Chapter 38. Kemisteriusan Marya

2.1K 108 0
                                    

Thanks yang selalu setia baca novel ini🤗 Banyak yg kesel dan akhirnya ga sanggup nyelesaiin baca sampai bab terakhir😂 Padahal belum sampai plot twist😁 Masih sampai di alur klimaks ya wajar ngeselin banget😅 Btw aku seneng baca komen² kalian yg kesel sama tokoh² antagonis di novel ini😁❤️ Berarti aku sukses bikin cerita yg keselnya terasa banget kaya nyata😁

Thanks readers❤️❤️

**

Sejak mengetahui bahwa dirinya tidak bisa hamil, Marya menjadi sering murung. Apalagi setiap kali melihat Bagus bermesraan dengan Safina. Bayang-bayang perceraian terus menghantuinya. Rekaman percakapan Bagus dan Safina seakan terus berdengung di telinganya. Malam itu pun ketika Bagus bekerja, dia memutuskan untuk pergi keluar.

Safina yang tengah membaca buku di kamar mendengar suara langkah kaki seperti seseorang sedang menuruni tangga. Dia pun menutup bukunya dan membuka pintu kamar. Dia melihat Marya tengah mengendap-endap, memelankan langkah kakinya menuruni tangga. Wanita itu tampak berpakaian rapi dengan riasan wajah yang begitu mencolok.

Mau ke mana ya Mbak Marya. Dia kan jadwalnya shift pagi. Apalagi Mas Bagus lagi kerja. Kok dia keluar. Pake sembunyi-sembunyi lagi keluarnya. Ini kan udah jam sembilan malem.

Safina menutup lagi pintu kamarnya dan berusaha tidak memedulikan apa yang dilakukan Marya. Namun, setelah beberapa malam Marya terus melakukan itu setiap kali Bagus sudah berangkat bekerja, Safina menjadi curiga. Dia pun memutuskan untuk mengikuti Marya.

Safina menunggu Marya keluar. Dia berusaha mendengarkan langkah kaki Marya dengan saksama. Begitu Marya keluar rumah, barulah Safina keluar dari kamarnya. Dia sudah bersiap dengan menyembunyikan penampilannya dibalik gamis hitam dan cadar. Dia berharap Marya tidak akan mengenali dirinya.

Tidak jauh dari rumahnya, seorang wanita yang wajahnya tertutup helm dan masker tampak sudah menunggu Safina dengan motornya. Saat Safina muncul, mereka pun segera pergi mengikuti Marya yang dibonceng ojol.

“Ikutin pelan-pelan aja. Aku nggak mau rencana ini gagal dan kita ketahuan.”

Wanita itu mengangguk.

Beberapa kali Safina hampir saja kehilangan jejak karena pandangannya tertutup oleh mobil-mobil besar. Untung saja matanya jeli sehingga mampu melihat Marya meski dari kejauhan.

Motor yang ditumpangi Safina berhenti di dekat sebuah kafe.

“Jangan parkir di depan kafe. Tunggu aja di kedai kopi deket sini.”

Wanita itu mengangguk lagi. Dia pun pergi dengan motornya. Sementara Safina segera masuk kafe. Dia mengambil tempat duduk di dekat Marya. Untung saja Marya tidak mengenalinya. Rupanya penyamarannya berhasil. Namun, Safina tetap berusaha berhati-hati. Dia memasang telinganya untuk mendengar percakapan Marya yang tampak serius berbincang dengan seorang wanita. Safina juga telah memasang sebuah kamera kecil dan alat penyadap suara yang dia hadapkan tepat ke arah Marya.

Agar tidak menimbulkan kecurigaan, Safina memesan makanan dan minuman di sana. Dia juga pura-pura asyik dengan ponselnya.
Awalnya Safina merasa semuanya normal, seperti Marya hanya sedang bertemu dengan temannya. Namun, tak lama kemudian dirinya dikejutkan dengan kehadiran seorang lelaki. Dia menyapa Marya dengan panggilan sayang. Safina hampir saja tersedak mendengarnya. Sesekali dia melirik ke arah mereka. Dia melihat mereka bertiga begitu akrab.

Hampir satu jam mengawasi Marya dengan rasa was-was, akhirnya Safina bisa bernapas lega ketika Marya tampak beranjak dari tempat duduknya. Marya berpamitan pada dua orang yang duduk bersamanya itu. Kesempatan itu dimanfaatkan Safina untuk keluar dari kafe lebih dulu. Dia segera membayar tagihan makanannya dan berjalan dengan cepat keluar kafe. Wanita yang tadi mengantarnya juga telah bersiap menunggunya di dekat kafe. Mereka pun segera tancap gas pulang.

Aku Bukan Pelakor [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang