33 ⩩ BONEKA JERAMI

202 30 0
                                    

Aku tidak menakut-nakuti, aku hanya mengucap sesuai dengan kenyataan. Karena dengan melihat saja, aku tau kau tidak akan selamat.

❍⊷⊷❍

Ketiga lelaki yang masih terjaga itu duduk sejajar. Virga sesekali menepuk anggota tubuhnya yang terasa gatal karena gigitan nyamuk. Sedangkan Gavin sibuk mengoleskan lotion penangkal nyamuk serta Reza yang asyik menatap taburan bintang di tengah kondisi mencekam.

"Gue gak nyangka, bisa-bisanya gue gak percaya sama adek gue sendiri, bahkan sampe bawa dia ke psikiater karena gue pikir dia gila," gumam Virga.

Reza menghela napas. "Karena, lo gak tau, Bang," sahut Reza.

"Ya karena gue gak tau, gue ngerasa bego  sebagai abangnya," balas Virga.

Plak!

Virga membuka kedua telapak tangannya dan tersenyum riang. "Mampus kan lo! Gigit gue mulu," umpat Virga pada nyamuk yang sudah mati ditangannya.

"Vea gak cerita ke lo. Menurut gue ya wajar aja sih, kalau lo gak tau," sahut Reza lagi.

Virga menoyor kepala Reza. "Justru karena dia gak mau cerita ke gue, gue ngerasa gagal jadi a---eh tapi dia sempet cerita ke gue sebelum gue bilang kalau dia gila," ucap Virga dengan nada penuh penyesalan.

Virga mengingat kembali beberapa adegan yang membuatnya memukuli Gavin habis-habisan karena kebenaran yang diungkap adiknya.

Reza mengusap kepalanya yang ditoyor Virga. "Kalau yang itu, udah terbukti lo bego, Bang," celetuk Reza.

Tangan besar dan kekar itu mendarat lagi di kepala Reza. "Lo mau nenangin gue apa mau ngatain gue?!" sewot Virga yang kesal terhadap Reza.

"Bisa-bisanya gue dikatain bego sama bocah kaya lo anjir," gumam Virga membuat Reza terkekeh.

"Gue gak tau Vea ngelewatin masa sulit sendirian. Bahkan ketika dia tau hidupnya akan berakhir, dia masih tahan diri buat cerita kebenarannya ke kita," ucap Reza. Matanya menerawang jauh.

Sungguh, seberapa banyak beban yang sahabatnya pendam selama ini? Reza tiba-tiba merasa iba sekaligus bangga, karena sahabat yang dicintainya begitu kuat menghadapi masalah hidupnya.

"Gue lebih kesel sama David. Ganggu adik gue, bikin gue nemuin kejadian janggal di kamar adik gue, bikin adik gue tiba-tiba ketawa, kesel, sedih, takut, nangis. Dikira gue kagak takut?! Ya gue takut lah anjir!" ucap Virga menggebu-gebu.

Andai, sahabatnya itu masih hidup, sudah pasti Virga akan menghabisinya. Sekarang, sahabatnya itu telah menjadi hantu gentayangan. Meskipun mengganggu adiknya, Virga tak bisa apa-apa.

Ia tak punya nyali besar untuk melawan seorang hantu. Mana sempet, keburu ngompol di celana.

Virga tertawa kecil. Ia begitu penakut, bagaimana bisa ia menolong adiknya nanti? Memikirkan itu, membuat Virga lelah dan merasa pusing.

"Bang, kita udah hampir 1 jam di sini. Apa gak kelamaan? Gue takut semakin lama, semakin cepat kalung itu buat Vea mati," ucap Gavin pada Virga sembari mengecek arloji ditangannya.

"Mati pala lo!" gertak Virga dengan tatapan tajamnya. Gavin menyengir dan menepuk pelan mulutnya yang tidak bisa memfilter kata-kata.

Virga menatap ke arah tiga gadis yang asyik tertidur sambil memeluk satu sama lain. "Mereka ngantuk banget kayaknya, gue gak enak mau bangunin."

"Tapi, Bang. Yang Gavin ucapin bener. Di jalan, kita udah nemu banyak masalah, kalau kita di sini lebih lama mungkin bakalan banyak masalah entah buat kita ataupun Vea sendiri," timpal Reza.

Virga menatap Vea lalu mengalihkan pandangannya. Tidak tega membangunkan adiknya, tapi lebih tidak tega bila masalah menimpa adiknya lagi.

