Aku berjalan tergopoh memasuki gerbang sekolah, jam ditanganku sudah menunjukkan pukul tujuh lewat dua puluh lima menit yang dimana lima menit lagi bel akan berbunyi.
Aku bukanlah murid teladan. Walaupun aku sekarang sudah kelas dua belas alias senior di sekolah, aku belum bisa menjadi contoh yang baik buat adik-adik kelas. Dan aku bukan juga murid yang disiplin, sudah sekali dua kali aku terlambat semenjak aku menjadi murid SMA.
Tepat pukul tengah delapan bel berbunyi, aku bernafas lega karena hari ini tidak jadi terlambat dan melangkahkan kakiku memasuki kelas.
Hening yang kurasakan saat aku mesuk ke dalam kelas. Tak seorangpun yang berbicara serta banyak dari mereka yang sibuk menulis entah apa itu.
Aku berjalan menuju mejaku kemudian meletakkan tas diatas meja dan duduk dikursiku.
Sama dengan yang lainnya, sahabatku Tania sekaligus teman sebangku-ku juga sibuk menulis dengan sesekali keningnya berkerut seolah sedang memikirkan sesuatu.
"Kenapa semua orang mendadak diem? Biasanya pagi pagi gini kelas malah keliatan ribut udah kayak pasar," aku berbicara kepada Tania yang sama sekali tidak digubrisnya.
Aku mendongakkan kepalaku mengintip buku yang ditulis oleh Tania "lagi nulis apaansih?" tanyaku karena tidak dapat melihat apa yang sedang dikerjakan Tania sehingga membuatnya begitu sibuk dan mengacuhkanku.
Tania berdecak kesal kemudian menoleh kearahku, "lagi ngerjain tugas matematika dari Pak Revan! Lo udah kerjain belum?" jawabnya sedikit nge-gas. Keliatan banget kalau dia lagi stress ngerjain soal matematika yang sulitnya tiada tara, sesulit mencari jodoh.
Tunggu! Tugas matematika? Ya ampun aku belum mengerjakannya!
Wajahku langsung berubah pucat dan buru-buru aku membuka tas dan mengambil buku tulis serta pulpenku.
"Tania, boleh nyontek punya lo nggak? Soalnya gue takut dihukum pak Revan!" ucapku dengan tampang memelas.
Pak Revan adalah guru baru yang beberapa bulan ini mengajar disekolah sejak aku duduk di kelas dua belas. Kehadirannya disekolahku yang tercinta ini dapat mencuri perhatian para kaum hawa baik dari kalangan murid serta para guru dikarenakan wajahnya yang kelewat tampan itu. Tapi walaupun begitu dia adalah guru yang tegas dan disiplin. Baginya tidak mengerjakan tugas adalah perbuatan yang dianggap meremehkan materi yang diajarkannya dan sekarang aku malah tidak mengerjakan tugas yang dia berikan, entah bagaimana nasibku kedepannya?
"Enggak bisa! Gue aja masih ngerjain soal no 3 masih ada 7 soal lagi yang belum gue kerjain. Mending lo minta sama yang lain aja deh!" ujarnya kemudian kembali menulis.
Aku mengedarkan pandanganku memerhatikan setiap gerak gerik orang di kelas dan terlihat di sudut paling pojok kelas berada sesosok makhluk yang sedang bermain game melalui ponselnya, orang itu adalah Rega murid paling santuy sedunia. Dan orang yang duduk disampingnya yaitu boby yang memiliki tubuh agak gemuk juga melakukan hal yang sama seperti Rega, yaitu bermain game.
Aku berlari kecil menghampiri mereka.
"Bob boleh minta contekan sama lo ngak?" pintaku setelah aku berdiri tepat dihadapan mereka.
"Emang lo belum ngerjain?" jawabnya tanpa menoleh kearahku karena terlalu asyik dengan ponselnya.
Aku memutar kedua bola mataku merasa kesal dengan mahkluk dihadapanku ini. "Kalo gue udah kerjain ngak mungkin gue minta sama lo koneeeeng! "
"Plis! Boleh yah!" aku mengkedip-kedipkan mataku berharap Boby akan luluh. Tapi ternyata aku salah, Boby malah terus bermain tanpa mendengarkan permintaan cewek lemah nan rapuh sepertiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr.Teacher Pervert [Completed]
Teen FictionArabella Pramudhita yang sudah kelas dua belas yang dimana tahun depan dia akan lulus dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi malah berurusan dengan guru matematika baru disekolahnya. Kehidupan nyaman Arabella harus berakhir setelah...