(52) Akhir Rapat Saham

1.9K 151 41
                                    

Mengapa jalanan jam segini macet sih? Biasanya juga kalau sudah jam delapan itu lenggang.

Suara bising klakson kendaraan yang sengaja dibunyikan karena sudah tidak sabar ingin melintas. Aku juga tidak tahu kenapa bisa semacet ini.

Memangnya ada apa?
Apa ada kecelakaan di depan?

Aku bersabar menunggu antrian berjalan, padahal dalam hati aku sudah amat gelisah. Karena rapat saham akan segera di mulai. Bisa jadi, aku telat datang.

Aduh, aku malu kalau datang terlambat.

Cuaca yang panas, tidak ada angin karena daunpun diam tak bergeming. Harusnya daun meliuk-liuk karena digerakkan oleh semilir angin. Terik matahari serasa menyengat kulit makhluk di muka bumi ini. Peluh keringat membanjiri punggung manusia yang tengah berjuang mengumpulkan pundi-pundi rupiah.
Debu yang berterbangan memperkeruh suasana kecametan pagi ini. Kasian, bila pengendara motor dan pejalan kaki akan langsung terpapar oleh debu dan asap knalpot.

Sabar An!  Semangatku dalam hati agar tidak suntuk menunggu dalam mobil.

Aku memutar musik klasik agar tidak merasa bosan. tapi, rasa gelisah takut terlambat masih menyeruak. Aku memprediksi bahwa kemacetan seperti ini tidak akan berakhir sebentar lagi, kurasa ini kemacetan yang panjang. Yang bisa menjebak kita semua dan menyuruh kita memakan waktu yang lama.

Rasa ngantuk tidak bisa kuusir, bayangkan saja aku benar-benar tidak tidur semalaman. Pikiranku penuh dengan benang kusut yang tidak bisa kucari ujungnya.

Mengucek mata, melebar-lebarkan bola mata juga tidak bisa mengusir rasa ngantuk.

Hoam hoam.

Aku menguap lebar tanpa malu, mataku juga ikut berair karena saking beratnya menahan rasa kantuk. Mengantuk, tapi tak bisa tidur.

Mengetuk-ngetukkan jari ke atas stir mobil berharap supaya cepat berjalan.

"Ckckckckck, macet banget. Ada apa sih?" Kesalku berbicara sendiri.

Mengantuk, tidak tidur semalaman, sekarang terjebak macet padahal rapat akan segera di mulai. Menjadi paket komplit kesialan diriku hari ini.

Drtttdrtttttt

Ponselku bergetar tanda pesan masuk yang sudah banyak muncul di layar, mulai dari Mamah dan juga Kak Lucas. Aku tahu, pasti mereka khawatir takut aku lupa kalau ada agenda sebentar lagi.

Kupikir, membalas pesan dengan pesan juga tidak akan baik. Lebih baik, aku meneleponnya saja.

Kak Lucas in call.

"Halo Kak."

"...."

"Iya Kak, aku lagi perjalanan. Jalanannya macet parah, aku gak bisa bergerak."

"..."

"Oke Kak, semoga bentar lagi aku bisa jalan lancar ya."

"....."

"Bye Kak."

Tut.

Aku memutus sambungan dengan Kak Lucas. Nada suaranya terpancar aura kekhawatiran sekaligus panik, karena aku belum kunjung sampai. Tapi, dia memaklumi karena memang tidak ada yang bisa menebak kemacetan di kota ini.

[END] Apa Salahku Bun? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang