***
"Mas, udah dong ngambeknya."
Ini sudah kesekian kali Aery membujuk Mingyu yang masih diam membisu. Semenjak di jalan menuju pulang sampai ke apartemen Mingyu masih saja cemberut. Bahkan Naya yang ada di antara mereka melihat keheranan pada sang Ayah.
"Mas."
Blakkk..
Mingyu menutup pintu kamar dengan cukup keras. Seberapa marah Mingyu sampai dia seperti itu?
"Naya udah makan?"
Gadis kecil itu mengangguk. "Ayah kenapa sih Bun?"
"Bunda juga gak tau, emangnya Ayah kalo lagi kesel suka gitu yah? Bantingin pintu kayak gitu?" tanya Aery.
Naya mengangguk, "kalo lagi marahan sama tante Jane juga suka gitu. Atau berantem sama Om Yuvin."
Mingyu berantem sama Yuvin? Sebenarnya seperti apa Mingyu yang tidak diketahui Aery? Bagaimana sikap pria itu yang sebenarnya, Aery tidak tau. Dia menikah dengan pria itu karena perjodohan bahkan dia tidak pernah mengetahui sifat pria itu yang sebenarnya.
"Naya masuk kamar yah, harus banyak istirahat. Nanti sore kan mau jalan-jalan di taman." Titah Aery, anak kecil itu mengangguk dan segera pergi menuju kamarnya.
Sekarang Aery tidak tau harus melakukan apa. Dia tidak bisa masuk ke dalam kamar karena Mingyu sedang marah. Jadi ia putuskan untuk membereskan ruang tamu dan dapur yang belum sempat dibereskan saat dia pergi ke kampus tadi pagi.
Tidak perlu tenaga ekstra. Hanya menyedot debu, merapihkan meja, mengelap meja makan dan mencuci piring. Selama Aery melakukan pekerjaan rumah, pikirannya selalu pergi kemana-mana. Bukan memikirkan yang aneh, Aery sedang berpikir bagaimana caranya agar Mingyu mau mendengarkannya.
"Apa Mas Mingyu seperti itu karena cemburu?" tanya Aery pada dirinya sendiri sambil membilas beberapa piring yang sudah dilumuri sabun.
"Hm, maafin Mas." Ucap Mingyu tiba-tiba memeluknya dari belakang dan menelusupkan kepalanya di ceruk leher Aery. Benar-benar membuat piring yang ada ditangannya hampir melayang.
"Mas cuman salah paham, aku bahkan belum sempat menghindar. Keburu Mas dateng. Maafin aku juga." Ucap Aery, masih dengan aktivitas mencuci piring.
Wanita itu merasakan lengan Mingyu yang semakin erat memeluknya. "Mas kan udah bilang jangan deketin cowok tadi bahkan sebelum kita nikah."
Aery mematikan keran wastfael kemudian menata piring dan gelas yang sudah dicuci bersih. Aery kemudian berbalik dan menatap manik mata Mingyu dari bawah karena Mingyu terlihat menunduk dan tinggi Aery yang tidak seberapa.
"Mas percaya kan sama aku?" tanya Aery sambil menangkup pipi Mingyu. Pria itu memegang lengan Aery yang ada di wajahnya, mengecupnya pelan kemudian meraih tubuh Aery ke dalam pelukannya.
"Iya." Jawabnya ringan.
Mingyu yang judes, tidak mengerti perasaan orang lain, dan tidak peduli ternyata memiliki sisi yang berbanding terbalik. Pria itu ternyata bisa cemburu dan berkelakuan seperti anak-anak. Benar-benar sisi Mingyu yang tidak pernah Aery sangka.
"Mas udah ih, engap!" protes Aery saat Mingyu memeluknya erat.
"Ke kamar yuk!" ajak Mingyu setelah itu mengedipkan sebelah matanya. Aery langsung melotot, dan menjauh dari pria itu. "Gak akan ngelakuin apa-apa cuman mau ngobrol."
Aery kemudian mengangguk dan pergi menuju kamar diekori Mingyu dari arah belakang. Mereka kemudian duduk di atas ranjang sambil bersandar. Sedangkan Aery bersandar pada dada Mingyu yang cukup bidang.
"Kamu gak kepikiran soal, anak?" tanya Mingyu terlihat begitu hati-hati.
Aery sendiri ragu, "tanggung Mas. Kuliahku tinggal beberapa bulan lagi. Aku juga mau fokus sama kesehatan Naya dulu."
