27. Alun Alun Bandung

1.1K 115 0
                                    

Sekarang aku sudah di dalam gerbong kereta, memperhatikan lampu lampu jalan yang seakan ingin redup.

Hujan yang sedari tadi hanya sebuah rintik sekarang malah semakin berkurang.

Aku melihat jam di pergelangan tangan, jam 9 malam, masih ada satu sampai satu setengah jam lagi aku baru sampai di Bandung.

Aku menatap bulan yang kini tampak seutuhnya, indah. Kalian suka bulan? Aku suka, bulan bisa menerangi sekitarnya, bahkan walaupun cahaya itu bukan dari dirinya.

Aku menghela nafas pelan, entahlah, setiap melihat bulan, seakan akan semua masalah yang pernah aku hadapi melintas lagi di pikiranku.

Ponselku bergetar, aku meraihnya dari totebag, memencet tombol hijau lalu menggesernya, ibu menelfonku.

"Halo bu, assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam, sudah sampai mana, Ki?"

Aku tertawa pelan, di kereta ini kan langsung sampai Bandung, mana aku tahu sampai mana.

"Masih satu jam lagi bu, ibu tidur aja, Kia sampainya malam," balasku

"Gapapa kok, ibu tunggu kamu sampai ya, maaf ya Ki, ibu ga bisa jemput kamu di stasiun. Nanti yang jemput Syifa ya."

Aku mengangguk, lagi lagi tertawa, mana bisa ibu liat anggukanku.

"Iya bu gapapa kok,"

"Yasudah kalo sudah sampai stasiun kabarin ibu ya Ki."

"Iya bu,"

"Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam,"

Aku menghela nafas, sudah setahun lebih aku tidak bertemu dengan Syifa.

Syifa Zeline Maheswari, anak dari pamanku. Dia sedang sibuk dengan urusannya sebagai artis saat ini.

Aku menyandarkan pundakku, memasang earphone ku, mendengarkan musik kesukaan ku.

🌙🌙🌙

Aku menarik koperku, menempelkan ponsel di telinga, berusaha mendengar suara dari sebrang telfon dalam keadaan riuh begini.

"Teh Nita!"

Aku menoleh, mendapati Syifa sedang melambaikan tangannya padaku.

Aku mematikan sambungan telfon yang tersambung dengan ponsel Syifa, lalu memasukkan ponselku kedalam saku dan menghampirinya.

"Teh Nita! Kangen!" Seru nya langsung memelukku.

Aku tertawa, sudah setahun lebih memang dia tidak mampir kerumah ayah ibuku, sibuk dengan pekerjaannya, padahal seharusnya dia kuliah.

"Sama, yaudah kangen kangenan nya dirumah aja yuk, rame banget!"

Syifa mengangguk, membantuku menarik koper.

"Naik apa Syif?"

"Mobil,"

Aku menoleh, sejak kapan Syifa bisa naik mobil?

"Emang bisa?"

"Bisa lah teh, udah belajar aku!" Serunya

Aku tertawa, mengacak acak rambutnya yang tertata rapi.

"Atuh teh! Jangan diberantakin ah!" Sarkasnya sambil merapikan rambutnya sendiri.

Aku tertawa lagi, logat Sunda nya tetap tidak bisa hilang. Wajar sih, dia kan sempat sekolah di Bandung, walaupun dulunya dia tinggal di Jember, ikut ibunya.

Moonlight | Rian ArdiantoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang