29 ⩩ KETIDAKPERCAYAAN

207 24 0
                                    

Dari awal aku selalu bilang, aku tidak gila. Namun, mata ajaibku membuat semua orang membuat sugesti tanpa tau sebuah fakta.

❍⊷⊷❍

"Gue takut, Arsyad," ucap Vea. Setiap kali ia melangkah, kakinya pasti bergetar hebat.

"Kalo mereka gak percaya, aku akan mengungkapnya sendiri," balas Arsyad menenangkan Vea.

"Tapi ... gue gak mau dikatain gila atau halusinasi. Udah cukup yang kemari—" Belum sempat Vea menyelesaikan ucapannya, Arsyad sudah mendorong Vea keluar dari kamarnya yang entah sejak kapan pintu itu dibuka.

"Kamu lebih takut dihina gila dan halusinasi atau kalung itu merenggut nyawamu sekarang?!" gertak Arsyad dengan tatapan tajamnya. Vea menyengir kecil.

"Udah sana bilang." Ucapan Arsyad membuat Vea tersentak kaget.

"Sejak kapan gue ada di depan kamar bang Virga? Cepet banget, gue gak kerasa apa-apa anjir." Vea bergidik ngeri.

Tak ingin memikirkan kejadian itu lebih lama, Vea segera menghela napas. Mengumpulkan nyali untuk berbicara pada sang kakak.

Vea mengangkat tangannya perlahan, hendak mengetuk kamar sang kakak. Namun, sebelum tangannya benar-benar mendarat, pintu lebih dulu terbuka.

"Loh? Ve? Ngapain lo di depan kamar gue?" tanya Virga kebingungan. Vea berusaha menutupi kegugupannya dan tersenyum canggung.

"Anu, Bang. Ada yang mau gue omongin sama lo, bang Fatan, juga sama sahabat-sahabat gue," ucap Vea lirih.

Virga menaikkan alisnya heran. Vea hanya bisa menunduk sambil memainkan jarinya. Akhirnya, Virga menelepon Fatan juga sahabat Vea.

Setelah menelepon, Virga segera menarik Vea ke ruang tamu. Mereka duduk bersebelahan dengan tatapan penasaran Virga yang masih setia menghiasi wajahnya.

"Wajah lo pucet kenapa?" tanya Virga. Vea mendongak.

"Ha? Gue? Gak kenapa-kenapa," balas Vea sambil memainkan jarinya. Vea menatap ke dalam dimana ada David yang melihat mereka dari kejauhan.

"Gue takut," ucap Vea tanpa suara. David hanya mengedipkan sebelah matanya membuat Vea benar-benar merasa tersiksa sekarang.

Tak lama kemudian, semuanya telah berkumpul di ruang tamu. Vea berdiri di depan mereka semua. Lagi, ia menoleh ke arah David yang masih menyandar di pintu dengan santainya.

"Lo mau ngomong apaan, Ve?" tanya Fatan yang merasa tak sabar.

Vea menggigit bibir bawahnya. "Gue ... gue mau kasih tau kalian semua tentang apa yang terjadi sama gue ...." Vea menggantung ucapannya. Ia menarik napas dalam-dalam.

"Bang David, lagi ada di sini sekarang," ucap Vea takut-takut. Fatan dan Virga sontak saling bertatapan dan menatap Vea dengan pandangan penuh tanya.

"Selama ini, Bang David ...." Vea menoleh ke arah laki-laki yang masih asyik bersender pada tembok. "Bang David datengin gue, Bang David selalu di samping gue, Bang David gangguin gue, sampe akhirnya gue gak sengaja denger semuanya."

Vea menceritakan semua yang terjadi pada dirinya. Tentang ia yang memergoki Sivia, pertemuannya dengan David, hal mengerikan yang membuatnya dicap sebagai gadis gila, hingga pengakuan David.

Setelah Vea selesai bercerita, semuanya masih terdiam. Mencerna apa yang diucapkan oleh Vea.

"Dek? Lo mau belajar bikin novel? Kocak banget cerita lo. Serem juga, pasti laris deh kalo lo jadiin novel," ucap Virga dengan tawa sinis.

Vea menoleh ke arah sang kakak. "Lo gak percaya sama gue, Bang?" tanya Vea. Matanya mulai berkaca-kaca. Sudah ia duga, pasti tidak akan ada yang mempercayainya.

"Gak lah. Mana mungkin Sivia pake guna-guna biar pacaran sama gue," jawab Virga cuek.

"Buktinya lo berubah sejak pacaran sama kak Sivia, Bang! Dan juga ...." Vea menarik kalung di lehernya agar liontin yang bersembunyi di balik bajunya bisa terlihat. "Dan juga kalung ini buktinya."

"Ve, lo jangan nuduh orang yang udah meninggal kayak gitu," tegur Fara yang membuat hati Vea terasa semakin sakit.

"Gue gak nuduh, Far! Ini kenyataan! Lo inget, gue pernah teriak pake nama Arsyad? Arsyad itu Bang David. Seperti yang gue jelasin tadi. Bang David ngasih guna-guna biar bisa pacaran sama kak Sivia dan jadiin kak Sivia tumbal. Harusnya lo, Bang yang jadi tumbal kak Sivia. Tapi gue yang pertama kali tau tentang kalung ini makanya sekarang kalung ini gabisa lepas dari gue!"

Semuanya terdiam. Fatan juga merasakan kejanggalan selama Virga bersama Sivia karena itu Fatan diam-diam mempercayai Vea.

Reza, Gavin, Aster, dan Fara hanya bisa menatap iba. Mereka masih bingung antara harus percaya atau tidak.

Virga tertawa hambar. "Kalung itu hadiah dari gue, Ve! Gak mungkin itu punya Sivia! Lagian itu cuma kalung yang bisa lo lepas kapan aja!" geram Virga.

Vea menggeleng kuat. "Gue tau kalung ini lo dapetin gak jauh dari lokasi kematian kak Sivia, Bang! Dan kalo lo bilang kalung ini bisa dilepas kapan aja, lo salah besar, Bang! Gue nyaris mati berkali-kali karena nyoba lepas kalung ini dan g—"

"Nyatanya lo gak mati, tuh," potong Virga yang membuat semuanya terbelalak dengan ucapan Virga, begitupula dengan Vea. Vea tersenyum miris.

"Vir!" tegur Fatan. Virga memutarkan bila matanya.

Vea menatap David. Laki-laki itu mulai mendekat dengan tatapan tajam penuh kekesalan pada sahabatnya, Virga.

"Seandainya Bang David gak nolongin gue, gue pasti udah mati," ucap Vea tanpa mengalihkan tatapannya pada David. Setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya.

Sungguh, dari awal Vea sangat tidak mau mengungkap semua ini. Tidak dipercayai oleh orang terdekat, rasanya jauh lebih menyakitkan daripada dikatain gila.

Semua orang mengikuti arah tatapan Vea. Namun mereka sama sekali tidak bisa melihat siapapun di sana.

"Tadi lo bilang David mau bawa lo kenapa jadi nolongin lo? Siapa yang ngajarin lo mengarang cerita sampe ngefitnah orang, hm?" tanya Virga dengan tatapan tajamnya.

Vea lagi-lagi hanya bisa menggeleng kuat. "Gue gak ngarang cerita, gue gak nuduh siapapun. Ini kenyataan, Bang!" pekik Vea lelah. Bahunya melemah dan akhirnya tubuhnya merosot ke lantai.

Air mata Vea tumpah begitu saja. David di sebelahnya segera membawa Vea dalam dekapannya.

"Seperti yang gue duga, kalian gak akan percaya. Percuma gue cerita. Gak ada yang bisa bantu gue," lirih Vea dengan air mata yang terus mengalir.

Vea mendongak dan menatap David yang masih mendekapnya. "Gak ada yang percaya sama gue. Gak ada yang bisa bantu gue. Mending, lo bawa gue sekarang. Pada akhirnya gue juga akan ke tempat lo, mati karena kalung sialan ini," ucap Vea merasa putus asa.

Vea hendak menarik kalungnya tapi David dengan segera mencegah.

"Aku gak akan bawa kamu, Ve. Jangan berusaha menariknya aku tidak akan membiarkanmu mati begitu saja."

Fatan, Reza, Gavin, Aster dan Fara hanya bisa bertanya-tanya dengan siapa Vea berbicara. Sedangkan Virga, ia tertawa keras. Tawa hambar dan sinis yang membuat David semakin murka dengan sahabatnya itu.

❍⊷TO BE CONTINUED⊷❍

something akan datang setelah ini, jadi jangan berhenti dukung okay

Kolaborasi w//LinaFitriSyafa883

Pembimbing Mutia_aya

Misteri Kalung 6.16 [TAMAT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang