Chapter 32. Ingatan Masa Lalu

1.9K 118 0
                                    

Safina termenung di depan jendela kamar, menatap cahaya rembulan yang menerangi langit malam. Terasa sepi tanpa adanya Bagus karena suaminya itu tidur di kamar Marya.

"Katanya Mas Bagus akan bantu supaya ingatan aku cepet kembali, tapi sampai sekarang dia nggak melakukan apapun. Kalau gitu aku harus cari sendiri sesuatu yang bisa mengembalikan ingatan masa laluku."

Safina menutup gorden jendelanya dan mendekati lemari. Dia membuka lemari itu dan mulai mencari sesuatu di antara tumpukan baju yang mungkin bisa mengingatkannya pada masa lalunya. Tiba-tiba bayangan kembali muncul dalam otaknya. Lagi-lagi bayangan tidak jelas seperti rekaman akan suatu kejadian yang berputar cepat dalam pikirannya. Dia merasa seperti pernah melakukan hal itu sebelumnya. Kepalanya pun merasakan sakit seperti biasa setiap kali ingatannya mulai muncul.

"Safina, kamu harus kuat. Kamu harus temukan sesuatu di sini." Safina berusaha memberi semangat kepada dirinya sendiri.

Usaha Safina tidak sia-sia. Di lemari bagian bawah dia menemukan sebuah kotak kecil. Dia membuka kotak itu. Dia pun menemukan sebuah mug dengan foto dirinya dan Bagus bertuliskan "Semangat kerjanya sayang, by Safina".

"Apa aku pernah ngasih mug ini ke Mas Bagus?"

Safina terus mengamati mug itu. Perlahan ingatannya mulai muncul. Sebuah bayangan kemesraannya dengan Bagus ketika dirinya memberikan mug itu kepada Bagus. Dia pun tersenyum karena sedikit demi sedikit dia mulai bisa mengingat masa lalunya. Hal tersebut semakin membuatnya semakin bersemangat mencari benda lain yang berhubungan dengan masa lalunya.

Ketika mulai menelisik tumpukan baju, tiba-tiba sebuah album foto terjatuh. Safina mengambilnya, lalu duduk dan mulai melihat isi album foto itu. Foto-foto kemesraannya bersama Bagus seolah mewarnai album foto itu. Senyum bahagia dan kemesraan yang jelas terlihat antara dirinya dengan Bagus. Safina meraba foto itu dan menitikkan air mata. Namun dia segera menyeka air matanya dan menutup album foto itu. Lalu dia mengembalikannya ke tempatnya semula.

Safina menutup lemarinya dan segera berbaring ke tempat tidur. Air matanya menetes lagi. Dia berusaha memejamkan mata, tetapi terasa begitu sulit baginya untuk tidur. Akhirnya dia memutuskan untuk keluar dari kamar dan berjalan menelusuri setiap sudut rumahnya. Dia seakan melihat momen-momen kemesraannya dengan Bagus yang terjadi setiap hari meski yang diingatnya hanyalah hal yang terjadi setelah dia sadar dari koma.

Langkah kaki Safina terus membawanya hingga sampai di dapur, tempat di mana Bagus sering menggodanya ketika dia sibuk memasak. Tanpa sadar tangan Safina menyenggol gelas hingga terjatuh dan pecah. Dengan cepat Safina berusaha mengumpulkan pecahan gelas itu. Tangannya pun mengeluarkan darah tergores oleh pecahan gelas yang dipungutnya.

Sebuah tangan tiba-tiba memegang tangan Safina. Dia pun menatap orang yang ada di depannya itu.

"Mas Bagus."

"Sayang, kamu ngapain? Kok bisa pecah?"

"Em, aku... aku cuma mau minum aja. Nggak sengaja malah jatuh gelasnya. Bentar aku beresin dulu."

"Eh jangan, sayang. Nih tangan kamu jadi berdarah. Aku nggak mau kamu terluka lagi."

Bagus menghisap darah yang keluar dari jari telunjuk Safina. Dia lalu mengambil kotak P3K yang ada di lemari dan mengobati luka Safina. Istrinya itu terus menatapnya seakan enggan berkedip. Setitik air mata menetes di pipinya.

"Sayang, kamu kenapa kok nangis?"

Safina mengusap air matanya dan mengalihkan pandangan ke arah lain. "Enggak papa, Mas. Maaf ya malem-malem aku ganggu kamu."

"Nggak papa kok, sayang. Lain kali hati-hati ya. Kasihan nih tangan lembut kamu jadi terluka."

Di tengah kemesraan itu, Marya yang sedari tadi melihat Safina dan Bagus dari kejauhan langsung mendekati mereka dan menarik tangan Bagus.

"Mas, ngapain sih malah lari ke sini? Ini kan malamnya kita. Heh Safina, kamu sengaja ya cari perhatian lagi sama Mas Bagus? Kamu sengaja bikin Mas Bagus ninggalin aku sendiri di kamar dan berduaan sama kamu? Pinter banget sih akting kamu!"

"Marya! Safina itu lagi kesakitan. Kenapa malah marahin dia? Safina itu nggak seperti apa yang kamu pikir. Lepasin tangan aku! Aku mau obatin dia lagi."

"Nggak papa, Mas. Aku bisa sendiri. Kamu kembali aja ke kamar."

"Tapi, sayang...."

"Mas, aku nggak papa."

"Ya udah, maaf ya aku tinggal dulu. Kalau ada apa-apa panggil aku."

Bagus meninggalkan dapur. Sementara Marya masih berdiri di sana menatap sengit ke arah Safina. Dia hendak menginjak tangan Safina, tetapi dengan sigap Safina mengangkat tangannya. Dia pun berdiri dan membalas tatapan tajam Marya.

"Jangan kira aku akan diem aja menghadapi wanita seperti kamu. Kamu lihat sendiri kan kalau Mas Bagus selalu belain aku dan akan selalu seperti itu. Apa pun yang kamu lakuin nggak akan bisa gantiin posisi aku di hatinya Mas Bagus. Kamu boleh menganggap status kamu sebagai istri pertama, tapi aku tetap yang nomor satu bagi Mas Bagus."

"Kurang ajar! Kamu berani nantang aku? Udah merasa paling spesial? Inget ya, Mas Bagus itu lebih lama sama aku. Cintanya lebih besar buat aku. Dasar pelakor!"

"Kita lihat aja nanti. Siapa yang lebih dicintai Mas Bagus dan siapa pelakor sebenarnya yang tidak merasa dirinya adalah pelakor. Dengar ini baik-baik, aku bukan pelakor!"

Safina melenggang pergi meninggalkan Marya dengan wajah penuh amarahnya.

Aku Bukan Pelakor [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang