19 ⩩ Keraguan

231 29 4
                                    

Berawal dari hal-hal kecil yang tanpa sengaja ku perhatikan, entah kenapa aku jadi menyukai segala hal tentang dirinya.

❍⊷⊷❍

Malam telah tiba. Vea masih berkutat pada tugas-tugas. Merasa lelah, Vea meletakkan kepalanya di atas meja dengan pandangan mata tetap lurus ke depan.

"Ahh, gue ngantuk!" gumam Vea sambil sesekali menguap. Jujur saja, ia sempat tertidur tadi. Vea menghadapkan wajahnya ke samping. Ia memejamkan matanya lagi.

Hantu itu menatap Vea dari kejauhan. Hantu itu telah bersusah payah menahan senyumnya hingga akhirnya bibir pucatnya itu membentuk sebuah lengkungan tipis.

Ia sudah lama tak pernah mengulum senyumnya semenjak kejadian itu. Dibanding setan yang lebih sering tertawa, ia justru selalu diselubungi oleh rasa takut dari ancaman ratunya dan makhluk-makhluk yang lebih berkuasa dari dirinya.

Tatapan tajam dan wajah datar hanya sebagai tameng agar setan lain menganggap ia berbahaya tapi nyatanya itu tak berpengaruh pada makhluk sejenisnya.

Hantu itu menghela napas. Ia menjadi ragu sekarang. Ia menyesal. Seandainya dulu ia tak terlalu bucin dan tak melakukan hal sebodoh itu, mungkin ia bisa bahagia sekarang.

"Sedang memikirkan apa kamu?" Seorang hantu perempuan tiba-tiba datang di sampingnya.

"S-Sivia?"

"Kau menyesal? Haha! Bodoh! Kita ini hantu dan tak sepatutnya kamu menyesal bodoh! Jangan sampai kau membuat aku dan ratu marah karena pikiran bodohmu itu!" gertak Sivia dingin.

"Tak bisakah aku menolak perintahmu sekali ini, Vi?" tanya hantu lelaki itu memelas.

"Tidak! Dia yang membuatku mati mengenaskan, maka aku juga harus membalaskan dendam. Sama seperti kamu membalaskan dendam padaku karena aku mengetahui niat burukmu," ujar Sivia.

"Kau tau, Vi, dia sangat polos. Dia masih bisa berpikir rasional. Maaf jika kejadian itu membuatmu terobsesi untuk balas dendam. Aku memberikannya padamu karena ratu mengetahui seberapa besarnya keinginanmu memiliki Virga seutuhnya."

Sivia menatapnya ganas. "Aku peringatkan sekali lagi. Jika kau sampai melawan perintah, kamu akan terus tersiksa selamanya!"

Setelah kepergian Sivia, hantu cowok itu menghela napas. Ia ingin sekali seperti Sivia dan hantu-hantu lainnya yang masih bisa tertawa.

Ia selalu berharap setidaknya ia punya satu teman yang mampu membuatnya tersenyum dan membelanya, tapi yang ia temukan kali ini bukanlah hantu.

Namun, seorang manusia yang menyebalkan, absurd, dan entahlah. Hantu cowok itu ingin bahagia meski hanya hari ini. Ia segera mendekat ke arah Vea berada.

"Betapa polosnya wajahmu ketika tidur. Maafkan aku. Aku ingin menghentikan semua ini, tapi aku sudah terlanjur berjanji," ucap hantu cowok itu.

Hantu itu menghela napas berat. Melihat Vea tertidur di meja belajar, membuat ia merasa iba. Ia ingin memindahkan Vea tanpa membangunkannya, tapi ia takut Vea berpikir macam-macam.

Mau tak mau, hantu itu kembali memasang wajah datar dan tatapan tajamnya. Ia mengeluarkan organ dalamnya dan meletakkan tepat di samping kepala Vea.

Vea yang menyadari hal itu pun berteriak hingga hampir terjengkang dari kursinya jika saja hantu itu tak menahan kursi Vea dengan kakinya.

"LO SUKA BANGET KAGETIN GUE PAKE ORGAN DALAM LO YANG BAUNYA BUKAN MAIN!" teriak Vea kesal. Ia menutup hidungnya rapat-rapat. Rasa kantuknya seketika lenyap digantikan oleh rasa jijik.

Melihat sang hantu yang hanya diam, Vea semakin kesal.

"HEH! AMBIL LAGI NOH ORGAN LO ANJIR! MUAL GUE!" Vea hendak berdiri tapi dengan sigap, hantu lelaki itu mendorong kursi Vea membuat kursi itu semakin rapat dengan meja.