Mingyu mengelus lembut surai istrinya itu, "aku gimana kamu aja. Kasihan juga kalo kamu nanti hamil sambil kerjain skripsi. Kamu gak boleh stress."
"Tapi apa Mas gak keberatan?" tanya Aery, Mingyu menggeleng.
"Mas juga pengen fokus sama kesehatan Naya."
"Mas." Panggil Aery, "Ibunya Naya, kenapa dulu sampe meninggal?"
***
"Aku pergi dulu yah Mas." Ucap Aery berpamitan pada Mingyu, begitupun dengan Naya.
Seperti janji yang dikatakan Aery, dia dan Naya akan berjalan-jalan di taman. Karena katanya sedang ada bazar di taman hari ini. Awalnya Mingyu berniat ikut juga. Tapi setelah Aery bertanya soal kematian mendiang Ibunya Naya pria itu jadi mendadak banyak diam. Pertanyaannya pun belum sempat dijawab.
"Aku bakalan ceritain, tapi nanti bukan sekarang. Kalau waktunya sudah tepat." Lirihnya.
"Kapan waktunya tepat? Gimana kalo gak ada waktu yang tepat?"
Mingyu diam, "artinya memang kamu tidak perlu mengetahui hal ini."
Seperti itu kiranya saat mereka berbincang tadi. Seperti ada yang disembunyikan Mingyu darinya. Tapi bukannya seorang suami dan istri harus saling terbuka satu sama lain? Lalu kenapa Mingyu bersikap seperti ini? Sebenarnya kenapa dengan mendiang Ibunya Naya?
"Bun, bunda?" panggil Naya.
"Eh kenapa?" memikirkan hal tadi membuatnya tidak fokus. Bahkan Aery tidak sadar kalau mereka sudah sampai di taman.
"Bunda mikirin apa?" tanya Naya. Aery berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya dengan Naya.
"Enggak sayang, kamu mau beli apa? Kalo makanan Bunda gak bisa jamin mereka masaknya bersih, nanti Bunda bikinin di rumah yah?" Naya mengangguk paham. Anak itu sebenarnya tidak tau apa penyakit yang menderitanya. Aery dan Mingyu hanya berkata kalau Naya sakit biasa. Naya yang seharusnya masuk sekolah pun, Mingyu terpaksa menghentikannya demi kesehatan Naya. Dia pikir akan memberikan home scooling saja pada putrinya itu.
"Ada boneka kelinci, Naya mau itu." Ucap Naya. Aery dan Naya segera membelikan boneka itu. Boneka kelinci yang ukurannya tidak besar ataupun kecil. Naya sangat menyukai boneka kelinci itu.
"Eh ada tukang buah-buahan, beli yuk!" Naya mengangguk.
"Wah, banyak banget." Ujar Naya antusias. Buah-buahannya banyak jenisnya, terlihat segar juga seperti yang dijual di supermarket. Kebetulan sekali, stok buah-buahan menipis di rumah.
"Naya mau buah apa?"
"Alpukat!"
Semua orang yang mengenal Naya pasti tau kalau alpukat menjadi buah kesukaan anak itu. Aery juga membeli pisang, mangga, dan semangka. Tapi sekarang dia bingung membawanya bagaimana.
"B-bunda." Panggil Naya saat Aery baru saja selesai melakukan transaksi.
"Ya ampun Naya!" Aery panik, dia langsung menelepon Mingyu dan berusaha menghentikan darah yang mengalir dari hidung Naya. Cukup banyak, sampai mengenai boneka kelinci yang baru saja dia beli. Beruntung, pedagang buah tadi sangat baik dan membantunya untuk menghentikan darah yang terus mengalir.
"Halo. Kenapa sayang?" syukurlah Mingyu segera mengangkat panggilan masuk dari Aery.
"Mas buruan kesini, Naya mimisan gak bisa berhenti!"
***
Mingyu kalo lagi cemburu gemes banget masa:( dia tuh kadang kek bapak bapak so cool kadang lebih manja dari pada Naya:(
Guys, jangan pelit vote dong:)
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓]My Lecture My Husband
Fanfiction[Selesai] #1 - Exo (25/12/2020) #1 - Seunggi (20/05/2020) #1 - Kimmingyu (17/10/2020) #1 - Suzy (06/11/2020) #1 - Jeonghan (10/11/2020) #1 - Scoups (10/11/2020) #1 - Suho (26/12/2020) #2 - Mingyu (24/12/2020) #3 - Lecture (06/11/2020) #3 - Joshua (2...