TIGA PULUH DELAPAN

87 30 8
                                        


Perkataan Arga masih terngiang dengan jelas di ingatan Gavin, " jangan sampai lo nyesel di kemudian hari."

Sungguh perkataan nya Arga benar-benar mengganggu pikirannya.

Gavin telah sampai di rumah, sebenar nya Gavin bisa saja tinggal di apartemen nya atau di hotel milik nya namun sejak kepergian kedua orang tua nya, Gavin lebih memilih sering tinggal di rumah orang tua nya. Alasannya hanya karena terlalu banyak kenangan Gavin dengan mendiang kedua orang tua nya.

Gavin merebahkan tubuhnya di atas kasur king zise yang ada di kamar nya, warna hitam dan putih mendominasi kamar Gavin. Pandangan cowok tersebut kosong menatap langi-langit kamar nya.

"Gavin kangen Mah, Gavin butuh Mamah," Gumam Gavin, Lagi-lagi Gavin menangis tanpa suara sendirian di kamarnya.

Percayalah, menangis tanpa suara itu jauh lebih menyakitkan di banding dengan menangis penuh isakan.

Gavin memejam 'kan mata nya, "gue cape, dunia yang gue jalani terlalu kejam, kenapa Tuhan memberi ujian seberat ini." Ucap Gavin, yang masih memejamkan mata nya.

Gavin benar-benar kacau, sampai-sampai ia tak menyadari kalau ada seorang gadis yang berdiri mematung di ambang pintu kamar nya.

Gadis itu mendekat dengan keberanian yang sudah ia kumpulkan sejak tadi.

Gavin masih memejamkan mata nya, ia larut dalam pikiran nya yang terlalu menyakitkan.

Hingga akhirnya, ia merasakan ada tangan yang mengelus lembut rambut Gavin.

Sontak Gavin melotot 'kan mata nya kaget, siapa yang berani masuk kamar nya karena se ingat Gavin hanya ke tiga teman nya yang berani masuk tanpa izin.

Gavin semakin terkejut, kala kedua mata nya bertemu dengan mata indah yang sedang Gavin rindukan.

Kirana tersenyum lembut, iya, gadis itu adalah Kirana, ia di beritahu oleh Arga kalau Gavin sedang kacau dan ia membutuh'kan dirinya, maka dari itu Kirana datang ke rumah Gavin.

"Maaf yah, aku datang ke rumah kamu gak izin dulu." Ucap Kirana lembut.

Gavin masih memandang wajah Kirana tanpa berkedip, membuat Kirana berpikir apa Gavin marah pada dirinya.

"Kamu gak suka yah? kalau aku dateng ke rumah kamu? ya sudah kamu istirahat yah, aku pulang dulu."

Saat Kirana hendak melangkah meninggalkan gavin, Gavin dengan cepat bangun merubah posisi nya jadi duduk lalu menarik pergelangan tangan Kirana.

Hingga Kirana jatuh terduduk di kasur sebelah Gavin, cowo itu langsung memeluk erat tubuh mungil Kirana. Air mata cowo itu tak terbendung, cowo itu menyembunyikan wajah nya di tengkuk Kirana.

"Gavin," Ucapan Kirana terpotong, kala Gavin lebih dulu menahan bibir Kirana dengan jari telunjuk nya.

"Aku minta maaf, aku salah sama kamu, sayang." Ucap Gavin, lalu mencium kening Kirana lama.

Kirana tersenyum tipis "kamu gak salah Gavin,"

"Gak Kirana, aku yang salah, maafin aku yah?" Ucap Gavin dengan nada lembut.

Kirana mengangguk pelan, lalu mengusap bekas air mata Gavin dengan pelan, "aku baru tahu, kalau ternyata pacarku bisa nangis juga." Ucap Kirana yang di akhiri dengan kekehan.

Bukan nya menjawab justru Gavin memeluk Kirana semakin erat. Seolah takut kehilangan.

"Biarin kaya gini dulu yah?"

Tangan Kirana mengelus lembut rambut Gavin.

"Gavin,"

"Hem...,"

"Terimakasih, sudah jadi pelangi dalam hidup ku."

"Aku yang harus berterimakasih sama kamu, karena sudah menjadi bagian kebahagiaan ku, I love you." Ucap Gavin yang masih nyaman dalam posisi nya.

"I love you to gavin mahendra." Balas Kirana.

Gavin terkekeh geli mendengar Kirana menyebut nama Gavin dengan lengkap. Gavin mengangkat wajahnya menatap wajah gadis di hadapan nya dengan sendu, lalu wajah Gavin mendekat mengikis jarak di antara kedua nya.

Gavin menarik tengkuk leher Kirana hingga bibir Gavin menyatu dengan bibir Kirana, gavin melumat bibir Kirana dengan lembut.

Kedua nya terbawa suasana hingga Gavin tersadar ini terlalu jauh, Gavin tak mau menyakiti gadis nya, Gavin melepas lumatan nya, kedua nya berpandangan mengatur deru nafas keduanya.

Gavin mengusap bibir Kirana yang basah akibat ulah nya, "tidur yah, sudah malam." Suara serak Gavin menginteruksi Kirana

"Kamu juga yah, istirahat biar besok gak kesiangan ke sekolah. " Balas Kirana.

Gavin keluar dari kamar nya membiarkan kekasih nya tidur di kamar nya.

"Sial. Kayanya gue gak bisa tidur nyenyak malam ini, Arga bangsat!" Batin Gavin

//pkl06:30 pagi

Arga dan Danu sudah lebih dulu masuk ke kelas nya, Arga yang sedang menunduk memain'kan ponsel nya sedang'kan Danu sedang sibuk dengan PR nya yang belum selesai. Tiba-tiba Arga terkekeh geli saat dirinya membuka pesan dari Gavin.

(Gavin)
Arga sialan!

                                    (Arga)
                Bagaimana bro, masih amankan?

(Gavin)
Bangsat!! 🖕

Danu yang sedang duduk di sebelah Arga pun menoleh, bergidik ngeri saat melihat Arga malah semakin melebar'kan senyum nya.

"Ar, lo gak kesambet 'kan?" Tanya Danu.

"Gak lah, kesambet pala lo!"

"Masih mending lo kesambet pala gue, daripada harus kesambet pala nya Zidan." Balas Danu.

"Apaan dah! nyebut-nyebut nama gue." Suara Zidan menginteruksi kedua nya.

"GR, bener dih!" Balas Danu.

"Sakarepmu wes!" Jawab Zidan singkat.

Mata Zidan menelisik ke wajah Arga yang masih senyum-senyum tak jelas, "Nu, lo racunin apa nih, bocah. sampai gila kaya gini?" Tanya Zidan.

"Kesambet mimi peri kali," Jawab Danu, yang masih berkutat dengan buku nya.

"Cerita Ar, kalau lagi ada masalah, jangan malah gila gini, 'kan gak lucu Ar cowo terkenal kaya lo jadi gila."

Arga mendelik ke arah Zidan, lalu menoyor kepalanya teman nya, "lo yang gila!"

"Lo berdua mau tahu gak?" Ujar Arga, sambil menaik turunkan alisnya.

Danu dan zidan saling menoleh, lantas mengangguk dengan semangat.

"Rahasia." Ujar Arga.

"Bangsat!"

"Sinting!"

                             •••••••    

ARGANARA (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang