Aku terbangun dari tidurku, menatap Bella yang sedang asyik didalam mimpinya. Bella, dalam hitungan jam dia akan segera menjadi seorang istri. Aku menghela nafas, setelah ini aku harus merelakan separuh waktu Bella dihabiskan bersama suaminya, bukan sepenuhnya untukku lagi.
Tanpa sadar, air mataku lolos begitu saja, jujur, aku belum siap, aku masih ingin bersenang senang dengannya, masih ingin berwisata bersama.
Aku tersentak saat Bella membuka matanya, buru buru aku menghapus air mataku sendiri.
Bella menatapku, lalu tersenyum. Meskipun selama menatapnya aku tidak mengatakan apapun, aku yakin Bella pasti mengerti arti air mataku.
"Ki, gue akan tetep jadi Bella yang sama, Bella yang kalo ngomong gak pernah disaring, Bella yang selalu ngomel kalo lu kebanyakan minum es teh manis, Bella yang kadang lupa tanggung jawabnya, Bella yang terlalu santai kalo ngadepin masalah. Gue akan tetap jadi Bella Ki, lu gak usah takut ya. Gak perlu canggung kalo mau ngajak gue nongkrong, sebisa mungkin akan gue usahain, Ki!"
Aku mengubah posisi ku menjadi duduk, tidak kuat menatap wajah Bella lebih lama lagi. Ternyata Bella pun sama, ia duduk di sebelahku, menatapku.
Bella meraih tanganku, "Ki, dengerin gue, ya. Gak akan ada yang berubah diantara kita, gue sama lu, akan tetep jadi Bella dan Kia yang kemana mana selalu bareng. Gue akan selalu jadi sahabat yang bisa dengerin curhatan lo kapan aja. Gak perlu khawatir, gue sayang sama lo, Ki!"
Aku menoleh, menatap Bella yang kini juga sudah menangis. Aku memeluk Bella, menangis sejadi jadinya didalam dekapannya.
Setahun aku berteman dengan Bella, jarang sekali aku bisa memeluknya seperti ini, karena gengsi yang kami punya.
"Gue juga sayang sama lu, La, jangan lupain gue ya!" Lirihku. Aku merasakan Bella menggeleng, dia masih dengan isakkannya.
Aku melepas pelukanku, menghapus sisa sisa air mata yang menggenang. Lalu tersenyum.
Aku menoleh kearah jam dinding, pukul tiga pagi, masih cukup waktuku untuk tahajjud.
"Gue tahajjud dulu sebentar ya, La! Abis gue wudhu, lu mandi ya, siap siapnya kan lama,"
Bella mengangguk, sibuk menghapus sisa air matanya juga. Aku bangkit, mengambil wudhu dan melaksanakan sholat Sunnah. Tidak banyak, 4 rakaat bersama 3 witir ku rasa cukup, aku juga harus membantu Bella mempersiapkan diri.
"Ki, lu mandi dulu, sana!" Tukas Bella dengan bathrobe nya.
Aku mengangguk, mandi sepagi ini sehat untuk tubuh. Setelah selesai mandi, aku melihat Bella yang masih mengenakan bathrobe nya.
"La, gue pinjem baju, ya!" Tukasku yang dibalas anggukan oleh Bella.
Aku memang menggunakan pakaian santai sekarang, aku tidak ikut pemberkatan, aku hanya bisa ikut resepsinya nanti sore.
"La, baju lu mana?" Tanyaku setelah merapikan pakaianku.
"Ada di kamarnya Crish,"
Aku mengangguk, meraih hijabku dan memakainya, lalu berjalan keluar kamar.
"Crish! Baju kakak lo keluarin cepet!" Teriakku dari luar sembari mengetuk pintu.
Crishtiandi Grodani Sant, adik dari Bella Graceva Sant. Dia sekarang sedang menempuh perguruan tinggi di salah satu universitas ternama dengan jurusan desain visual.
"Iya kak, sebentar!" Balasnya dari dalam kamar. Kudengar suaranya sih, sepertinya ia baru saja bangun gara gara keberisikanku.
Aku sudah terbiasa menginap disini, keluarganya Bella juga sudah mengenalku dengan sangat baik, jadi tidak perlu diragukan jika aku tidak akan canggung, bahkan pada Crish sekalipun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight | Rian Ardianto
AcakDia, yang bahkan aku belum tahu namanya. Tapi hanya dengan senyumnya membuat dunia ku yang sedang gelap seketika terang. Seperti cahaya bulan ditengah malam. -Muhammad Rian Ardianto Cinta pandangan pertama? ah, ga mungkin. Cinta kan ada karena terbi...