"NGAPAIN LO?!" teriak Vea yang masih menahan mual. Hantu itu memasukkan kembali organ tubuhnya dan menatap Vea datar.

"Tugas dikerjain bukan tidur," ujar hantu itu dingin. Vea menghela napas kasar.

"Gue ngantuk. Gue capek. Gue gak paham. Lo kenapa sih suka banget ngurusin hidup gue," ucap Vea kesal. Vea menatap lembaran soal yang masih belum terjawab itu. Ia menguap kecil. Soal-soal di depannya membuatnya pusing setengah mati.

Sang hantu terdiam. Ia juga heran dengan dirinya sendiri. Ia melakukan itu agar Vea mau berpindah tidur di kasurnya. Namun, kenapa dia malah menyuruh Vea mengerjakan tugas?

Hantu itu menatap sekeliling, ia bingung akan menjawab apa. Ia juga sadar kalau Vea menatapnya kesal. Akhirnya ia kembali menatap Vea.

Setelah beberapa detik hantu itu terdiam, akhirnya ia berucap, "Tidurlah di kasurmu."

Vea membelalakkan matanya. "Lo ngeluarin organ lo cuma mau nyuruh gue ngerjain tugas sama tidur di kasur?! Aish!" gerutu Vea kesal.

Namun, Vea tetap menuju kasurnya. Ia tidur terlentang lalu menggulingkan badannya, mencari posisi yang pas agar ia bisa tidur nyenyak.

Mata Vea terpejam dengan tubuh menghadap ke kanan. "Heum, sono balik ke alam lo. Good night," gumam Vea yang ternyata berdampak besar pada hantu di hadapannya.

"Kamu tidak seharusnya menjadi sasaran. Apa perlu aku membantah perintah mereka? Tapi ...."

Hantu itu menggantung ucapannya dan menghela napas panjang. Ia kemudian mengalihkan pandangannya pada meja belajar Vea.

Hantu itu melihat hasil pekerjaan Vea, ia menggelengkan kepalanya ketika melihat tulisan Vea yang audah seperti tulisan tangan seseorang yang sedang mabuk. Ya, tidak beraturan.

Hantu itu merapihkan meja belajar Vea dan memasukkannya ke dalam tas Vea karena ia tau kalau gadis itu ceroboh.

Ketika ia sedang sibuk merapihkan buku-buku Vea, pintu kamar Vea tiba-tiba terbuka membuatnya sontak menjatuhkan buku dan tas Vea ke lantai.

Brak!

Sosok di balik pintu itu segera berlari mendekati Vea dengan rasa khawatir. "Ve! Lo kenap—"

Ucapannya terhenti ketika melihat sosok Vea tertidur pulas di ranjang. Virga mengerjapkan matanya berkali-kali. Tanpa sadar, matanya tertuju pada tas dan buku Vea yang terjatuh di bawah meja belajar.

Virga menatap Vea penuh arti. "Dek, lo jangan pura-pura tidur. Lo pasti takut gue marahin gara-gara tidur kemalaman, kan? Makanya pas lo jatuhin buku sama tas tadi lo langsung siap-siap tidur," cerocos Virga.

Kalau boleh jujur, Virga mulai takut sekarang. Ia berkeliling di kamar Vea, mengecek sekitar. Ia takut ada orang yang menyusup di kamar adiknya. Setelah melihat jendela yang tertutup rapat, bulu kuduk Virga meremang.

"Positif thinking aja. Siapa tau ada cicak terus bukunya jatuh," gumam Virga pada dirinya sendiri. Walau ia tau opininya itu sama sekali tidak masuk akal.

Melihat Vea yang tertidur tanpa menggunakan selimut, Virga dengan perhatian mengambil selimut yang terlipat rapih di dalam lemari.

Ia memakaikan selimut itu untuk Vea dan menariknta setinggi dada. Ia mengusap pelan rambut Vea dan mengecup kening Vea lembut.

"Maafin gue buat yang kemarin, Dek. Gue akan coba terbiasa sama perubahan lo dan gue akan coba untuk percaya sama lo," ucap Virga lalu mematikan lampu kamar Vea dan pergi dari sana.

❍⊷TO BE CONTINUED⊷❍

Virga bakal beneran percaya sama Vea gak ya?

Jangan lupa vote & komennya

Kolaborasi w//LinaFitriSyafa883

Pembimbing Mutia_aya

Misteri Kalung 6.16 [TAMAT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang