18. Pegawai Kedai Coffee

1.6K 120 0
                                    

"Ki, gue duluan ya!" Seru mbak Wid dari depan pintu.

Aku berdecak, kenapa tega teganya sih mbak Wid?

"Tungguin sebentar mbak!" Balasku sembari terus mencari cari. Ponselku tadi pagi tiba tiba hilang, itu yang sekarang aku cari.

"Ki, busnya udah mau jalan. Gue duluan ya!"

"Ih mbak, terus gue naek apa?"

"Jalan aja! Deket kok!"

Aku mendengus, sedeket deketnya gor kan, tetap saja capek.

"Dah, Ki!"

Aku melihat Mbak Wid, dia sudah berlari dengan kamera di tangannya. Aku menghela nafas, sepertinya aku memang harus olahraga siang ini.

Sudah 10 menit, tetap saja ponselku belum ketemu. Duh, kenapa menyusahkan begini sih?

Aku tersentak saat ponselku berdering, eh? Ponselku? Aku langsung mencari sumber suaranya. Akhirnya! Ponselku ada di belakang televisi? Kok bisa?

Aku mengernyit saat melihat nama mbak Wid ada diponselku. Buat apa mbak Wid menelfonku? Kan dia tau ponselku hilang.

Eh tunggu, kenapa gak dari tadi pagi ya aku memintanya memanggil nomorku? Duh Ki! Kok bodoh begini sih?

"Apa Mbak?" Ucapku sembari merapikan totebag ku

"Gimana? Udah ada kan?"

Aku mendengus, "Lu ngerjain gue ya mbak?"

"Heh, suudzon mulu lo!"

Aku memanyunkan bibir, meraih kamera mirrorless ku.

"Udah ah mbak, gue mau berangkat, lu udah sampe?" Ujarku berusaha menjepit ponsel diantara kepala dan bahu, lalu mengalungkan tali kameraku.

"Belum, dikit lagi. Semangat jalannya Ki!"

Aku berdecak, ih mbak Wid menyebalkan. "Yaudah ah mbak. Bye!" Ujarku sembari mengunci pintu hotel.

Aku memutus sambungan tanpa mendengar balasan dari mbak Wid, aduh, aku kan jalan kaki. Pasti lebih lama!

Aku memencet tombol lift, lantas tersentak ketika tahu Rian ada di dalam lift.

"Eh? Kok mas Rian disini? Gak ikut bus?"

Rian menggeleng, "Tadi Jersey ku ketinggalan Ki, akhirnya ngambil dulu. Tapi malah ketinggalan. Kamu? Kok gak ikut bus?"

Aku tersenyum kecil, "Handphone ku tadi pagi gak ada, tapi sekarang udah ada sih Alhamdulillah,"

Rian mengangguk pelan. Aku meraih ponselku dari saku, melihat pesan dari mbak Wid yang memberitahu kalau bus yang mereka tumpangi sudah sampai.

"Kamu naik apa nanti Ki?" Tanya Rian.

Aku menoleh, berfikir sejenak. Kalo saran mbak Wid sih jalan kaki, tapi masa aku beneran jalan kaki?

"Kayaknya jalan sih, mas. Habisnya aku bingung naik apa,"

Rian menatapku, "Jalan?"

Aku mengangguk, kenapa sih?

Rian kembali menatap pintu lift, aku mengernyit bingung. Rian kok aneh?

"Saya ikut jalan bareng kamu, boleh?"

Aku semakin menatap Rian bingung, serius, Rian makin lama makin aneh.

"Mas Rian bukannya harus buru buru? Tandingnya gimana?" Tanyaku. Habisnya, dia kan harus siap siap.

"Jadwalku sore Ki, sekarang masih siang, masih banyak waktu,"

Moonlight | Rian ArdiantoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang