Dua tahun.
Kebiasaan Rian masih sama, latihan, turnamen, dan sibuk memperhatikan wallpaper di ponselnya. Wanita itu pergi dua tahun yang lalu.
Rian menghela nafas, dua tahun yang sama, Rian terus terusan berusaha menelfon, mengirim pesan, atau apapun yang bisa dia lakukan untuk berkomunikasi dengan wanita itu.
Nihil, tidak ada kemajuan. WhatsApp nya hilang, Instagram nya juga. Rian pernah mencoba datang ke apartemennya, bahkan rumahnya di Bandung. Tetap sama, tidak ada siapa siapa disana.
Kini Rian sibuk menatap kotak yang selalu ia simpan diatas nakas. Kotak yang isinya sebuah gelang, gelang yang selalu ia pakai dua tahun terakhir selama turnamen.
Rian tidak terus terusan memakainya, karena takut terlihat kotor. Maka dari itu, ia memutuskan hanya memakainya saat sedang bertanding. Sudah cukup untuk membuatnya tambah merindukan sosok pemberi gelang.
Pintu kamar asrama terbuka, menampilkan sesosok Kevin Sanjaya yang sibuk memegangi ponselnya ditelinga.
"Iya sayang. Besok gimana? Kamu bisa kan?" Seru Kevin pada telfon.
Rian hanya menoleh sekilas, enggan mendengarkan percakapan temannya satu itu.
"Yaudah, besok aku jemput, ya."
"Iyaa. Bye sayang!"
Rian menggelengkan kepala pelan. Kevin kalo udah bucin emang kadang akut!
"Apa lo?" Sarkas Kevin saat tahu Rian memperhatikannya.
"Udah ada kabar?"
Kevin menggeleng, "Bahkan gue udah contact temen kuliah nya, Jom. Nggak ada kabar sama sekali."
Rian menghela napas, dua tahun yang sama, Kevin juga berusaha mencari kabarnya.
"Jom."
"Hm."
"Mau sampai kapan?"
Rian kini menoleh, menatap Kevin bingung.
"Mau sampai kapan lo terus terusan mengharapkan seseorang yang bahkan lo nggak tahu kabarnya?" Jelas Kevin.
Rian tersentak. Ah, Kevin mulai membicarakan ini lagi.
"Gue nggak mau bahas ini lagi, Vin. Lo tahu kan."
Kevin mengangguk pelan, "Tahu. Gue tahu banget. Tapi, Jom. Lu nggak bisa terus terusan begini. Lanjutkan hidup lo."
"Gue udah melanjutkan-"
"Nggak, Jom. Hidup lo masih bertahan di dua tahun yang lalu, lo gak bergerak seharipun dari sana. Jom, dengerin gue. Dua tahun kita berusaha cari kabar, dan nggak ada titik terang apapun. Bahkan Syifa, dia juga gak dapat kabar apa apa. Jom, bukannya gue mau bikin lo benci sama Kia. Tapi seharusnya dia ngasih kabar ke lo kalo memang benar benar serius."
"Vin, tolong, gue gak mau bahas ini."
Kevin mendengus kasar. "Gue juga udah males bahas ini, Jom. Tapi gue gak mau lihat lo terus terusan begini. Murung, kacau, berantakan, melamun. Lo bukan Jombang yang gue kenal lagi."
"Lo juga bukan Kevin yang gue kenal lagi." Sarkas Rian.
Kevin diam, menunggu Rian melanjutkan kata katanya.
"Kevin yang gue kenal selalu dukung gue, apapun keputusannya. Dia nggak pernah sekalipun meragukan keputusan gue."
"Jom, gue bukannya nggak dukung keputusan lu, tapi dengan lu nunggu sesuatu yang gak pasti, hidup lo bisa berantakan, Jom."
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight | Rian Ardianto
RandomDia, yang bahkan aku belum tahu namanya. Tapi hanya dengan senyumnya membuat dunia ku yang sedang gelap seketika terang. Seperti cahaya bulan ditengah malam. -Muhammad Rian Ardianto Cinta pandangan pertama? ah, ga mungkin. Cinta kan ada karena terbi...