Extra Chapter #2

5.4K 453 38
                                    

Kaget gak? Kaget gak?
Kaget lah, masa enggak!

Happy reading.

***


"Mas, udah berapa kali aku bilang sih?! Nyimpen handuk itu jangan di atas kasur."

Mingyu merutuki dirinya karena lagi-lagi lupa menyimpan handuk ke tempatnya. Ya ampun, bisa-bisanya Mingyu mematik api pagi-pagi seperti ini.

"Ayah sih," ucap Hana. Gadis kecil berusia lima tahun itu kini semakin tumbuh besar dan dewasa, sudah banyak omong juga. Terkadang sedikit menyebalkan persis seperti Ayahnya, kalau menurut Aery.

"Sayang," panggil Mingyu saat Aery baru saja bergabung untuk sarapan dengan wajah ditekuk.

"Mas, kita nikah udah berapa tahun sih? Kita udah hidup bareng berapa tahun sih? Harus banget tiap hari aku ngomel cuman gara-gara handuk?" Tanya Aery.

Mingyu menggeleng pelan, ekspresinya persis seperti anak yang tengah dimarahi orang tuanya.

"Mas lupa, janji besok gak gitu lagi."

"Janji terus, Ayah gak bosen? Dosa loh Yah kalo janji gak ditepatin. Nanti Tuhan marah," ucap Hana.

"Tuh kan, anak kamu aja ngerti loh. Masa udah S3 gak ngerti juga. Percuma dong?" Ucap Aery.

Ya ampun, Mingyu dibuat serba salah sekaligus terpojokkan. Ucapan anaknya ini, benar-benar menohok hanya dalam sekali ucap. Persis sekali dengan Mingyu ketika memarahi mahasiswanya.

"Iya sayang, maaf yah?"

Aery tidak menggubris, ia hanya fokus memakan sarapannya. Tidak peduli sebanyak apa pria itu berusaha untuk dimaafkan, Aery tetap tidak akan memaafkannya begitu saja.

Mingyu beranjak menuju kamar untuk mengambil kunci mobil dan keperluan kerjanya yang lain. Sekaligus bersiap untuk mengantar Hana ke TK.

"Peri kecil Ayah sudah besar, ya ampun. Padahal baru kemarin rasanya kamu belajar jalan."

Hana yang tengah memakai sepatu itu mendongak, anak itu benar-benar pintar dan mandiri. Ia sudah mampu melakukan hal yang belum bisa dilakukan anak seusianya. Mingyu memang tidak salah memilih Aery sebagai ibu dari anaknya.

"Hana kan pintar, jadi cepat besarnya."

Anak ini, menjawab lagi.

"Nanti mau dijemput Ayah atau Bunda?" Tanya Mingyu sambil berjongkok di depan anaknya.

Hana nampak berpikir keras, memilih Ayah dan Bunda memang sulit. Meskipun Mingyu bisa tapi Hana akan tetap memilih Bundanya.

"Bunda, Ayah kerja aja. Cari uang yang banyak supaya Hana gak kekurangan jajan," jawab anak itu dengan entengnya.

Aery hanya bisa tersenyum menatap interaksi antara Ayah dan anak yang tidak biasa itu. Sedikit-sedikit berdebat, tapi lima menit kemudian akan saling menyayangi satu sama lain.

"Bunda! Aku sekolah dulu yah!" Teriak Hana sambil menghampiri Aery dan memeluknya.

"Iya, bekalnya dihabisin sama kamu yah. Bunda denger kata guru kamu makanannya malah dihabisin temenmu."

Hana terdiam, sedikit kesal karena gurunya mengadu begitu saja.

"Temen Hana cuman minta sedikit kok. Bunda marah?" Tanya Hana.

Bagaimana bisa Aery marah pada anak seperti Hana? "Enggak, tapi gak tau tuh sama yang belakang kamu."

Merasa tersindir, Mingyu mendekat ke arah Aery. Merangkulnya dengan hangat kemudian mengecup keningnya singkat.

[✓]My Lecture My Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang