Chapter 6. Engagement

1.3K 99 0
                                    

Sesuai yang telah ditentukan Bagus, orang tuanya akan datang melamar Safina pada 29 Juli. Sebelumnya orang tua Bagus juga sudah berbincang-bincang kepada orang tua Safina dan memberitahukan hal tersebut. Safina dan keluarganya pun segera mempersiapkan segala sesuatunya untuk acara pertunangan nanti.

"Hai, calon pengantin. Ngalamun aja. Udah nggak sabar ya nunggu calon mertua dateng," ledek Ayla ketika dia melihat Safina termenung di depan rumah.

"Masih normal kok detak jantungku. Kan masih beberapa hari lagi."

"Sebenarnya kakak pengin bikinin kamu kebaya buat acara lamaran kamu nanti, tapi dadakan banget sih dan waktunya mepet. Kakak juga masih banyak tanggungan."

"Nggak papa, Kak. Aku juga nggak mau ngrepotin. Beli di pasar kan banyak. Gini aja, kakak bikinin aja kebaya buat akad aku nanti. Bisa, kan? Tapi yang kebaya modern ya."

"Serius kamu mau dibikinin kebaya? Ya ampun kakak seneng banget kalau kamu mau pakai kebaya bikinan kakak. Pasti kakak bikinin. Sekalian kakak bikin kebaya seragam buat kakak, ibu, sama ayah."

"Aku yakin deh pasti bagus kebaya bikininan Kakak."

"Eits jangan memuji dulu. Nanti aja kalau udah jadi."

"Lagi ngomongin apa sih, anak anak ibu?" celetuk sang ibu yang tiba-tiba muncul dan duduk di tengah-tengah mereka.

"Ini Bu lagi bahas soal kebaya buat adik bawel aku yang mau nikah ini."

"Kebaya buat acara tunangan? Soal itu nggak usah khawatir. Ibu masih ada kebaya yang dulu ibu pakai buat nikah sama ayah kalian. Kalau Safina mau, Safina pakai aja buat acara pertunangan nanti. Masih bagus kok. Kalau nggak mau juga nggak papa. Besok pagi kita beli di pasar."

"Ya mau lah, Bu. Safina seneng banget malah. Jadi kita bisa hemat. Nggak perlu beli. Siapa tahu keromantisan dan keharmonisan Ibu sama ayah bisa nular ke rumah tangga Safina nanti."

"Aamiin," sahut Alya dan ibunya serentak mengaminkan ucapan Safina.

Setelah dinanti-nanti, akhirnya hari itu tiba. Malam itu, 29 Juli 2018 orang tua Bagus dan rombongannya datang untuk melamar Safina. Gadis itu pun telah bersiap dengan berdandan cantik mengenakan kebaya biru milik ibunya. Jantung Safina berdegup kencang begitu mereka melangkahkan kaki ke rumahnya. Dia terus menggenggam erat tangan kakaknya.

"Udah dibikin rileks aja. Baru lamaran juga. Jangan sampai kamu pingsan di sini ya," bisik Ayla.

Safina mencubit tangan kakaknya.

Setelah makanan ringan dihidangkan dan antar keluarga berbincang-bincang sesaat, tibalah saat acara inti.

"Sebelumnya terima kasih untuk Pak Farhan dan keluarga yang telah menerima kedatangan kami di sini. Kami juga minta maaf karena anak kami, Bagus tidak bisa hadir di sini secara langsung dan hanya diwakili oleh kami selaku orang tuanya beserta rombongan keluarga. Langsung saja, saya sebagai ayahanda dari Bagus ingin menyampaikan maksud dan tujuan kami datang ke sini. Saya bermaksud melamarkan anak saya Bagus Muhliyo untuk Nak Safina Laudia, putri kedua dari Bapak Farhan dan Bu Yanti. Seperti yang diamanahkan anak saya bahwa dia ingin menjadikan Nak Safina sebagai pendamping hidupnya kelak. Anak saya telah yakin bahwa Nak Safina adalah pilihan yang tepat untuk dia ajak mengarungi bahtera rumah tangga bersama. Karena itu saya ingin menanyakan langsung kepada Nak Safina apakah bersedia untuk menerima lamaran anak saya? Tolong dijawab dengan jujur, tanpa paksaan oleh siapapun dan apapun. Apapun jawabannya akan kami hargai dan kami terima dengan lapang dada. Bagaimana, Nak Safina?"

Safina memperhatikan Pak Rahmat dengan saksama. Matanya berkaca-kaca. Sambil menggenggam erat tangan kakak dan ibunya, Safina menarik napas panjang.

"Iya, saya bersedia," jawab Safina dengan gemetar.

"Nak Safina yakin? Tidak ada paksaan dari siapapun?"

"Insya allah saya yakin dan ini adalah jujur jawaban dari saya sendiri. Bukan atas paksaan siapapun."

"Alhamdulillah," ucap para tamu yang hadir secara serentak.

Setelah itu, tiba waktunya untuk pemasangan cincin. Bu Mirna, ibunda Bagus pun maju dan memasangkan cincin di jari manis Safina, mewakili Bagus. Bu Mirna juga memakaikan kalung di leher Safina. Gadis beriris mata cokelat itu pun mencium tangan Bu Mirna. Dia tersenyum dan menghela napas lega. Air mata menitik di pipinya. Tidak hanya dirinya, orang tua dan kakaknya juga menangis haru menyaksikan momen tersebut. Mereka tidak pernah menyangka sebelumnya bahwa Safina akan secepat ini mendapatkan jodoh. 29 Juli 2018 menjadi salah satu hari penting yang tidak akan pernah Safina lupakan. Momen bahagia bagi Safina dan Bagus yang walaupun tidak saling bertatap muka, tetapi tetap mendatangkan bahagia.

Aku Bukan Pelakor [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang