Aku pernah berjanji tidak akan meninggalkanmu. Aku akan segera menepati itu, hanya untukmu.
❍⊷⊷❍
Vea turun dari mobilnya setelah mencium telapak tangan sang Mama.
"Kalau ada apa-apa, hubungi Mama ya, Ve," ucap sang Mama yang dibalas anggukan dan senyum tipis Vea.
Berangkat diantar sang Mama sangat berbeda dengan diantar abangnya. Mungkin, dulu ini adalah yang paling Vea tunggu. Namun, sekarang, Vea sangat ingin abangnya yang mengantarnya lagi.
Beruntung, ia datang sebelum jam 7 dan gerbang itu masih terbuka lebar. Namun, entahlah, Vea ragu.
Haruskah ia masuk ke dalam sana? Sudah siapkah ia menerima apa yang akan terjadi nantinya? Vea menarik napas panjang dan menghembuskannya pelan.
"Jangan terlalu panik, Ve. Lo pasti bisa," ucap Vea menyemangati dirinya sendiri.
Vea berjalan memasuki area sekolah. Koridor penuh dengan siswa-siswi yang bersiap untuk baris karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.
Langkah Vea sangat kecil, ia berjalan bak siput. Sangat pelan.
"VEA!" pekik Aster yang langsung berlari dan memeluk Vea erat. Vea tersenyum tipis tanpa membalas pelukan itu.
Gavin yang tadi berjalan bersama Aster pun ikut mendekat. "Lo kenapa dari kemarin gak mau ketemu kita, Ve? Lo baik-baik aja 'kan?" tanya Gavin.
Aster melepaskan pelukannya dan menatap Vea intens. Benar, selama satu Minggu itu Vea sama sekali tidak ingin bertemu Aster dan Gavin.
Vea terlalu tertekan, merasa bersalah, hingga tidak mampu menemui kedua sahabatnya juga sahabat abangnya.
Vea tersenyum kecil. Tanpa berniat untuk membalas, Vea berjalan pergi meninggalkan Aster dan Gavin yang saling bertatapan, merasa bingung dengan sikap Vea.
"Oh jadi ini yang namanya Vea. Gila banget, gebetan gue sampai meninggal cuma buat nolongin dia."
"Gue kasihan banget sama itu abangnya, Fara, sama Reza. Udah nolongin malah yang ditolongin jadi fine fine aja. Senyum-senyum gitu, cih!"
Fine? Hanya dengan lihat senyum tipis gue lo pada bilang gue fine? batin Vea perih.
"Dia dulu sering ngomong sendiri. Pernah bikin Vena pingsan juga. Gue kira cukup sampe situ, ternyata dia juga bikin anak orang meninggal. Serem."
Bisikan itu terdengar jelas di telinga Vea. Hatinya terasa sakit, sangat sakit. Ia akan melewati masa-masa ini lagi.
Sebaiknya ia diam saja di rumah. Setidaknya tamparan, cengkeraman, dan ucapan pedas papanya tidak sesakit ucapan teman-teman satu SMA-nya ini.
"Udah, Ve, gak usah didengerin," ucap Gavin sambil menyandarkan sikunya ke pundak Vea.
"Daripada dengerin ocehan mereka, mending dengerin gue nyanyi aja gimana?" tanya Aster dengan senyum lebarnya. Gavin sontak menutup kedua telinganya.
Aster yang melihat itu mengerucutkan bibirnya sebal. "Ngapain lo kayak gitu?! Harusnya yang tutup kuping 'kan Vea biar gak dengerin ocehan ocehan itu, bukan lo," gerutu Aster.
"Ya gue 'kan tutup kuping biar gak denger suara lo nyanyi. Sumpah, Ve! Lo kagak tau 'kan? Temen lo satu ini tiap hari nyanyi di kelas anjir! Gue yang sebangku sama dia rasanya butuh operasi kuping," ucap Gavin menggebu-gebu.
"Lo pikir suara gue seburuk itu?! Padahal suara lo lebih jelek daripada gue!" balas Aster.
Ngomong-ngomong soal teman sebangku, ia jadi teringat dengan Reza lagi 'kan. Perdebatan Aster dan Gavin sudah tidak lagi ia dengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Misteri Kalung 6.16 [TAMAT]
Horror[ PROSES REVISI ] Kita hidup berdampingan dengan dunia yang tak terlihat, di mana dunia yang kita lihat tak sesimpel yang ada dipikiran orang-orang milineal seperti kita. Keindahan duniawi yang diselubungi akan hawa nafsu membuat kita buta dan tuli...