Vea menghela napas, lalu berdiri. "Kalian bangunin mereka. Gue beresin ini, tunggu gue di mobil," ucap Virga yang mulai berdiri dan mulai memungut sisa-sisa bungkus makanan yang tertinggal.

"Gue bantuin, ya, Bang?" tanya Gavin yang disambut gelengan pelan dari Virga.

"Gak usah, ini gak banyak. Gue bisa sendiri. Mending lo bantuin Reza bangunin tiga kebo. Reza doang gak mempan soalnya," jawab Virga dengan tawa kecil di akhir kalimatnya.

Mendengar itu, Gavin mengangguk paham dan segera membantu Reza membangunkan ketiga sahabat perempuannya.

Virga benar, andai saja Gavin tak membantu mungkin Reza butuh berjam-jam untuk membangunkan ketiga gadis itu.

Semuanya berkumpul di mobil dan Virga menjalankan mobilnya kembali. Meski malam sudah sangat larut, mereka tidak peduli. Keselamatan Vea adalah prioritas mereka saat ini.

Vea kembali tertidur pulas, ia benar-benar lelah menangis. Lelah atas semua beban yang diterimanya hanya karena sebuah kalung berbandul kayu.

Brak!

Suara botol minum jatuh membuat Vea tersentak kaget. Ia mengelus kepalanya yang berdenyut pusing karena terpaksa bangun saat baru tidur beberapa menit.

"Ada apaan, sih, Bang?" tanya Vea dengan suara parau dan mata yang belum sepenuhnya terbuka.

"Tolong, jangan pergi ke sana. Kau tidak akan bisa kembali." Vea mengernyit tapi kemudian mengangkat bahu cuai.

Ia belum benar-benar sadar, mungkin itu secuil potongan mimpinya karena suara itu sangatlah asing bagi Vea.

Vea memutar kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk melakukan peregangan. "Kya!"

Vea memekik kaget ketika melihat sosok kakek tua tepat berada di sebelah kaca jendela Virga yang terbuka.

"Ada apaan, Ve?" tanya Gavin ikut merasa takut.

Vea menetralkan napasnya yang terengah-engah karena kaget. "I-itu!" Tangan Vea terangkat hendak menunjuk kakek tua di sebelah Virga. Namun, tangan Reza lebih dulu menepisnya sehingga jari telunjuk Vea tak sampai mengacung.

Kakek tua itu menatap Vea dengan kerutan di dahinya. Pandangannya jatuh pada sebuah benda yang terpasang di leher Vea. Ia melebarkan matanya agar bisa melihat lebih jelas untuk memastikan pandangannya tidak salah.

Vea yang dipandang seperti itu merasa takut. Ia berusaha meraih lengan Fara untuk bersembunyi.

"K-kamu?" tanya sang kakek dengan terbata-bata membuat kerutan di dahi Virga muncul.

"Kakek mengenalnya?" tanya Virga penasaran. Napas kakek itu tersengal sambil memegangi dadanya.

"A-aku tidak mengenalnya. Tapi kalung itu ... ah! Ambil ini!" Kakek itu mengalihkan pembicaraan mereka dengan menarik paksa tangan Virga dan memberinya sebuah boneka jerami.

Suasana di mobil semakin mencekam. Keringat terus menetes di dahi Virga. Tangannya gemetaran. Virga terlalu takut dengan rupa boneka itu.

Apalagi jika menurut beberapa film yang ia tonton, boneka bisa menjadi sarana pemanggil hantu. Sedangkan sekarang, mereka berada di tengah hutan yang gelap. Tentu saja Virga semakin takut!

Virga hendak menolak tapi kakek tua itu terus memaksa.

"Tolong bawa ini, jangan sampai kau membuangnya. Berhati-hatilah. Aku berharap kalian tidak menjadi mangsanya. Hancurkan dia, kalung itu, dan pengikutnya, lalu pulanglah dengan selamat," ucap sang kakek sambil menepuk tangan Virga.

Setelah mengucapkan kalimat itu, sang kakek pergi begitu saja membuat mereka merasa takut, khawatir, sekaligus penasaran akan apa yang kakek tua ucapakan.

❍⊷TO BE CONTINUED⊷❍

Vote & Komennya hmm.

kolaborasi w//LinaFitriSyafa883

Pembimbing Mutia_aya

Misteri Kalung 6.16 [TAMAT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang