Matahari mulai terbenam menandakan malam pun tiba, Anara masih terlelap sejak pulang dari sekolah.
"Masya Alloh, nih anak masih belum bangun juga." Gumam Rizky abang nya Nara.
"Ra, bangun Ra, sholat dulu."
Namun yang di bangunkan hanya bergumam.
"Ra, Raaaa! wah. Parah lo tidur nya udah kek kebo,"
"Apa'an sih bang, berisik banget deh." Gumam Anara sambil membenamkan kepalanya ke dalam selimut.
"Ra, bangun, sholat maghrib terus makan, abang tunggu di bawah."
"Iya bang, bawel banget sih!" Ucap Nara kesal.
Nara bangun dari tidur nya langsung menuju kamar mandi, setelah mandi Nara langsung sholat maghrib setelah selesai sholat Nara segera turun ke bawah dengan wajah yang fresh.
Nara langsung menuju ke meja makan yang sudah di isi oleh Bundanya dan abangnya Rizky.
"Dasar yah lo, kebiasaan banget kalau sore tidur." ucap Rizky.
"Kenapa sih. Suka-suka Nara dong!"
"Gak baik tau Ra, kalau menjelang sore buat tidur," Ucap Rizky berusaha menasehati adiknya.
"Ya lagian kan ini juga gara-gara abang, kenapa tadi gak jemput Nara pulang sekolah." Bela Nara.
"Heeh!! abang 'kan udah bilang kalau abang ada meeting dadakan."
"Nara 'kan jadi cape bang naik angkot," Kesal Nara.
"Manja banget sih lo. Baru juga naik angkot udah cape," cibir Rizky sambil menggelengkan kepalanya.
"Kalian ini yah, gak ada cape nya apa, setiap ketemu pasti cekcok." Tegur Bunda.
"Abang duluan yang ngajakin ribut," Gerutu Nara.
"Udah -udah makan dulu kalian, Nara, nanti kamu siap-siap yah ikut Bunda ke supermarket depan." Ajak sang Bunda.
"Kenapa harus sama Nara sih Bun, kenapa gak sama Abang."
"Gue banyak kerja an, sibuk!" Ucap Rizky sambil menyuap makanannya ke mulut.
"So sibuk dasar bangki." Cibir Nara.
"Nyebelin banget sih Ra, panggil gue yang bener," Kesal Rizky.
"Ya udah kalau gitu, gue panggil bangki aja setiap hari." Ledek Nara.
"Ya udah mulai besok berangkat sama pulang ke sekolah sendiri, dan gak usah ngerengek minta di beli in novel." Ancam Rizky.
"Iiih! Abang mah gitu, nyebelin banget siiih! " Rengek Nara.
Kini Nara sudah berada di sebuah mini market menemani bunda nya
"Ra, tolong kamu telfonin lagi abang kamu, coba deh, tanya abang butuh apa?" Perintah Bunda.
"Iya bun,"
Nara kini sedikit menjauh dari bunda nya, Nara berjalan menunduk sambil mencari nomor handphone abang nya di ponsel milik Nara
BRUK!!!
"Aaww! maaf yah gak sengaja," Ucap Nara, sambil membantu seseorang mengambil beberapa barang nya yang terjatuh akibat tertabrak oleh nya.
Namun saat Nara mengangkat kepalanya anara syok bak tersambar petir.
Nara merasakan kerinduan yang luar biasa dari seseorang, Nara merindukan sikap hangat nya.
"An-anara, Ini kamu Ra?" Tanya seseorang yang lebih syok saat melihat yang menabrak dirinya adalah Anara.
"O-om Edrick." ucap Nara gugup.
Nara segera tersadar dan langsung bergegas pergi meninggal'kan pria paruh baya yang tak lain adalah Edrick pradipta ayah nya Arga.
"Ra, Anara! om mau bicara sama kamu Ra." ucap Edrick sambil mengejar Anara.
Anara pun segera pergi berlari sejauh mungkin, agar tak dapat di kejar oleh Edrick.
"Shit! kemana Anara pergi," Gumam Edrick sambil mengusap wajahnya kasar.
*********
Anara kini sudah berada di dalam taxi menuju rumahnya, Anara masih syok Anara masih bergetar menahan diri nya yang ingin menangis, namun ada perasaan bahagia, karena Anara bisa secara langsung bisa bertemu dengan Edrick.
Seseorang yang dulu begitu menyayangi dirinya dan Arga, tangis Anara semakin menjadi saat mengingat betapa bahagia nya dia dulu dengan Arga dan Mamah nya Arga.
"Kenapa ini sakit, kenapa ini sulit ya Tuhan." Gumam Anara.
Kini Anara sudah sampai di rumah Anara segera masuk ke dalam rumah dengan perasaan yang campur aduk, Anara sampai lupa kalau dirinya meninggalkan sang Bunda sendirian di pusat perbelanjaan.
"Lo udah balik, Bunda mana?" Tanya Rizky.
Namun Anara hanya berdiam diri di depan pintu, sambil menatap ke depan dengan tatapan kosong, Rizky yang menyadari nya ia merasa tidak ada yang tidak beres dengan adik nya lalu segera mendekat dan memeluk nya erat memberi ketenangan.
"Anara, kenapa? Bunda mana? " Tanya Rizky, dengan nada lembut.
Namun Anara semakin menumpahkan tangisnya di dada kaka nya.
Selang beberapa menit, handphone Rizky berdering tertera nomer sang Bunda, Rizky pun mengajak Nara naik menuju kamar nya.
Setelah menenangkan adik nya, Rizky segera turun untuk menelfon Bunda.
"Hallo Bun, dimana?"
"Bang? Nara ada sama kamu tidak?" Tanya Gina khawatir.
"Iya Bun, Nara sudah ada di rumah, baru juga sampai," Jawab Rizky.
"Syukurlah, ya udah kalau gitu bunda segera pulang yah."
"Bun, Apa yang terjadi?" Tanya Rizky.
"Nanti bunda jelaskan di rumah yah bang." Jawab Bunda.
Sambungan telfon pun terputus, banyak pertanyaan menumpuk di kepala Rizky.
"Kamu kenapa lagi sih Ra, mau sampai kapan kamu merasa bersalah, dengan masalalu Arga, Ra, itu bukan salah kamu Ra, apa yang harus abang lakukan untuk kamu Ra." Gumam Rizky yang tak terasa perlahan meneteskan bulir air matanya
•••••••••••
Kini Arga dan teman-temannya sedang berada di cafe tempat biasa mereka nongkrong.
"Ar kata cewe gue, lo kemarin ngobrol berdua sama Anara? " Tanya Danu.
"Haaa! Ciyusan, kapan-kapan." Tanya Zidan antusias.
Gavin langsung melirik ke arah Arga yang kini masih asyik menunduk memainkan ponsel nya.
"Iya," Jawab Arga singkat.
"Lo ada masalah apa sama tuh cewe?" Tanya Gavin.
"Gak ada, cuma nanya doang kenapa kemarin dia nanya in hubungan gue sama Iren." Jawab Arga santai.
"Gila lo yah Ar, jangan terlalu nyablak Ar ke cewe." Tegur Zidan.
"Terus Nara jawab apa?" Gavin pun semakin di buat penasaran dengan perasaan Arga.
"Kata dia, gak apa-apa pengin nanya aja."
"Ck! Gue heran yah Ar, lo tuh sebenar nya manusia apa bukan sih, apa jangan-jangan lo Miniquin yang idup yah." Celetuk Zidan.
"Bego lo udah mendarah daging Dan kayanya," Balas Danu.
"Gue tau mana yang terbaik buat lo Ar." Ujar Gavin sambil menepuk pundak Arga.
"Heemmm, Thanks."
**********
KAMU SEDANG MEMBACA
ARGANARA (TERBIT)
Teen FictionSayang dan cinta nya seperti senja, meski tenggelam dan meninggalkan nya namun ia akan kembali, meski dirinya tahu itu akan berulang namun ia tetap bertahan. Dunia ini luas, namun mengapa kehidupan seorang Gavin terasa begitu sunyi, apa benar dunia...