"Mbak, ini kita mau kemana, sih?" Tanya Bella pada panitia penyelenggara yang sejak 3 menit lalu ada didepan kami.
"Sekarang kita akan menuju ruang medis, Rian butuh penanganan secepatnya. Kami kehabisan tim medis, semuanya sedang mengurus court masing masing, sedangkan tadi ketika Fajar/Rian on court, tim medis yang bertugas tiba tiba ada urusan mendadak di rumah sakit, di court lain juga banyak yang sedang cidera, jadi tidak bisa membantu, untungnya ada mbak ini yang bisa membuat Fajar-Rian kembali bangkit,"
Kulihat Bella mengangguk mengerti, aku hanya tersenyum menanggapi pujian dari panitia ini, dia berlebihan, aku kan sudah disumpah untuk membantu siapapun yang membutuhkan penanganan medis.
"Nah, sudah sampai, silahkan masuk!" Kata panitia penyelenggara sembari tersenyum.
Sebelum aku masuk, aku melihat Bella sedang sibuk memakai nametag yang diberikan panitia tadi, detik berikutnya, panitia itu pamit pergi untuk mengurus keperluan lain.
"Ayok, La!"
"Ki, ini serius?"
Aku mengernyit, maksudnya Bella apa, sih?
"Kita beneran masuk ruang medis nya Istora, Senayan? Ketemu atlet badminton secara langsung?"
Aku menghela nafas, ya, aku melupakan satu hal. Bella kan termasuk Badminton Lovers, tentu saja ia akan histeris.
"Jangan pentingin itu dulu kenapa, sih? Ada yang perlu penanganan, La!" Tegas ku, Bella memang terkadang melupakan kewajiban nya.
Aku menarik Bella, membuka pintu perlahan. Mendapati beberapa atlet sedang melihat kearah kami.
Aku maju perlahan dengan tangan yang masih menggenggam Bella, aku merasakan Bella meremas tangan ku kuat, aku yakin dia gugup.
"Permisi, saya salah satu penonton yang dipercaya melakukan penanganan pertama atas cidera Rian Ardianto, boleh saya memeriksanya?" Ujarku sopan, berusaha menjawab tatapan tatapan aneh dari para atlet ini.
Benar saja, mereka langsung bersikap ramah dan seolah olah sudah dekat dengan ku dan Bella.
"Mbak, mbak, kalo Jombang bandel, suntik aja!" Aku tersenyum, aku tahu itu Kevin Sanjaya, siapa sih yang tidak kenal mens double number one ini?
"Permisi ya mas Rian, boleh saya periksa?" Ujarku pelan setelah berdiri di samping brankar.
Rian mengangguk, ia masih menatapku, aku yang belum pernah ditatap sebegitu dalamnya hanya menelan ludah, duh, aku mikir apa, sih?
"La," aku menoleh, tapi tidak mendapati seorang Bella, dia kemana sih? Peralatan medis kan ada padanya.
"Cari temennya ya, mbak?" Aku mengganti arah pandanganku, melihat Fajar Alfian yang berjalan mendekat.
"Tuh, lagi ngobrol sama Leo-Daniel!" Sambungnya.
Aku mengikuti arah pandangan Fajar, benar saja, ia sedang asik tertawa dengan Leo-Daniel, aku menghela nafas, sabar.
Baru saja aku ingin menghampiri Bella, tapi satu suara menginterupsi kan ku untuk berhenti, "Pake peralatan medis disini aja,"
Aku membalikkan tubuh, itu Rian, dia menatap datar kearahku. Ketika mataku bertubruk dengan pandangannya, aku langsung mengalihkannya pada koper yang terletak di ujung kaki Rian.
Aku mengangguk, membuka koper itu lalu mengambil alat yang diperlukan. Aku memberikan penanganan sembari sesekali bertanya keluhan pada Rian.
Bella, awas saja kau nanti!
🌙🌙🌙
"Mau coba berdiri, mas? Masih sakit?" Tanyaku ketika hampir setengah jam berkutat dengan peralatan medis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight | Rian Ardianto
RandomDia, yang bahkan aku belum tahu namanya. Tapi hanya dengan senyumnya membuat dunia ku yang sedang gelap seketika terang. Seperti cahaya bulan ditengah malam. -Muhammad Rian Ardianto Cinta pandangan pertama? ah, ga mungkin. Cinta kan ada karena terbi...