(47) Temu Janji Adrian

2K 159 11
                                    

Jariku menari-nari menekan tombol angka di kasir untuk menjumlahkan total belanjaan yang dibeli oleh para pelanggan. Sibuk menghitung uang dan juga menyunggingkan senyum agar para pelanggan tidak merasa diacuhkan olehku. Pekerjaanku amat menyenangkan setiap harinya. Memasak, mengadoni kue, melayani pelanggan sudah menjadi rutinitasku sehari-hari yang memberiku kesibukan. Berharap dengan kesibukan yang produktif ini, aku bisa melupakan beban hidupku yang kuharap kian lama akan memudar. 

Setelah dirasa para pelanggan yang berdatangan ke kasir sudah berpindah posisi untuk duduk di kursi, aku berpindah untuk memeriksa keadaan kulkas yang persediaan kuenya sudah menipis. Akibat keantusiasan para pengunjung yang datang membeli cheese cakeku yang tidak sedikit tiap orangnya. Aku tersenyum senang, karena berarti produk yang kujual selalu fresh. Bahkan, aku suka keteteran menghadapi lonjakan permintaan juga pesanan pelanggan. 

"Mbak, tolong ambilkan lagi cheese cakenya ya. Stok di kulkas sudah menipis." 

"Siap Mbak Ana. Saya ambilkan dulu."

"Hufttt, syukurlah pesanan pelanggan buat nanti sore sudah ready." Aku bersyukur dalam hati meneliti kotak pesanan kue yang sudah tertumpuk dengan rapi di samping meja kasir. Tumpukan box cheese cake yang menjulang tinggi membuat hatiku bersorak gembira. Karena pesanan yang datang tidak pernah ada habisnya. 

Cukup dengan kedai yang ramai sudah menghilangkan rasa kesepian hari-hariku. Semuanya sudah lengkap. Rasa penatpun menghilang dengan mendengar suara pengunjung yang bercakap-cakap dengan mulut yang tersumpal penuh dengan cheese cake. 

"Ini Mbak Ana, saya taruh dalam kulkas ya Mbak." Kata pegawaiku yang dibantu temannya membawa nampan berisi cheese cake. Pegawai itu memasukkannya ke dalam kulkas dengan hati-hati. 

"Aman deh, stoknya banyak. Jadi, nanti pembeli tidak takut kehabisan." 

"Benar Mbak, hari ini permintaan pembeli melonjak. Pesanan satu selesai, ada lagi yang masuk."

"Berarti, cheese cake kita tidak pernah mengecewakan orang-orang. Syukurlah, kalau makin hari kedai bertambah ramai." 

Lengkungan senyum yang terukir di bibirku tidak pernah surut. Mendengarkan kian lama permintaan produk yang kubuat bertambah banyak, membangkitkan semangatku yang sehingga tidak pernah padam. 

Dari depan pintu kedai ada seorang anak kecil yang berlarian dengan riang memasuki kedaiku, dan di belakangnya diikuti sang ayah. Aku sudah tahu betul, siapa anak kecil yang heboh lari-lari mendekatiku. Aku melihat binar wajahnya yang kian merekah tatkala melihatku berjongkok tepat di hadapannya. Aku mensejajarkan tubuhku dengan tubuhnya yang sangat mungil. 

"Mommm.."

"Mommy..." Suaranya terdengar sangat lucu memanggilku Mommy. 

Aku menyahuti panggilan kerinduannya "Iya sayang.." 

Aku merentangkan kedua tanganku menyambut anak kecil yang berlari ke arahku. Aku menyambutnya dengan pelukan hangat padanya, badannya sangat mungil membuatku gemas ingin mencubitnya terus. Masa bodoh, bila pegawaiku dan pengunjung kedai seketika langsung melotot kaget melihatku menggendong anak kecil. Ditambah dengan panggilan Mommy. Aku tidak peduli itu. 

"Mom, iyan kangen." 

Rindu melebur menjadi satu dalam hamburan pelukan yang erat. Bukan hanya Iyan saja yang merasakan itu, aku juga rindu sudah lama tidak bertemu dengan Iyan. 

"Sama Mommy juga kangen banget sama Iyan." 

"Iyan kalau udah ketemu Mommy, ayah dilupain." Adrian mencubit gemas pipi Iyan karena merasa dilupakan kehadirannya oleh anaknya sendiri. 

[END] Apa Salahku Bun? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang