waktu berbincang cantik, dan terkadang bergosip dengan Renata. Beruntung tidak ada siswa lain yang sedang sakit dan harus tidur di uks. Jadilah Renata yang malah tidur di kasur sebelahku. 




[END] Apa Salahku Bun? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang