Safina tengah sibuk menyiapkan sayuran dan bumbu dapur. Namun, tiba-tiba Marya datang dan mendorongnya dengan kasar.
“Nggak usah masak. Biar aku aja yang masak buat Mas Bagus.”
“Emang Mas Bagus mau ya makan makanan yang dimasak oleh istrinya yang suka selingkuh?” Safina menyeringai tajam.
Marya geram mendengar perkataan Safina. Saat tangannya hendak menampar Safina, dengan berani Safina menampik tangannya. “Jangan dikira nggak ada Mas Bagus di rumah, terus aku jadi lemah dan nggak berani melawan Mbak.”
“Kamu jangan seneng dulu. Mas Bagus itu masih sayang sama aku dan dia nggak akan pernah nyeraiin aku.”
“Kenapa Mbak masih mengharapkan pernikahan kalian bertahan? Bukannya Mbak sendiri pengin minta cerai sama Mas Bagus dan menikah dengan pacar Mbak itu?”
“Aku maunya aku yang minta cerai, bukan Mas Bagus yang nyeraiin aku. Harga diri aku bisa jatuh kalau sampai aku diceraiin sama suamiku. Aku mau bikin kamu ditendang dari rumah ini, baru aku akan ninggalin Mas Bagus. Aku nggak rela pelakor seperti kamu hidup bahagia.”
“Berhenti menyebut aku pelakor. Ngaca dong, Mbak.”
“Aku kan istri pertama. Jadi udah jelas kan kalau kamu itu pelakor?”
Safina geram. Namun, dia berusaha menahan diri dan tidak mengatakan apa pun.
Di tengah perdebatan sengit kedua istri Bagus itu, mereka dikejutkan dengan suara motor Bagus. Mereka sama-sama bingung karena tidak biasanya Bagus pulang subuh. Mereka pun bergegas membukakan pintu.“Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam,” jawab Safina dan Marya serentak.
Bagus tampak lesu. Dia langsung masuk dan duduk. Safina dan Marya pun duduk di dekat suami mereka.
“Mas, kamu kenapa? Ada masalah di tempat kerja” tanya Safina.
“Aku dipecat.”
Marya terkejut. “Apa? Dipecat? Kamu nggak kerja lagi dong?”
Bagus menggeleng. Safina pun menggenggam tangannya. “Kok bisa, Mas? Emang kamu bikin salah apa?”
“Aku nggak bikin salah apa-apa, sayang. Mereka mau merekrut karyawan-karyawan baru. Aku pusing. Padahal aku udah dapet kerjaan enak, gaji gede, tapi sekarang semuanya hancur. Aku nggak tau habis ini mau ngapain. Nyari kerja di kota itu nggak gampang. Apalagi kalau balik ke desa. Mau kerja apa coba.”
“Terus buat makan di rumah apa? Uang tabungan kamu masih ada, kan?” sahut Marya.
Bagus menyorot Marya tajam. “Suami lagi kaya gini, kamu masih aja mikirin uang. Nggak ada hal lain apa yang kamu pikirin? Kamu nanyain soal uang tabungan aku? Iya harusnya aku punya tabungan banyak, tapi semuanya habis buat kamu. Nggak inget kamu udah ngabisin uang aku buat shopping, jalan-jalan? Setiap kali pergi keluar, uang puluhan juta kamu habisin. Udah gitu selingkuh lagi. Dasar istri nggak tau diri!”
“Ngaca dong, Mas. Kamu juga selingkuhin aku.”
“Kamu itu selingkuh sebelum aku kenal sama Safina.”
“Mending kan aku cuma pacaran doang. Toh aku nikahnya sama kamu. La kamu malah nikahin dia.”
“Mbak sendiri kan udah ngizinin Mas Bagus buat nikahin aku? Iya kan kata kalian? Jadi kenapa Mbak harus ngungkit-ngungkit dan marah? Harusnya larang dong suaminya buat nikahin wanita lain. Setiap wanita itu pasti nggak mau ada orang ketiga dalam hubungannya.” Safina menyahut dan mempertegas ucapannya.
Bagus dan Marya terdiam. Mereka hampir saja membongkar kenyataan sebenarnya.
“Udah lah kalau kaya gini aku pergi aja,” ujar Marya.
“Apa maksud kamu mau pergi?”
“Ya kita pisah lah. Kamu kan udah nggak punya kerjaan lagi. Aku malu punya suami pengangguran.”
“Kamu selalu ngungkit-ngungkit kalau kamu itu wanita yang nemenin aku dari nol, nemenin susah senengnya aku, tapi sekarang kamu mau ninggalin aku saat aku terpuruk kaya gini? Sebelumnya kamu merengek-rengek minta maaf, sekarang malah kamu yang minta cerai?”
“Ya apa lagi yang mau dipertahanin? Lagian kamu bilang mau nyeraiin aku. Ya udah, kan aku cuma menyetujui keinginan kamu. Kenapa harus marah? Kamu udah tau semuanya, kan? Aku itu udah bosen sama kamu. Aku mau nikah sama pacar aku.”
“Oh sekarang berani ya kamu terang-terangan di depan aku? Mana Reza? Bawa dia ke sini! Jangan cuma beraninya nikung temen dari belakang. Laki-laki pengecut gitu aja dipacarin.”
“Seenggaknya dia setia. Nggak kaya kamu.”
“Cukup! Aku udah nggak bisa tahan lagi. Aku talak tiga kamu! Pergi dari sini!”
Marya memasang ekspresi wajah santai. Dia tidak terkejut atau sedih sama sekali. Sebaliknya, dia malah tertawa setelah Bagus menalaknya.
“Udah dramanya? Ya udah berarti aku bebas dan bisa segera pergi dari sini.”
Saat Marya hendak pergi, Safina menghentikannya. “Tunggu, Mbak!”
Marya berbalik badan. Dia mengerutkan dahi. “Ada apa? Mau ngetawain aku? Sorry ya, aku bukan wanita baperan seperti kamu yang akan nangis kalau diceraiin suaminya. Jadi nggak usah ngetawain aku. Aku baik-baik aja.”
“Bukan itu. Ada sesuatu yang perlu Mbak tau.”
Safina berdiri menatap Bagus dan Marya secara bergantian. Lalu pandangannya kini fokus pada Bagus.“Mas, kamu udah lihat sendiri kan gimana kelakuan Mbak Marya? Udah tau sifat aslinya dia, kan? Wanita yang kamu sayang-sayang, yang demi dia kamu tega mengkhianati istri kamu, tapi nyatanya apa? Dia selingkuhin kamu dan nggak mau nemenin kamu saat kamu susah kaya gini.”
“Apa maksud kamu, sayang? Aku mengkhianati kamu?” Bagus berdiri dan menatap Safina dengan mata penuh tanda tanya.
“Aku udah inget semuanya. Bahkan sebelum ingatan aku kembali, aku udah tau kelakuan busuk kalian.”
Marya mengerutkan dahi. “Apa maksud kamu?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Pelakor [END]
RomansaDisaat hati ingin menyepi, datang sosok tak terduga yang datang meminang diri. Meski tanpa diawali jatuh cinta, pernikahan Safina terasa sempurna dengan sosok suami yang perhatian dan penuh kasih sayang. Namun, setelah rahasia besar suaminya terkuak...